Tomat

14
xiv PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) termasuk famili Solanaceae merupakan tanaman setahun yang berbentuk herbaceus (perdu) dan umumnya tumbuh baik pada ketinggian 600-900 m di atas permukaan laut. Pada dataran rendah tomat dapat tumbuh tetapi umurnya lebih singkat dan produksinya lebih rendah dibanding di dataran tinggi. Selama ini produsen benih lebih banyak merilis varietas-varietas tomat untuk dataran tinggi yang berada lebih dari 750 m di atas permuakan laut. Ketika pekebun membudidayakan varietas tersebut di dataran rendah, produksinya pun anjlok. Oleh karena suhu tinggi, kualitas polen atau serbuk sari bunga tomat menjadi buruk dan mudah rontok. Pada suhu tinggi, tanaman memproduksi cukup tinggi hormon penuaan, yaitu etilen sehingga bunga menjadi gugur dan persentase fruit-set sangat rendah. Itulah sebabnya produksi tomat di dataran rendah lebih kecil jika dibandingkan di dataran tinggi (Dwi Utami, 2009). Sekarang ini dikenal beberapa varietas tomat yang dibudidayakan di dataran rendah seperti Intan, Ratna, Permata, LV, dan CLN yang memiliki produksi lebih rendah di banding tomat yang dibudidayakan di dataran tinggi. Produksinya berkisar antara 5 – 24 ton/Ha. Varietas-varietas tersebut memiliki ketahanan yang lebih baik dari serangan hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman tomat misalnya layu fusarium, pseudomonas dan lain-lain. Selain mempunyai rasa yang lezat, tomat juga memiliki komposisi zat yang cukup lengkap dan baik. Yang cukup menonjol dari komposisi tersebut Universitas Sumatera Utara

Transcript of Tomat

xiv

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) termasuk famili

Solanaceae merupakan tanaman setahun yang berbentuk herbaceus (perdu) dan

umumnya tumbuh baik pada ketinggian 600-900 m di atas permukaan laut. Pada

dataran rendah tomat dapat tumbuh tetapi umurnya lebih singkat dan produksinya

lebih rendah dibanding di dataran tinggi.

Selama ini produsen benih lebih banyak merilis varietas-varietas tomat

untuk dataran tinggi yang berada lebih dari 750 m di atas permuakan laut. Ketika

pekebun membudidayakan varietas tersebut di dataran rendah, produksinya pun

anjlok. Oleh karena suhu tinggi, kualitas polen atau serbuk sari bunga tomat

menjadi buruk dan mudah rontok. Pada suhu tinggi, tanaman memproduksi cukup

tinggi hormon penuaan, yaitu etilen sehingga bunga menjadi gugur dan persentase

fruit-set sangat rendah. Itulah sebabnya produksi tomat di dataran rendah lebih

kecil jika dibandingkan di dataran tinggi (Dwi Utami, 2009).

Sekarang ini dikenal beberapa varietas tomat yang dibudidayakan di

dataran rendah seperti Intan, Ratna, Permata, LV, dan CLN yang memiliki

produksi lebih rendah di banding tomat yang dibudidayakan di dataran tinggi.

Produksinya berkisar antara 5 – 24 ton/Ha. Varietas-varietas tersebut memiliki

ketahanan yang lebih baik dari serangan hama dan penyakit yang biasa menyerang

tanaman tomat misalnya layu fusarium, pseudomonas dan lain-lain.

Selain mempunyai rasa yang lezat, tomat juga memiliki komposisi zat

yang cukup lengkap dan baik. Yang cukup menonjol dari komposisi tersebut

Universitas Sumatera Utara

xv

adalah vitamin A dan C. Tomat seperti halnya dengan sayuran dan buah-buahan

lainnya, dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan. Komposisi zat

gizi buah tomat dalam 100 gram adalah protein (1 gr), karbohidrat (4,2 gr), lemak

(0,3 gr), kalsium (5 mg), fosfor (27 mg),zat besi (0,5 mg), vitamin A (karoten)

1500 SI, vitamin B (tiamin) 60 mg, vitamin C 40 mg (Yani dan Ade, 2004).

Tomat merupakan sayuran populer di Indonesia. Produksinya di Indonesia

tahun 2005 mencapai 647.020 ton (Redaksi Agromedia, 2007) dan tiap tahun akan

meningkat mengimbangi kebutuhan masyarakat yang meningkat dan juga

perluasan pasar (ekspor).

