Bab 1 Dan 2 Print

download Bab 1 Dan 2 Print

of 25

Transcript of Bab 1 Dan 2 Print

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    1/25

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Sebagai negara agraris, masyarakat Indonesia banyak yang bermata-pencaharian

    sebagai petani. Namun seiring berjalanya waktu banyak petani yang mulai kehilangan

    lahan sawah, disebabkan pengalihfungsian lahan untuk pemukiman penduduk dan

    perindustrian. Singkatnya, lahan-lahan pertanian yang mulai menyempit yang

    menimbulkan berbagai masalah bawaan, antara lain jumlah produksi yang semakin kecil,

    sementara di sisi lain jumlah penduduk Indonesia semakin banyak, mencapai hampir 225juta orang.

    Belum lagi permasalahan gagal panen, melambungnya harga pupuk, anjloknya

    harga gabah, serta permasalahan struktural yang membutuhkan penanganan secara intens.

    Permasalahan ini tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja, melainkan harus dicarikan

    solusinya. Pemerintah dalam menanggapi hal ini memang tidak tinggal diam, diantara

    solusi yang diambil adalah kebijakan impor beras, gula, gandum dan lain-lain. Akan tetapi

    kebijakan tersebut adalah kebijakan yang bersifat reaksioner, bukan kebijakan jangkapanjang yang mampu menyelesaikan masalah secara holistik.

    Pada pemerintahan Orde Lama, Indonesia berhasil menjadi menjadi negara

    swasembada beras. Karena hal itulah pemerintah memberlakukan pemberasisaian di

    seluruh Indonesia, bahkan hingga ke wilayah timur. Kebijakan ini menimbulkan masalah

    baru karena seiring berjalannya waktu, ternyata tidak semua wilayah di Indonesia mampu

    mencukupi kebutuhan konsumsi beras penduduknya. Sedangkan hampir seluruh penduduk

    Indonesia ketergantungan akan mengkonsumsi beras. Untuk itu, perlu dilakukan analisis

    untuk mengatasi masalah tersebut.

    1.2. Rumusan Masalah

    1. Produsi padi Indonesia tahun 2009

    2. Produsi jagung Indonesia tahun 2009

    1

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    2/25

    3. Produsi kacang hijau Indonesia tahun 2009

    4. Produsi kacang tanah Indonesia tahun 2009

    5. Produsi kedelai Indonesia tahun 2009

    6. Produsi ubi jalar Indonesia tahun 2009

    7. Produsi ubi kayu Indonesia tahun 2009

    8. Konsumsi padi perorang dan persatu tahun(pada tahun 2009)

    1.3. Tujuan dan Manfaat

    1. Mengetahui produksi komoditi pangan Indonesia tahun 2009

    2. Mengetahui hubungan jumlah Panen nasioanl komoditi pangan Indonesia dengan

    jumlah penduduk

    3. Mengetahui konsumsi padi perorang pada tahun 2009

    4. Memenuhi tugas Geografi Regional Indonesia

    2

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    3/25

    BAB II

    PEMBAHASAN

    I. Kondisi Pertanian Indonesia

    Peranan pertanian dalam perekono-mian di negara kita terutama sebagai penghasil

    bahan makanan yang makin bervariasi mengikuti permintaan dari sektor lain yang

    makin besar, sebagai penghasil bahan baku dan pasar hasil non pertanian, sebagai

    sumber devisa dalam persaingan global yang makin liberal, sebagai sumber investasi,

    dan sebagai sumber pemasok tenaga kerja.

    Tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh rumah tangga petani adalah padi

    sebagai penghasil beras. Di Indonesia beras merupakan mata dagangan yang sangat

    penting sebab beras meru-pakan bahan makanan pokok dan meru-pakan sumber kalori

    bagi sebagaian besar penduduk dan situasi beras secara tidak langsung dapat

    mempengaruhi bahan kon-sumsi lain.

    Untuk memberikan gambaran tentang upaya peningkatan produksi beras di Indo-nesia

    bahwa laju pertumbuhan produksi padi, sebagai bahan pangan pokok, pada awalnya

    meningkat hingga mencapai tingkat tertinggi pada periode 1989-83 yang ternyata

    mampu membawa ke tingkat swasembada beras pada tahun 1984 (Darwanto, 1998).

    Akan tetapi setelah ter-capai swasembada pangan (beras) pada tahun 1984 mengalami

    stagnasi dan pada sisi lain ternyata impor bahan pangan pada periode tersebut

    meningkat pula, seperti impor beras netto yang meningkat dari 12.808 ton pada tahun

    1988 menjadi 1.623.499 ton pada tahun 1996 (Darwanto, 1998).

    Krisis ekonomi yang menimpa negara kita akhir-akhir ini yang diikuti dengan

    terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap nilai dollar menyebabkan harga bahan pangan

    3

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    4/25

    impor menjadi lebih mahal. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka peningkatan

    produksi pangan di dalam negeri perlu ditingkatkan lagi.

    faktanya kondisi pertanian kita pada masa kini sangat terpuruk. Bagaimana tidak kini

    kita menjadi negara perngimpor buah-buahan, ternak dan bahan pangan utama seperti

    beras, jagung, kedelai dan gula. Sungguh kondisi yang sangat ironis mengingat pada era

    tahun 1980-an negara kita menjadi negara pengekspor utama beras di wilayah asia.

    Dahulu kala negara seperti Malaysia yang pernah belajar bagaimana cara bercocok

    tanam pada kita kini justru kondisinya terbalik, kini kita yang belajar pada mereka. Kini

    kitalah yang membeli beras dari mereka.

    Sungguh aneh, dengan anugrah potensi sumber daya yang sangat besar kita masihbelum mampu mengelolanya dengan baik. Kita masih kurang bersyukur dengan

    pemberian anugrah tersebut karena kita lebih banyak melakukan kerusakan alam

    daripada kita memanfaatkannya untuk kesejahteraan rakyat. Seharusnya kita harus bisa

    instropeksi mengapa hal itu terjadi pada negara kita. Seharusnya kita malu dengan

    negara lain seperti Jepang negara yang lebih sempit dengan kondisi tanah yang tidak

    sesubur kita namun sistem pertaniannya jauh lebih maju meninggalkan kita.

    Haruslah dipahami oleh semua pihak akan peran vitalnya sektor pertanian. Pertanian

    menjadi alat untuk stabilitas ekonomi dan politik dalam suatu negara. Pertanian menjadi

    alat pemersatu bangsa hal ini sangat beralasan karena pada dasarnya pangan adalah

    kebutuhan yang paling primer (dasar) yang harus dipenuhi baik untuk sekedar bertahan

    hidup maupun untuk meningkatkan gizi. Bangsa yang tercukupi gizinya akan tumbuh

    dan berkembang menjadi negara yang maju.

    Banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa negara kita yang kaya ini masih belummampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Negara yang sebagian besar

    penduduknya berprofesi sebagai petani, hidup di pedesaaan dan merupakan golongan

    masyarakat yang berpenghasilan renda. Dr. Iskandar Andi Nuhung (2006), terkait

    permasalahan ini menyampaikan argumentasinya bahwa lebih dari 60 % penduduk

    Indonesia hidup dari sektor pertanian, berdiam di pedesaan dan merupakan golongan

    masyarakat yang berpenghasilan rendah, maka golongan masyarakat inilah yang harus

    menjadi titik sentral pembangunan nasional terutama dalam pengarahan investasi.

    Penulis pribadi sepakat dengan pendapat ini dan membenarkan karena telah terdapat

    4

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    5/25

    fakta dan bukti yang kuat. Pada masa yang lalu ketika pertanian menjadi sentral

    pembangunan (leading sector), secara personal petani kita menjadi sejahtera dan dalam

    konteks negara, mampu mencapai swasembada beras pada tahun 1984.

    Dalam masalah pertanian di Indonesia, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi

    dua faktor yaitu internal dan eksternal. faktor internal dan eksternal saling berpengaruh

    antar satu sama lain. Faktor internal ini didefinisikan sebagai faktor yang ada dalam

    ruang lingkup petani dan faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar lingkup

    petani. Faktor internal yang menjadi permasalahan di Indonesia antara lain:

    1. Permodalan, sebagian besar petani tidak memiliki modal yang besar untuk

    mengembangkan usaha taninya.2. Prasarana produksi, modal yang kurang menyebabkan petani tidak mampu membeli

    sarana produksi seperti benih, bibit, pupuk dan pembasmi hama.

    3. Keterampilan, sebagian besar petani masih jarang yang mendapat pendidikan yang

    layak, kebanyakan dari mereka tidak pernah duduk di bangku sekolah.

    4. Pengetahuan dan pola pikir, belum memiliki pandangan agar usahanya lebih maju ke

    depan dan tidak ada usaha untuk meningkatkan pengetahuannya, baik dari segi tekni

    maupun non teknis.

    5. Manajemen produksi, produksi yang dilakukan petani belum sampai pada profit

    oriented namun lebih merupakan cara hidup.

    6. Motivasi, motivasi untuk bertani terkadang menurun bahkan hilang. Petani lebih

    memiliki melakukan urbanisasi dan bekerja sebagai buru pabrik.

    Sedangkan faktor eksternal, antara lain:

    1. Kebijakan pemerintah

    a. kebijakan impor, kegiatan impor lebih digalakkan sehingga produk lokal kalah

    bersaing sehingga petani mengalami kerugian.

    b. kebijakan subsidi, adanya pencabutan subsidi untuk saprodi baik itu benih

    ataupun pupuk.

    c. kebijakan alih fungsi lahan, lahan pertanian semakin berkurung dengan

    semakin majunnya industri baik itu manufaktur, perumahan dan lain. Lahan

    5

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    6/25

    pertanian yang subur menjadi sasaran utama bagi pebisnis bidang manufaktur

    dan perumahan.

    d. keijakan finansial, belum adanya lembaga khusus permodalan yang menjadi

    penopang sektor pertanian, ada wacana untuk mendirikan bank pertanian yang

    menawarkan suku bunga 5-6% bagi petani namun hingga saat ini hanya masih

    menjadi sebuah wacana.

    e. Kelembagaan, kelembagaan di sektor pertanian telah banyak yang tidak aktif

    seperti HIPA, KUD, dan Kelompok Tani.

    2. Kebijakan dan isu global, adanya perdagangan bebas, WTO, C-AFTA, politik

    penyesuaian struktur dari Bank Dunia (SAP) dan IMF. Perdagangan bebas yang terjadi

    hampir di berbagai wilayah dunia secara nyata memberikan dampak yang luarbiasa

    terhadap kondisi pertanian dalam negeri (faktor internal). Keikutsertaan dalam

    perjanjian perdagangan bebas tanpa adanya kesiapan yang matang, praktis membuat

    pasar dalam negeri dibanjiri oleh produk dari luar negeri. Hal ini adalah sebuah resiko

    yang berdampak secara sistemik yang dapat meningkatkan jumlah pengangguran dan

    tingkat kemiskinan.

    Program-program yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian terutama bahan

    pangan beras telah di-rumuskan oleh pemerintah dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara,

    program-program tersebut meliputi: intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi, dan dever-sifikasi.

    Akan tetapi didalam pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian kita dapatkan

    perbedaan antara hasil nyata (riil) yang diperoleh petani dengan hasil potensial yang bisa

    dicapai oleh petani atau disebut denganyield gap.