Salah satu produk berbahan tomat adalah saus. Para produsen saus

menghadapi kendala dalam pengolahan tomat yaitu, ketika menghancurkan biji.

Apabila tomat yang menjadi bahan baku saus mengandung sedikit biji, maka

proses pengolahan akan menjadi lebih efisien.

Buah tomat parthenokarpi adalah galur tomat tanpa biji yang diciptakan

untuk memenuhi keinginan para podusen saus. Parthenokarpi merupakan buah

yang terbentuk tanpa terlebih didahului adanya polinasi atau fertilisasi.

Parthenokarpi dapat dikatakan kurang menguntungkan bagi program produsen

benih/biji, karena tidak terbentuk biji pada buah. Akan tetapi, parthenokarpi

bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan produktivitas buah khususnya pada

jenis tanaman komersial hortikultura. Selain dapat terjadi secara alami,

parthenokarpi juga dapat dilakukan secara buatan. Salah satu cara untuk

pembuatan buah parthenokarpi adalah dengan pemberian hormon pengatur

tumbuh misalnya auksin dan gibberelin (GA3).

Universitas Sumatera Utara

xvi

GA3 sudah lama dikenal sebagai hormon pencetak buah tanpa biji atau

memperkecil ukuran biji. Biji muda banyak mengandung hormon auksin dan

gibberelin. Hormon itu diproduksi biji untuk pembesaran buah. Saat gibberelin

atau auksin ditambah dari luar biji tak berkembang karena pembesaran buah

disokong dari luar.

Gibberellin sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh

terhadap sifat kerdil genetik (genetic dwarfism), pembungaan, parthenocarpy,

mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan, dan aspek fisiologi lainnya.

Gibberellin mempunyai peranan dalam mendukung; perpanjangan sel, aktivitas

kambium, dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein

(Abidin, 1983).

Gibberelin (GA3) adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam fungsi

pembelahan sel di seluruh bagian tanaman baik pada akar, batang, daun dan buah.

Tinggi rendahnya kandungan hormon GA3 pada tanaman akan menentukan

bagaimana tanaman tersebut tumbuh pada fase vegetatif dan berbunga pada fase

generatif. Dapat dikatakan bahwa hormon GA3 memainkan fungsi penting dalam

perpindahan fase vegetatif ke fase generatif. Pertumbuhan tanaman yang

dirangsang dengan menggunakan hormon GA3 dapat tumbuh 2 kali lebih cepat

dibanding dengan tanaman yang tidak dirangsang. Perlakuan hormon GA3 pada

buah-buahan seperti melon, semangka, tomat, nanas, dan lain-lain akan

mempercepat besarnya buah dalam tempo singkat

(http://www.trubus-online.co.id, 2010).

Universitas Sumatera Utara

xvii

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitan tentang “Peningkatan mutu dan hasil tanaman tomat

(Lycopersicum esculentum Mill.) dengan pemberian hormon GA3”.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan mutu dan

hasil tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) dengan pemberian hormon

GA3.

Hipotesis Penelitian

Konsentrasi dan frekuensi pemberian GA3 serta interaksi keduanya

berpengaruh terhadap peningkatan mutu dan hasil tanaman tomat.

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan dan Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan.

TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

xviii

Tinjauan Umum Tanaman Tomat

Klasifikasi tanaman tomat menurut Rismunandar (1999) adalah :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Lycopersicon (Lycopersicum)

Spesies : Lycopersicum esculentum Mill.

Tomat memiliki akar tunggang yang bisa tumbuh menembus tanah,

sekaligus akar serabut (akar samping) yang bisa tumbuh menyebar ke segala arah.

Sayangnya kemampuannya menembus lapisan tanah terbatas, yakni pada

kedalaman 30-70 cm. Sesuai sifat perakarannya, tomat bisa tumbuh dengan baik

di tanah yang gembur dan mengikat air (Redaksi Agromedia, 2007).

Batang tomat walaupun tidak sekeras tanaman tahunan, tetapi cukup kuat.

Warna batang hijau dan berbentuk persegi sampai bulat. Pada permukaan

batangnya ditumbuhi banyak rambut halus terutama bagian yang berwarna hijau.