    Didalam usahatani salah satu peran petani adalah sebagai manajer. Peran pe-tani sebagai

    manajer bertugas untuk mengambil keputusan tentang apa yang akan dihasilkannya dan

    bagaimana cara menghasilkannya, sehingga petani dituntut untuk mempunyai pengetahuan-

    pengeta-huan (Mosher, 1983). Akan tetapi menurut Prasetya (1993) petani masih perlu bim-

    bingan dalam pengambilan keputusan sebab pada umumnya petani:

    (a) Kurang pengetahuannya dalam cara-cara berproduksi yang baik

    (b) Kurang mengetahui cara-cara ber-produksi yang akan datang

    (c) Kurang mengetahui perubahan harga dan keadaan harga yang terjadi

    (d) Belum mengetahui orang-orang yang dapat dijadikan teman untuk ber-usahatani

    secara komersial.

    6

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    7/25

    Pengertian Diversifivikasi Pangan

    Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan pembangunan

    pertanian di Indonesia karena konsep tersebut telah banyak dirumuskan dan diinterprestasikan

    oleh para pakar. Kasryno et al. (1993) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya yang

    sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan

    pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup aspek produksi,

    konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Sementara Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada

    dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu

    diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi

    pangan. Kedua penulis tersebut menterjemahkan konsep diversifikasi dalam arti luas, tidak

    hanya aspek konsumsi pangan tetapi juga aspek produksi pangan. Pakpahan dan Suhartini(1989) menetapkan konsep diversifikasi hanya terbatas pangan pokok, sehingga diversifikasi

    konsumsi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh

    penambahan konsumsi bahan pangan non beras. Secara lebih tegas, Suhardjo dan Martianto

    (1992) menyatakan dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada

    diversifikasi konsumsi makanan pokok, tetapi juga makanan pendamping. Dari beberapa

    pendapat tersebut terlihat telah terjadi kerancuan dalam mengartikan konsep diversifikasi

    pangan. Dimensi diversifikasi pangan secara jelas dapat dibedakan apakah yang dimaksud

    diversifikasi produksi pangan atau diversifikasi konsumsi pangan atau kedua-duanya. Konsep

    harus dipahami secara jelas, sehingga dimensi mana yang akan digunakan juga akan jelas, tidak

    tumpang tindih. Dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada pangan

    pokok tetapi juga pangan jenis lainnya, karena konteks diversifikasi tersebut adalah untuk

    meningkatkan mutu gizi masyarakat secara kualitas dan kuantitas, sebagai usaha untuk

    meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

    7

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    8/25

    Arah Diversifikasi Konsumsi Pangan

    Program diversifikasi konsumsi pangan dapat diusahakan secara simultan di tingkat nasional,

    regional (daerah) maupun keluarga. Seperti telah disebutkan, upaya untuk mewujudkandiversifikasi konsumsi pangan sudah dirintis sejak awal dasawarsa 60-an, dimana pemerintah

    telah menyadari pentingnya dilakukan diversifikasi tersebut. Saat itu pemerintah mulai

    menganjurkan konsumsi bahan-bahan pangan pokok selain beras. Program yang menonjol

    adalah anjuran untuk mengkombinasikan beras dengan agung, sehingga pernah populer istilah

    beras jagung. Ada dua arti dari istilah itu, yaitu campuran beras dengan jagung dan

    penggantian konsumsi beras pada waktu-waktu tertentu dengan jagung. Kebijakan ini ditempuh

    sebagai reaksi terhadap krisis pangan yang terjadi saat itu (Rahardjo, 1993).

    Kemudian di akhir Pelita I (1974), secara eksplisit pemerintah mencanangkan kebijaksanaan

    diversifikasi pangan melalui Inpres No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan

    Rakyat (UPMMR), dan disempurnakan melalui Inpres No.20 tahun 1979. Namun dalam

    perjalanannya, tujuan diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan sebagai usaha untuk

    menurunkan tingkat konsumsi beras, dan diversifikasi konsumsi pangan hanya diartikan pada

    penganekaragaman pangan pokok, tidak pada keanakeragaman pangan secara keseluruhan,

    sehingga banyak bermunculan berbagai pameran dan demo masak-memasak yang

    menggunakan bahan baku non beras seperti dari sagu, jagung, ubikayu atau ubijalar, dengan

    harapan masyarakat akan beralih pada pangan non beras. Usaha tersebut kurang berhasil untuk

    mengangkat citra pangan non beras dan mengubah pola pangan pokok masyarakat.

    Setelah sekian lama, pada tahun 1991/1992 pemerintah melalui Departemen Pertanian mulai

    menggarap diversifikasi konsumsi melalui Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG).

    Berbeda dengan kondisi dasa warsa 60-an yang semata-mata karena terjadi krisis pangan, DPG

    dilakukan tatkala Indonesia sudah pernah mencapai swasembada beras, dan masyarakat

    tergantung pada beras. Program DPG bertujuan untuk mendorong meningkatnya ketahanan

    pangan di tingkat rumah tangga dan mendorong meningkatnya kesadaran masyarakat terutama

    di pedesaan untuk mengkonsumsi pangan yang beranekaragam dan bermutu gizi seimbang.

    Fokus program DPG lebih diarahkan pada upaya pemberdayaan kelompok rawan pangan di

    wilayah miskin dengan memanfaatkan pekarangan pada jangkauan sasaran wilayah program

    yang terbatas, sehingga upaya yang dilakukan adalah meningkatkan ketersediaan

    keanekaragaman pangan di tingkat rumah tangga.

    8

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    9/25

    Kemudian pada tahun anggaran 1998/ 1999 dilakukan revitalisasi program DPG untuk

    memberikan respon yang lebih baik dalam rangka meningkatkan diversifikasi pangan pokok.

    Upaya ini dilaksanakan dengan perubahan orientasi dari pendekatan sempit (pemanfaatan

    pekarangan untuk menyediakan aneka ragam kebutuhan pangan) ke arah yang lebih luas yaitu

    pemanfaatan pekarangan guna pengembangan pangan lokal alternatif. Pembinaannya pun tidak

    terbatas pada aspek budi daya tetapi juga meliputi aspek pengolahan dan penanganan pasca

    panen agar pangan lokal alternatif ini dapat memenuhi selera masyarakat (Proyek DPG Pusat,

    1998). Departemen Kesehatan juga melaksanakan program diversifikasi konsumsi pangan

    secara tidak langsung melalui program perbaikan gizi yang tujuan utamanya untuk menurunkan

    angka prevalensi Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Yodium

    (GAKI), dan anemia.

    Faktor Munculnya Diversifikasi Pertanian

    - Kekurangan bahan pangan padi

    - Mulai terbatasnya pemanfaatan lahan produktif untuk pertanian.

    - Ketergantungan pada satu atau dua jenis komoditi saja (Mubyarto, 1989).

    9

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    10/25

    10

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    11/25

    Tabel Produksi Pertanian Pada Tahun 2009

    11

    NO Provinsi Populasi Produksi (ton) produksi (kg) Kg/ha Kg/kapitaLuas Lahan Panen

    (ha)1 Aceh 4,494,410 1,540,405 1,540,405,000 4318.43 342.74 356,705

    2 Sumatera Utara 12,982,204 3,469,529 3,469,529,000 4488.82 267.25 772,927

    3 Sumatera Barat 4,846,909 2,060,320 2,060,320,000 4724.57 425.08 436,086

    4 R i a u 5,538,367 576,412 576,412,000 3563.93 104.08 161,735

    5 J a m b i 3,092,265 641,202 641,202,000 4163.92 207.36 153,990

    6 Sumatera Selatan 7,450,394 3,063,561 3,063,561,000 4128.07 411.19 742,129

    7 B e n g k u l u 1,715,518 480,606 480,606,000 3841.47 280.15 125,1108 L a m p u n g 7,608,405 2,547,516 2,547,516,000 4656.91 334.83 547,040

    9 Kep. Bangka Belitung 1,223,296 19,617 19,617,000 2731.41 16.04 7,182

    10 Kepulauan Riau 1,679,163 442 442,000 2966.44 0.26 149

    11 DKI Jakarta 9,607,787 8,570 8,570,000 5162.65 0.89 1,660

    12 Jawa Barat 43,053,732 10,620,613 10,620,613,000 5669.41 246.68 1,873,318

    13 Jawa Tengah 32,382,657 9,326,123 9,326,123,000 5538.42 288.00 1,683,897

    14 DI Yogyakarta 3,457,491 817,300 817,300,000 5594.80 236.39 146,082

    15 Jawa Timur 37,476,757 10,839,308 10,839,308,000 5900.54 289.23 1,837,004

    16 Banten 10,632,166 1,857,323 1,857,323,000 5053.84 174.69 367,507

    17 B a l i 3,890,757 846,075 846,075,000 5863.79 217.46 144,288

    18 Nusa Tenggara Barat 4,500,212 1,861,781 1,861,781,000 4991.72 413.71 372,974

    19 Nusa Tenggara Timur 4,683,827 595,872 595,872,000 3061.86 127.22 194,611

    20 Kalimantan Barat 4,395,983 1,267,211 1,267,211,000 3126.47 288.27 405,317

    21 Kalimantan Tengah 2,212,089 551,013 551,013,000 2693.72 249.09 204,555

    22 Kalimantan Selatan 3,626,616 2,012,400 2,012,400,000 3988.69 554.90 504,527

    23 Kalimantan Timur 3,553,143 587,206 587,206,000 3835.44 165.26 153,100

    24 Sulawesi Utara 2,270,596 546,825 546,825,000 4787.60 240.83 114,217

    25 Sulawesi Tengah 2,635,009 1,003,598 1,003,598,000 4557.77 380.87 220,195

    26 Sulawesi Selatan 8,034,776 4,139,492 4,139,492,000 4922.97 515.20 840,853

    27 Sulawesi Tenggara 2,232,586 418,487 418,487,000 3894.61 187.44 107,453

    28 Gorontalo 1,040,164 241,557 241,557,000 5227.04 232.23 46,213

    29 Sulawesi Barat 1,158,651 345,697 345,697,000 4778.98 298.36 72,337

    30 M a l u k u 1,533,506 77,292 77,292,000 3819.91 50.40 20,234

    31 Maluku Utara 1,038,087 46,694 46,694,000 3431.87 44.98 13,606

    32 Papua Barat 760,422 42,774 42,774,000 3569.26 56.25 11,984

    33 Papua 2,833,381 108,325 108,325,000 3610.35 38.23 30,004

    Jumlah Nasional 237,641326 62,561,146 62,561,146,000 4,938.13 263 12,668,989

    Sumber: Badan Pusat Statistik

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    12/25

    Berdasarkan data BPS tahun 2009, konsumsi beras Indonesia perkapita adalah 139 kg. Berarti konsumsi beras penduduk Indonesia perorang

    perhari pada tahun 2009 adalah 139 kg x 1000 = 139000 g : 365 hari = 380,82 g atau dibulatkan kurang lebih 380 gram.(Sumber :

    Republika.go.id)

    TABEL KONSUMSI BERAS INDONESIA TAHUN 2009

    No. Provinsi PopulasiProduksi pertahun

    (kg)

    Konsumsi

    beras per orang

    per hari (gram)

    Konsumsi beras

    penduduk pertahun (kg)