Di antara rambut-rambut tersebut biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian

buku-bukunya terjadi penebalan dan kadang-kadang pada buku bagian bawah

terdapat akar-akar pendek. Jika dibiarkan (tidak dipangkas), tanaman tomat akan

mempunyai banyak cabang yang menyebar merata (Yani dan Ade, 2004).

Universitas Sumatera Utara

xix

Bunga tanaman tomat termasuk sempurna (hermaprodit). Dengan

demikian, tomat bisa melakukan penyerbukan sendiri, sekaligus mampu

melakukan penyerbukan silang dengan bantuan serangga, seperti lebah.

Penyerbukan silang lebih umum terjadi di daerah tropis dibandingkan di daerah

beriklim sedang. Bunga berwarna kuning dan tersusun dalam satu rangkaian

(dompolan), tergantung varietasnya. Bunga tomat dapat pula menghasilkan buah

tanpa adanya persarian, yaitu dengan bantuan zat hormon (fruit-tone) yang

disemprotkan langsung pada bunga. Dalam istilan botani disebut pembuahan

parthenocarpi (Rismunandar, 1995).

Bagian dalam buah memiliki ruang-ruang yang dipenuhi biji. Ukuran buah

tomat dan beratnya bervariasi tergantung varietasnya. Biji tomat berbentuk pipih,

berbulu, dan berwarna putih, putih kekuningan atau cokelat muda. Panjangnya 3-5

mm dan lebar 2-4 mm (Redaksi Agromedia, 2007).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tomat dapat tumbuh dalam musim hujan ataupun musim kemarau, namun

dalam musin basah tidak terjamin baik hasilnya. Iklim yang basah akan

membentuk tanaman yang rimbun, tetapi bunganya berkurang, dan di daerah

pegunungan akan timbul penyakit daun yang dapat membuat fatal

pertumbuhannya. Musim kemarau yang terik dengan angin yang kencang akan

menghambat pertumbuhan bunga (mengering dan berguguran)

(Rismunandar, 1995).

Pada hakikatnya tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan di dataran

rendah maupun tinggi. Semakin tinggi suatu tempat, suhu udara akan semakin

Universitas Sumatera Utara

xx

rendah dan sebaliknya. Faktor suhu biasanya mempunyai hubungan dengan

pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi suhu selama masa pertumbuhan, maka

semakin tinggi pula pertumbuhannya. Hal ini berpengaruh terhadap waktu

panennya. Semakin tinggi suhu, maka semakin cepat waktu panennya

(Redaksi Agromedia, 2007).

Kekurangan sinar matahari menyebabkan tanaman tomat mudah terserang

penyakit, baik parasit maupun non parasit. Sinar matahari berintensitas tinggi

akan menghasilkan vitamin C dan karoten (provitamin A) yang lebih tinggi. Suhu

udara rata-rata harian yang optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah

suhu siang hari 18-29 0C dan pada malam hari 10-20 0C. Pada tanaman yang

masih muda, kelembaban udara yang tinggi yakni 95 % sangat baik untuk

merangsang pertumbuhan (http://www.nusaku.com/forum, 2010).

Tanah

Tanaman tomat dapat tumbuh di segala jenis tanah, mulai tanah pasir

sampai tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung bahan

organik serta unsur hara dan mudah merembeskan air. Selain itu akar tanaman

tomat rentan terhadap kekurangan oksigen oleh karena itu air tidak boleh

tergenang (http://www.nusaku.com/forum/, 2010).

Derajat keasaman (pH) tanah yang ideal untuk pertumbuhan tomat adalah

pH 7 atau netral. Jika pH tanah terlalu masam atau di bawah 5,5 disarankan agar

dilakukan pengapuran. pH yang terlalu masam akan menghambat penyerapan

unsur hara oleh tanaman dan akan menguntungkan pertumbuhan jamur seperti

Rhizoctonia sp. dan Phytium sp. (Redaksi Agromedia, 1997).

Universitas Sumatera Utara

xxi

Mutu buah tomat

Beberapa hal yang termasuk dalam standar mutu tomat adalah sebagai

berikut :

1. Produksi buah mencapai 25 ton/Ha.

2. Ukuran buah yang dihasilkan seragam, tergantung pada permintaan pasar.

3. Kesamaan sifat varietas seragam.

4. Keseragaman tingkat kematangan buah (60%-90%) tergantung permintaan

pasar.

5. Utuh, bebas dari bercak, tidak memar, tidak pecah, busuk, terbelah dan

terkelupas

6. Berat buah yang dihasilkan rata-rata 30 % besar, 35 % sedang, dan 35 %

kecil.

7. Buah aman untuk dikonsumsi.

8. Rasa segar buah cukup baik.

9. Berdasarkan ukurannya, buah tomat dibedakan menjadin 4 tipe yakni,

cherry (15 mm), oblong atau elongated (30 mm), round (35 mm), dan

ribbed (35 mm) (Redaksi Agromedia, 2007).

Dalam SNI, tomat segar digolongkan dalam 3 ukuran berat menurut

kultivarnya, yaitu :

- Besar, bila berat buah > 150 gr/buah

- Sedang, bila berat buah 100-150 gr/buah

- Kecil, bila berat buah < 100 gr/buah

Buah tomat dikatakan tua apabila buah tomat telah mencapai tingkat

perkembangan fisiologis yang menjamin proses pematangan yang sempurna dan

Universitas Sumatera Utara

xxii

rongga buah telah berisi bahan yang mempunyai kekentalan menyerupai

jeli/gelatine, serta biji buah mencapai tingkat perkembangan sempurna. Buah

tomat dinyatakan terlalu matang dan lunak apabila buah tomat telah mencapai

kematangan penuh dengan tekstur daging buah lunak

(http://www.puslitbangBSN.syaratmututomat, 2010).

Untuk menangkap peluang ekspor yang cukup baik, tentunya harus

diimbangi dengan peningkatan mutu yang baik pula. Dalam mempersiapkan mutu

ekspor yang lebih baik, seragam, dan mampu bersaing dengan mutu dari negara

lain diperlukan adanya standar mutu tomat yang jelas. Untuk kebutuhan pasar

dikenal dua jenis mutu yaitu mutu I dan II. Kerusakan maksimum pada buah

tomat mutu I sekitar 5% sedangkan pada mutu II sekitar 10 %

(Yani dan Ade, 2004).

Gibberellin

Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula – mula diketemukan

di Jepang oleh Kurosawa dalam tahun 1926. Kurosawa melakukan penelitian

terhadap penyakit “bakane” pada tanaman padi yang disebabkan oleh jamur

Gibberella fujikuroi. Gejala khas dari penyakit ini ialah : apabila tanaman padi

terserang, maka tanaman tersebut memperlihatkan batang dan daun yang

memanjang secara tidak normal (Abidin, 1983).

Pada 1920-an para peneliti Jepang menyelidiki suatu penyakit cendawan

pada padi yang disebabkan oleh Gibberella fujikuroi. Bila cendawan ini

dikulturkan, ternyata mengeluarkan suatu zat medium yang disebut gibberellin A,

yang dapat mendorong gejala timbulnya penyakit bila disemprotkan pada tanaman

Universitas Sumatera Utara

xxiii

sehat dan dapat mendorong pemanjangan batang pada sejumlah jenis tanaman lain

(Heddy, 1986).

GA merupakan diterpenoid, yang menempatkan zat itu dalam keluarga

kimia yang secara bersama-sama dengan khlorofil dan karoten. GA yang berbeda-

beda dinamai dengan kode huruf-nomor (GA1, GA2, GA3, …, GA52). Jenis GA

yang pertama kali diidentifikasi, merupakan yang paling dikenal dan paling

banyak diteliti adalah Asam giberelat (GA3). Hal yang menarik, GA3 mempunyai

kisaran aktivitas fisiologis paling lebar.

O OH HO CH2 CH3 COOH Gambar : GA3 (Gardner dkk, 1991).

Gibberellin disintesis di beberapa bagian tanaman khususnya dalam

jaringan tumbuh yang aktif seperti embrio dan jaringan meristem. Gibberellin

ditransportasi cepat dalam tanaman, kelihatan pada transportasi phloem dan

xylem. Ada beberapa campuran yang dikenal menghambat pengaruh gibberellin.

Hal ini meliputi zat penghambat pertumbuhan seperti AMU-1618, CCC, dan

Phosphon-D (Pradhan, 1997).