    Kondisi

    Kecukupan Beras

    1 Aceh 4,494,410 1,540,405,000 380 623,374,667 surplus

    2 Sumatera Utara 12,982,204 3,469,529,000 380 1,800,631,695 surplus

    3 Sumatera Barat 4,846,909 2,060,320,000 380 672,266,278 surplus

    4 R i a u 5,538,367 576,412,000 380 768,171,503 defisit

    5 J a m b i 3,092,265 641,202,000 380 428,897,156 surplus

    6 Sumatera Selatan 7,450,394 3,063,561,000 380 1,033,369,648 surplus

    7 B e n g k u l u 1,715,518 480,606,000 380 237,942,347 surplus

    8 L a m p u n g 7,608,405 2,547,516,000 380 1,055,285,774 surplus

    9 Kep. Bangka Belitung 1,223,296 19,617,000 380 169,671,155 defisit

    10 Kepulauan Riau 1,679,163 442,000 380 232,899,908 defisit

    Sumatera 50,630,931 14,399,610,000 7,022,510,130 surplus

    11 DKI Jakarta 9,607,787 8,570,000 380 1,332,600,057 defisit

    12 Jawa Barat 43,053,732 10,620,613,000 380 5,971,552,628 surplus

    13 Jawa Tengah 32,382,657 9,326,123,000 380 4,491,474,526 surplus14 DI Yogyakarta 3,457,491 817,300,000 380 479,554,002 surplus

    15 Jawa Timur 37,476,757 10,839,308,000 380 5,198,026,196 surplus

    16 Banten 10,632,166 1,857,323,000 380 1,474,681,424 surplus

    Jawa 136,610,590 33,469,237,000 18,947,888,833 surplus

    17 B a l i 3,890,757 846,075,000 380 539,647,996 surplus

    18 Nusa Tenggara Barat 4,500,212 1,861,781,000 380 624,179,404 surplus

    12

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    13/25

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    14/25

    Analisis Data

    Sumatera

    Berdasarkan data diatas, pada tahun 2009, dapat dilihat secara keseluruhan produksi

    beras di Pulau Sumatera mampu mencukupi kebutuhan konsumsi beras penduduknya

    pertahunnya. Namun jika dilihat secara per provinsi, masih ada provinsi yang belum mampu

    mencukupi kebutuhan konsumsi beras di wilayahnya, yaitu Provinsi Riau, Kepulauan Bangka

    Belitung dan Kepulauan Riau.

    Pada Provinsi Riau, kurangnya produksi beras disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

    terjadinya alih fungsi lahan pertanian sebagai komoditi pangan menjadi lahan tanaman

    komoditi yang bernilai ekonomi. Lahan pertanian diubah menjadi perkebunan sawit, hal ini

    meningkatkan kesejahteraan penduduk Riau namun kemampuan untuk memenuhi kebutuhan

    konsumsi beras menjadi berkurang. Maka untuk mencukupinya, Provinsi Riau membutuhkan

    suplai dari daerah lain, yaitu Sumatera Barat.

    Untuk Kepulauan Bangka Belitung, faktor yang menyebabkan produksi berasnya belum

    mampu mencukupi kebutuhan konsumsi beras penduduknya antara lain gangguan hama,

    gangguan alam bencana banjir, penurunan sumber daya lahan sawah irigasi, dan pengaruh

    negatif dari penambangan timah yang terdapat disana. Seperti yang kita ketahui, Kep. Bangka

    Belitung merupakan salah satu penghasil timah terbesar, namun berpengaruh negatif bagi

    kondisi pertaniannya. Dampak negatif dari pasca penambangan timah ini didominasi oleh

    hamparan tailing, overburden, dan kolong yang berakibat menurunnya kualitas lahan pertanian

    di daerah tersebut. Untuk itu membutuhkan suplai dari wilayah lain. Dan wilayah yang

    berpotensi untuk mensuplai provinsi ini adalah Sumatera Selatan.

    Pada Kep. Riau, hasil produksi pertanian padinya masih sangat jauh untuk memenuhi

    kebutuhan konsumsi beras penduduknya. Hal ini masih bisa diatasi dengan melakukan

    diversifikasi pangan, karena di wilayah tersebut juga memproduksi tanaman palawija lainnya

    yang mengandung karbohidrat, bahkan hasilnya lebih tinggi disbanding produksi padinya.

    Tetapi, produksi tanaman palawija yang mengandung karbohidrat di wilayah tersebut jika

    dijumlahkan masih belum bisa mencukupi kebutuhan karbohidrat, maka perlu dilakukan juga

    pensuplaian beras dari wilayah lain. Menurut data yang didapat, Kepulauan Riau sangat

    bergantung pada Provinsi Jambi dalam memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya. Kedua

    provinsi ini memang saling bersinergi.

    Seperti yang dilihat dalam data, wilayah yang memiliki potensi untuk mendistribusikan

    hasil produksi berasnya ke wilayah Riau, Kep. Bangka Belitung, dan Kep. Riau adalah

    14

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    15/25

    Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung. Karena keempat wilayah

    tersebut hasil produksinya sudah sangat mencukupi kebutuhan beras di wilayahnya masing-

    masing dan surplus yag didapat lebih banyak disbanding wilayah lain. Pendistribusian

    dilakukan dari wilayah yang terdekat dan mudah di jangkau agar lebih efisien dan yang

    terpentingnya tidak membutuhkan biaya transportasi yang besar sehingga harga beras tidak

    mahal.

    Jawa

    Berdasarkan data, pada tahun 2009 di Pulau Jawa hampir semua provinsi mampu

    mencukupi kebutuhan konsumsi beras penduduknya. Faktor pendukung tingginya hasil

    produksi beras di Pulau Jawa adalah keadaan kemirigan tanah di pulau tersebut yang sesuai

    dengan syarat lahan pertanian yaitu maksimal sebesar 15-20%, selain itu wilayah Pulau Jawa

    yang umumnnya tanahnya sangat subur. Hal ini dibuktikan pada tahun 2009 produksi beras

    tertinggi adalah Jawa Timur dan juga Jawa Barat yang tidak jauh berbeda angkanya. Hampir

    semua provinsi tercukupi kecuali DKI Jakarta. Hal ini tidak mengherankan, karena seperti yang

    dapat kita lihat, di DKI Jakarta lahan pertanian semakin sedikit karena terjadi alih fungsi lahan

    pertanian menjadi gedung-gedung atau sarana umum lainnya. Kurang tepat pula jika di DKI

    Jakarta dilakukan diversifikasi pangan karena hasil produksi tanaman palawija yang

    mengandung palawija pun sangat sedikit. Untuk itu DKI Jakarta membutuhkan suplai dari

    wilayah lain, yaitu Jawa Barat yang memiliki lumbung padi terbesar di Karawang. Kalu di

    Jawa Timur adalah Bojonegoro.

    Deskripsi Data (Kalimantan)

    Berdasarkan data Badan Pusat Statitistik (BPS) tahun 2009 , empat Provinsi di

    Kalimantan meliputi Provinsi Kalimantan Barat,KalimantanTengah,Kalimantan Selatan dan

    Kalimantan Timur, memiliki produksi beras pertahun sekitar 4.462.689 Ton. Dengan jumlah

    populasi 13.787.831 jiwa. Provinsi Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan produksi beras

    terbesar yaitu 2.012.400.000 kg/tahun. Sedangkan Provinsi Kalimantan Tengah menjadi

    Provinsi dengan hasil produksi beras terendah pertahunnya yaitu sebesar 551.013.000 kg/tahun.

    Selain itu Provinsi Kalimantan Barat menjadi provinsi dengan hasil produksi kedua terbesar

    15

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    16/25

    yaitu 1,267,211,000 kg/tahun, dan Kalimantan Timur menjadi provinsi penghasil beras

    terbesar ketiga dengan produksi 587,206,000 kg/tahun.

    Analisis Data (Kalimantan)

    1. Kalimantan Selatan

    Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statitistik (BPS) tahun 2009, Provinsi

    Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan produksi beras terbesar di Kalimantan yaitu

    2.012.400.000 kg/tahun, hal tersebut dikarenakan beberapa faktor diantaranya, Kalimantan

    Selatan memiliki lahan panen terluas dibandingkan ketiga Provinsi lainnya yaitu, 504.527 Ha.,

    selain itu hingga saat ini, tak kurang dari 322.763 Kepala Keluarga di provinsi ini merupakan

    petani. Sejumlah daerah di Kalimantan pun menjadi Sentra produksi beras,diantaranya

    Kabupaten Barito Kuala (dengan kontribusi 16,2 persen), Tapin (12 persen), Kandangan (11,29

    persen), Hulu Sungai Tengah (10,06 persen), Tabalong (7,61 persen) dan Kab. Hulu Sungai

    Selatan (7,22 persen). Produksi beras provinsi ini masih berpeluang besar untuk meningkat

    mengingat masih besarnya potensi lahan yang tersedia. Dengan konsumsi beras Indonesia

    sebesar 139 kilogram per kapita per tahun (Berdasarkan data BPS) dan total populasi penduduk

    Kalimantan Selatan sejumlah 3,626,616 jiwa,maka konsumsi beras penduduk Kalimantan

    Selatan pertahun diperkirakan sekitar 503,011,639 kg. Hal tersebut menunjukan ProvinsiKalimantan Selatan memilki kondisi kecukupan beras dalam keadaan surplus.

    2. Kalimantan Barat

    Kalimantan Barat menjadi provinsi dengan produksi beras terbesar kedua di

    Kalimantan yaitu 1,267,211,000 kg/tahun,berdasarkan data Badan Pusat Statitistik (BPS)

    tahun 2009. Provinsi Kalbar juga memilki lahan panen terluas kedua di Kalimantan setelah

    Provinsi Kalimantan Selatan yaitu 405.317 Ha, hal tersebut menjadi salahsatu faktor

    Provinsi ini menjadi penghasil beras terbesar kedua. Kalimantan Barat memiliki jumlah

    konsumsi beras pertahun terbesar diantara ketiga provinsi lainnya yaitu sekitar 609,722,842 kg.

    Tingginya angka tersebut dikarenakan Kalimantan Barat memiliki jumlah penduduk terbesar

    yaitu sekitar 4,395,983 jiwa, dan mengalami peningkatan jumlah penduduk. Dari jumlah

    produksi beras pertahun Provinsi Kalimantan Barat yang lebih tinggi dari jumlah konsumsi

    beras penduduk pertahunnya,maka hal tersebut menunjukan Provinsi Kalimantan Barat

    memilki kondisi kecukupan beras dalam keadaan surplus.

    16

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    17/25

    3. Kalimantan Timur

    Kalimantan Timur adalah provinsi dengan produksi beras terbesar ketiga di

    Kalimantan yaitu 587,206,000 kg/tahun. Kalimantan Timur juga memilki luas lahan panen

    ketiga yaitu 153.100 Ha. Meskipun luas lahan panen Kalimantan timur paling kecil dibanding

    luas lahan panen ketiga Provinsi lainnya,namun hasil produksi beras provinsi ini sebesar

    587,206,000 kg/tahun masih diatas provinsi lainnya di Kalimantan yaitu Provinsi Kalimantan

    Tengah. Hal tersebut dikarenakan keberhasilan beberapa daerah di Kalimanan Timur seperti

    Kabupaten Malinau yang sukses menaikan produksi padi pada tahun 2009 sebesar 17.77,

    menjadi 26.742 ton dengan luas panen 10.720 Ha. Dengan jumlah konsumsi penduduk sebesar

    492,820,934 kg/tahun ditahun 2009 dari jumlah penduduk sekitar 3,553,143 jiwa, Provinsi

    Kalimantan Timur memilki kondisi kecukupan beras dalam keadaan surplus.