Agar aplikasi zat pengatur tumbuh efektif dalam mengatur pertumbuhan

dan perkembangan tanaman, pertama – tama zat pengatur tumbuh tersebut harus

masuk ke dalam jaringan tanaman. Zat pengatur tumbuh mungkin diserap melalui

akar atau daun. Laju serapan zat pengatur tumbuh oleh tanaman tergantung pada

beberapa faktor, antara lain : spesies tanaman yang bersangkutan, organ tanaman

yang diberi perlakuan, sifat kimia dan solubilitas dari zat pengatur tumbuh yang

C=O

Universitas Sumatera Utara

xxiv

bersangkutan, pelarut yang digunakan, dan kondisi lingkungan, terutama suhu dan

kelembaban. Faktor – faktor lingkungan akan ikut berperan. Secara umum,

kondisi lingkungan yang menghambat translokasi air, unsur hara, atau senyawa

organik lainnya juga akan menghambat pergerakan zat pengatur tumbuh dalam

tubuh tanaman (Lakitan, 1996).

Gibberellin dapat terdapat di dalam lebih dari satu keadaan pada sebuah

tanaman. Semua organ tanaman yang lebih tinggi mengandung gibberellin, tetapi

konsentrasi gibberellin sama sekali tidak konstan di seluruh tanaman. Tingkat

tertinggi ditemukan di dalam biji, dengan tingkat luar biasa terdapat pada

endosperma cair dari beberapa biji. Daun-daun muda kaya dengan gibberellin

dibandingkan dengan daun yang yang lebih tua dan tangkai dewasa. Secara umum

gibberellin dipusatkan di daerah tanaman yang paling cepat tumbuh dan

berkembang, seperti yang bisa diharapkan untuk zat yang terlibat dalam

pengaturan pertumbuhan dan produksi tanaman (Wilkins, 1989).

Seperti auxin, gibberellin pun berpengaruh terhadap parthenokarpi. Hasil

penelitian Barker dan Collin (1965) asam giberelat (GA3) lebih efektif dalam

terjadinya parthenokarpi dibanding dengan auxin yang dilakukan pada blueberry.

Begitu pula Delvin dan Demoranville pada tahun 1967 meneliti pear dengan

mengaplikasikan GA3. Dari hasil penelitiannya dapat diambil kesimpulan bahwa

kultivar tersebut mempunyai respon terhadap aplikasi GA3 sehingga dapat

meningkatkan tandan buah (fruit set) dan hasil.

Istilah parthenokarpi adalah buah yang mengandung sedikit biji atau tanpa

biji. Faktor-faktor penyebab terjadinya parthenokarpi ada 2, yaitu buatan dan

alami. Peristiwa bertemunya pollen (sel jantan) dengan bakal biji (sel telur) di

Universitas Sumatera Utara

xxv

dalam bakal buah (ovary) disebut pembuahan (fertilisasi). Kemudian bakal buah

akan membesar dan berkembang menjadi buah bersamaan dengan pembentukan

biji. Biji yang sedang berkembang mengandung hormon tumbuhan seperti auxin

dan gibberellin. Dengan penyemprotan hormon secara eksogen, maka biji tidak

berkembang karena pembesaran buah disokong dari luar (Duryatmo, 2008).

Penyemprotan dengan GA sebelum panen mempunyai pengaruh yang

menyolok dalam mengurangi laju perkembangan, pemasakan, pematangan dan

penuaan buah-buah kesemek. Beberapa pengaruh pemberian GA pada jeruk

adalah terhambatnya lenyapnya khlorofil, peningkatan ketebalan kulit, penundaan

penimbunan karotenoid-karotenoid pada jeruk manis ”Navel” (Coggins dan Hield,

1962), dan peningkatan asam askorbat (vitamin C) dibanding dengan sitrun

”Lisbon” yang tidak diberi perlakuan (Tjitrosoepomo, 1993).

Bukti untuk peranan gibberellin untuk pengendalian pertumbuhan buah

terus bertumbuh. Sekarang telah ditetapkan bahwa bunga yang tidak difertilisasi

dari banyak tanaman seperti misalnya tomat dan varietas apel tertentu dapat dibuat

untuk mengeluarkan buah-buah yang tampaknya normal tetapi tidak berbiji jika

diberi gibberellin (Crane, 1964). Sebagai tambahan, sebuah korelasi kuat telah

diperlihatkan pada buah normal antara kandungan gibberellin pada berbagai tahap

dan tingkat pertumbuhan buah (Jackson, 1966). Setelah fertilisasi, sintesis

gibberellin terjadi pada endosperma dan embrio. Gibberellin ini sebaliknya

diperlukan untuk memungkinkan pertumbuhan buah berlangsung (Wilkins, 1989).

Penggunaan GA3 pada anggur dengan perlakuan GA3 sebesar 200 ppm

pada waktu gugurnya kalipta (daun pelindung bunga) menghasilkan anggur yang

lebih besar dan kualitas rasa yang meningkat (Gardner, dkk, 1991).

Universitas Sumatera Utara

xxvi

Pada tanaman durian, GA3 dengan konsentrasi 100 ppm disemprotkan

dengan interval seminggu sekali untuk mencegah rontok bunga. GA3

meningkatkan kemampuan bunga menyerap makanan hasil fotosintesis, sehingga

bunganya tahan gugur (http://www.radarsampit.com, 2010).

Di dalam proses pematangan, gibberellin mempunyai peranan yang

penting yaitu mampu mengundurkan pematangan (ripening) dan pemasakan

(maturing) suatu jenis buah. Asam gibberelat yang diterapkan dalam buah pisang

yang matang ternyata pemasakannya dapat ditunda (Abidin, 1983).

Pengaruh gibberellin juga merangsang pembungaan. Kebanyakan tanaman

memerlukan suhu dingin selama periode waktu tertentu diikuti hari panjang untuk

dapat berbunga. Pada tanaman-tanaman tersebut suhu dingin menyebabkan

terjadinya ”balting” (perpanjangan batang) yang mengawali proses pembungaan

tersebut. Gibberellin dapat mengganti pengaruh suhu dingin pada tanaman-

tanaman tersebut dan dapat mendorong terjadinya pembungaan

(Wattimena, 1985).

Salah satu efek utama dari gibberellin adalah mendorong pemanjangan

batang dan daun. Di dalam proses pembelahan sel bukan saja dipengaruhi oleh

gibberellin tetapi juga oleh auksin. Pengaruh gibberellin umumnya meningkatkan

kerja auksin, walaupun mekanisme interaksi kedua ZPT tersebut belum diketahui

secara pasti. Perbedaan antara gibberellin dan auksin dalam proses adalah bahwa

gibberellin lebih aktif pada tanaman utuh sedangkan auksin pada potongan-

potongan organ tanaman seperti stek akar, stek tunas dan lan-lain

(http://www.iel.ipb.ac.id/sac/hibah/2003/sf_tumbuhan/ZPT.html, 2010).

Universitas Sumatera Utara

xxvii

Peranan gibberellin dapat menyebabkan tinggi tanaman menjadi 3-5 kali

tingginya yang normal. Suatu kol yang biasanya hanya 3 dm tingginya, setelah

diberi gibberellin, maka kol tersebut mencapai tinggi 3,5 m. Percobaan ini

dilaksanakan di University of Michigan. Selain itu, mempercepat tumbuhnya

sayur-sayuran, dapat menyingkat waktu panenan sampai 50%. Sayur-sayuran

yang biasanya baru dapat dipetik setelah 4 atau 5 minggu, maka dengan

penggunaan gibberellin, sayur-sayuran tersebut sudah dapat dipetik setelah 2 atau

3 minggu (Dwidjoseputro, 1980).

Fungsi gibberellin dapat mengatur pembentukan protein dan asam nukleat

(bagian senyawa DNA). Gibberellin dengan konsentrasi tinggi (sampai 1000 ppm)

menghambat pembentukan akar. Gibberellin pada konsentrasi rendah mendorong

pertumbuhan akar adventif seperti yang terjadi pada stek batang kacang kapri, dan

mempercepat pembelahan serta pertumbuhan sel hingga tanaman cepat menjadi

tinggi (Ashari, 2006).

GA3 dapat menstimulir perpanjangan sel karena GA3 menghidrolisa pati

yang akan mendukung terbentuknya amylase. Sebagai akibat dari proses tersebut,

maka konsentrasi gula meningkat, yang mengakibatkan tekanan osmotik didalam

sel tersebut menjadi naik sehingga ada kecenderungan sel tersebut bekembang dan

menambah tinggi tanaman (Weaver, 1972) .

Universitas Sumatera Utara