    4. Kalimantan Tengah

    Kalimantan Tengah merupakan daerah dengan produksi beras paling rendah di

    Kalimantan yaitu sebesar 551,013,000 kg/tahun, meskipun memiliki luas lahan panen yang

    lebih luas dibandingkan Provinsi Kalimantan Timur yaitu sekitar 204.555 Ha. Hal tersebut

    disebabkan produktivitas padi di Kalimantan Tengah masih berkisar antara 2,5-2,75 ton per

    hektar (Ha), jauh lebih rendah dibandingkan produktivitas rata-rata nasional sebesar 4,5-5,5 ton

    per Ha. Rendahnya produktivitas padi juga disebabkan oleh persoalan tata air mikro (irigasi).

    Saluran irigasi belum menjangkau daerah-daerah penghasil padi, sebagian besar sawah di

    Kalteng hanya dipanen sekali dalam setahun,selain itu, padi yang digunakan adalah varietas

    lokal dan belum menggunakan varietas unggul. Provinsi Kalimantan Tengah juga memiliki

    jumlah konsumsi beras penduduk pertahun terkecil dibandingkan Provinsi di Kalimantan

    lainnya,yaitu 306,816,744 kg/tahun, hal tersebut dikarenakan Kalimantan Tengah memliki total

    populasi sekitar 2,212,089 jiwa. Jumlah penduduk tersebut lebih kecil dari ketiga provinsi

    lainnya. Dengan produksi beras pertahun yang melebihi jumlah konsumsi penduduk ,hal

    tersebut menunjukan Provinsi Kalimantan Selatan memilki kondisi kecukupan beras dalam

    keadaan surplus.

    Analisis Data Sulawesi

    17

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    18/25

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    19/25

    Pada Provinsi Nusa Tenggara Timur Jumlah konsumsi beras penduduk pertahun lebih besar

    (649,646,805) dibandingkan dengan produksinya (4,683,827) .Hal ini dikarenakan factor

    iklim. Fenomena iklim El-nino membawa dampak terjadinya kekeringan di beberapa wilayah

    NTT yang disebabkan oleh rendahnya intensitas dan frekuensi curah hujan serta pendeknya

    rentang waktu musim hujan. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya gagal panen di

    beberapa Kabupaten di NTT. Ditambah dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan

    daerah kepulauan dengan luas perairan mencapai 200.000 km2 dan luas daratan seluruhnya

    47.347,9 km2 yang sebagian besar atau 96,5% berupa lahan kering dan lahan basah sekitar

    3,5%. Secara klimatologis, NTT tergolong ke dalam daerah semi-arid dengan curah hujan yang

    rendah. Musim hujan dan bulan basah umumnya berlangsung pendek, yaitu sekitar 3 (tiga)

    sampai 4 (empat) bulan dan bulan kering berlangsung antara 6 (enam) sampai 9 (sembilan)

    bulan.

    19

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    20/25

    Dengan menggunakan asumsi luas lahan pertanian dan kebutuhan konsumsi masyarakat NTT

    mengalami kekurangan pasokan beras .Untuk memenuhi kekurangan tersebut, pengusaha

    sebagian besar mendatangkan dari Surabaya, Makassar dan NTB.

    Walaupun NTT mengalami kekurangan beras , namun NTT memiliki diservikasi pangan

    tanaman jagung, dan beberapa jenis kacang-kacangan . Ini dikarenakan rata-rata lahan di nusa

    tenggara timur adalah lahan kering dan dengan intensitas curah hujan yang sedikit ,sehingga

    cocok di tanami jagung dan beberapa kacang-kacangan.

    Produksi beras di Nusa Tenggara Barat adalah 1,861,781,000 dan konsumsi beras pertahunnya

    adalah 624,179,404. Nusa tenggara Barat memiliki lahan basah yang lebih banyak di

    bandingkan dengan NTT hal ini yang menyebabkan NTB memiliki produksi padi yang cukup

    untuk di konsumsi penduduknya pertahun,Namun walaupun NTT lebih sedikit lahan

    basahnya ,NTT memiliki lahan kering yang lebih banyak sehingga dapat di Tanami bahan

    pangan penggati beras seperti jagung dan sebagian kacang-kavcangan.Jadi NTT walupun

    kekurangan pasokan beras namun dapat tertutupi oleh banhan pangan yang lainnya.

    Maluku

    Maluku Maluku Utara

    20

    Produsi (Ton)

    Jagung 18,528

    Ubi kayu 107,493

    Ubi jalar 21,999

    Kacang tanah 3,086

    Kacang kedelai 636

    Kacang Hijau 329

    18.528

    107.493

    21.9993.086 636 329

    0

    50.000

    100.000

    150.000

    Maluku

    Produsi (Ton)

    18.52818.528

    107.493

    21.9993.086636 3290

    20.00040.00060.000

    80.000100.000120.000

    Maluku Utara

    Produsi (Ton)

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    21/25

    Maluku memiliki Produksi 77,292,000 kg dan konsumsi padi pertahun 212,697,282. Maluku

    Utara memiliki produksi 46,694,000kg dan konsumsi padi pertahun 143,982,667. Maluku

    memiliki jumlah produksi padi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi padi hal ini

    dikarenakan lahan produksi padi di sana kurang.Maluku dan Maluku Utara di pasok beras dari

    Sulawesi karena lebih dekat jaraknya dan Sulawesi memiliki produksi padi yang cukup.Namun

    Maluku dapat menutupi kekurangan bahan pangan dengan jagung ,ubi kayu,ubi jalar,kacang

    tanah,kacang kedelai dan kacang hijau.Ubi kayu di Maluku dan Maluku Utara lebih banyak dri

    pada jagung, ubi jalar,kacang tanah,kacang kedelai dan kacang hijau.Sehingga dapat Maluku

    mendiversifikasi bahan pangan padi dengan ubi kayu.Sebelum pemerataan bahan pangan pun

    Maluku sudah mengenal bahan pangan yang lainnya,

    Papua

    Papua Barat Papua

    Produsi (Ton)

    Jagung 1,238

    Ubi kayu 13,666

    Ubi jalar 12,929

    Kacang tanah 694

    Kacang kedelai 1,230

    Kacang Hijau 296

    21

    Produsi (Ton)

    Jagung 7,159

    Ubi kayu 35,616

    Ubi jalar 334,235

    Kacang tanah 2,863

    Kacang kedelai 4,279

    Kacang Hijau 1676

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    22/25

    Papua barat pengkonsumsi beras terrendah se Indonesia yaitu (105,470,531) ,produksi tahun

    2009 42,774,000 kg dan dengan jumlah populasi terendah di Indonesia (760,422). Papua

    konsumsi beras penduduk pertahunnya adalah 392,989,945 dengan jumlah penduduk 2,833,381

    dan produksi pertahun 108,325,000 kg

    Papua Barat memiliki luas yang lebih kecil di bandingkan dengan luas provinsi papua ,hal ini

    yang menyebabkan produksi bahan pangan di papua barat lebih sedikit dibandingkan dengan

    papua.Konsumsi beras di Papua barat adalah yang terendah ini karena jumlah penduduk yang

    sedikit sehingga tidak dapat memanfaatkan lahan dengan maksimal.

    Daerah di Papua yang memiliki relif yang terjal sebagian besar sehingga produksi padi sedikit .

    Papua memiliki daya dukung lahan yang rendah, kemampuan lahan yang rendah ini disebabkan

    karena kondisi fisik lahan atau tanah yang kurang baik atau kurang produktif sehingga hasil

    pertanian yang dihasilkan dari lahan pertanian tersebut tidak terlalu besar .

    Produksi Pangan di Papua tidak dapat untuk memenuhi kebutuhan penduduk untuk sebagian

    besar kabupaten di Pulau papua.

    Produksi padi yang terbanyak adalah di Jawa Timur,namun apabila jawa timur harus memasok

    beras ke papua ini membutuhkan waktu yang sangat lama dan ongkos pengiriman yang

    tinggi.Menyebabkan harga beras di papua jauh lebih tinggi karena pengaruh aksesnya.Sehingga

    seharusnya pulau-pulau terdekatnya seperti Sulawesi dapat memasok padi ke Papua agar dapat

    memenuhi kebutuhan konsumsi padi dan harganya lebih murah,

    Bali

    Pada Provinsi Bali Jumlah konsumsi beras penduduk pertahun adalah 846,075,000 kg dengan

    Konsumsi pada tahun 2009 adalah 539,647,996. Bali memiliki produksi beras yang cukup

    untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras di daerahnya.Bali dapat memasok beras ke Nusa

    Tenggara Timur

    22

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    23/25

    Produsi (Ton)

    Jagung 83,512

    Ubi kayu 162,799

    Ubi jalar 84,469

    Kacang tanah 15,214

    Kacang kedelai 16,381

    Kacang Hijau 917

    23

    83.512

    162.799

    84.469

    15.21416.381

    917050.000

    100.000150.000200.000

    Bahan Pangan di Bali Tahun2009

    Produsi (Ton)

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    24/25

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan dan Saran

    Dari data tersebut dapat dilihat bahwa konsumsi beras pada tiap provinsi berbeda-beda

    dan hasil produksi beras di masing-masing provinsi juga berbeda. Provinsi yang hasil produksi

    berasnya tertinggi pada tahun 2009 adalah Jawa Timur, sedangkan yang terendah adalah

    Kepulauan Riau. Dilihat dari sisi konsumsi, Provinsi Jawa Barat adalah daerah yang konsumsi

    berasnya tertinggi, sedangkan yang terendah adalah Papua Barat. Dari 33 provinsi, daerah yang

    masih belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi pendudukny aselama pertahun ada 9

    provinsi, yaitu Riau, Bangka Belitung, Kep.Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur.

    Dari data dan analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil produksi beras nasional

    Indonesia sebenarnya masih mampu mencukupi kebutuhan konsumsi beras penduduk

    Indonesia. Namun, sayangnya, jumlah hasil produksi pada masing- masing wilayah berbeda

    dan tidak merata. Selain itu, tingkat kebutuhan konsumsi beras penduduk di masing-masingwilayah juga berbeda. Untuk itu, dibutuhkan pemerataan pensuplaian beras dari wilayah yang

    hasil produksi berasnya tinggi ke wilayah yang produksi wilayahnya rendah. Selain

    pensuplaian dapat dilakukan juga diversifikasi pangan bagi wilayah yang masih defisit dalam

    memenuhi kebutuhan berasnya dengan tanaman palawija yang mengandung karbohidrat jika

    wilayah tersebut mampu menghasilkan tanaman palawija yang mencukupi.

    24

  • 7/31/2019 Bab 1 Dan 2 Print

    25/25

    DAFTAR PUSTAKA

    AyiekSihSayekti. 2008.PolaKonsumsiPanganRumahTangga di Wilayah HistorisPanganBeras

    Dan Non Beras Di Indonesia.PusatAnalisisSosialEkonomidanKebijakanPertanian:DepartemenPertanian.

    BPS, 2009.Provinsi Papua DalamAngkaTahun 2009.

    http://tanamanpangan.deptan.go.id/index.php/berita/topdf/55

    http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=60926

    www.km.ristek.go.id

    www.wikipedia.com

    http://tanamanpangan.deptan.go.id/index.php/berita/topdf/55http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=60926http://www.wikipedia.com/http://tanamanpangan.deptan.go.id/index.php/berita/topdf/55http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=60926http://www.wikipedia.com/