BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Bawang Hitamrepository.poltekkes-tjk.ac.id/85/6/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Bawang Hitamrepository.poltekkes-tjk.ac.id/85/6/BAB...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Bawang Hitam
a) Klasifikasi bawang putih menurut sistem klasifkasi Cronquist (1981) dan
APG II (2003) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Asparagales
Suku : Ammaryllidaceae
Marga : Allium
Jenis : Allium sativum L.
b) Definisi
Bawang hitam adalah salah satu jenis produk bawang putih yang telah
melalui proses pemanasan pada suhu 55ºC selama 60 menit, pada 70ºC selama 60
menit, dan kemudian 85ºC selama 24 jam dan difermentasi pada suhu ruang
selama 3 minggu (Seo et al, 2009). Dalam proses pemanasan, bawang putih segar
akan berubah warna menjadi hitam, teksturnya akan lebih lengket, kenyal seperti
jelly, dan memiliki rasa yang lebih manis dan lebih asam dibandingkan dengan
bawang putih segar.
Sumber : Rofikhotul, 2016
Gambar 2.1 Bawang Hitam (Black garlic)
7
8
c) Kandungan dan Manfaat
Bawang putih (Allium sativum L.) yang telah mengalami pemanasan menjadi
bawang hitam (Black garlic) banyak digunakan sebagai makanan dan rempah-
rempah serta memiliki berbagai manfaat kesehatan dan sifat antioksidan yang
signifikan (Zhang, 2014).
Metabolit sekunder yang terkandung di dalam umbi bawang putih
membentuk suatu sistem kimiawi yang kompleks serta merupakan mekanisme
pertahanan diri dari kerusakan akibat mikroorganisme dan faktor eksternal
lainnya. Sistem tersebut juga ikut berperan dalam proses perkembangbiakan
tanaman melalui pembentukan tunas (Amagase et al, 2001). Sebagaimana
kebanyakan tumbuhan lain, bawang putih mengandung lebih dari 100 metabolit
sekunder yang secara biologi sangat berguna (Challem, 1995) dalam (Hernawan
dan Setyawan, 2003). Senyawa ini kebanyakan mengandung belerang yang
bertanggung jawab atas rasa, aroma, dan sifat-sifat farmakologi bawang putih
(Ellmore dan Fekldberg, 1994).
Dua senyawa organosulfur paling penting dalam umbi bawang putih, yaitu
asam amino non volatil γ-glutamil-Salk(en)il-L-sistein dan minyak atsiri S-
alk(en)ilsistein sulfoksida atau alliin. Senyawa organosulfur lain yang terkandung
dalam umbi bawang putih antara lain, S-propilsistein (SPC), S-etil-sistein (SEC),
dan S-metil-sistein (SMC). Umbi bawang putih juga mengandung senyawa
organo-selenium dan tellurium, antara lain Se-(metil)selenosistein,
selenometionin, dan selenosistein. Senyawa- senyawa tersebut mudah larut dalam
air (Gupta dan Porter, 2001).
Beberapa senyawa bioaktif flavonoid penting yang telah ditemukan antara
lain: kaempferol-3-O-β-Dglukopiranosa dan iso-rhamnetin-3-O-β-Dglukopiranosa
(Kim et al., 2000) dalam (Hernawan dan Setyawan, 2003). Senyawa frukto-
peptida yang penting, yaitu Nα-(1-deoxy-Dfructose-1-yl)- L-arginin (Ryu et al,
2001). Eksplorasi tentang aktivitas biologi umbi bawang putih yang terkait
dengan farmakologi, antara lain sebagai antidiabetes, anti- hipertensi, anti-
kolesterol, antiatherosklerosis, anti-oksidan, anti-agregasi sel platelet, pemacu
fibrinolisis, anti-virus, antimikrobia, dan anti-kanker (Hernawan dan Setyawan,
2003).
9
Ketika bawang putih segar mengalami proses pemanasan, bawang putih segar
berubah menjadi berwarna hitam, bertekstur seperti jelly dan lengket, memiliki
rasa lebih manis dan asam dibandingkan bawang putih segar. Selain itu, terjadi
perubahan beberapa senyawa bioaktif seperti S-allylcysteine, vitamin, asam
fenolik dan flavonoid dalam bawang hitam yang berlangsung selama proses
pemanasan (Kim et al, 2013). Jumlah S-allylciysteine, salah satu dari komponen
utama belerang yang mengandung senyawa asam amino lima sampai enam kali
lebih tinggi dari bawang putih segar (Bae et al, 2012).
Selain itu dilaporkan bahwa total kandungan fenolik dan total kandungan
flavonoid dari bawang hitam lebih tinggi dari bawang putih segar. Peningkatan
aktivitas antioksidan dari senyawa polifenol ekstrak bawang hitam terjadi 4-10
kali lebih tinggi daripada ekstrak bawang putih segar (Kim et al, 2013).
Total vitamin yang larut dalam air meningkat sekitar 1,15 – 1,92 kali,
sementara total vitamin yang larut dalam lemak menurun signifikan selama proses
pemanasan (Kim et al, 2013).
Alliin atau (+) S-(2-propenyl)-L-cysteine sulfoxide adalah prekursor subtansi
allicin (alil 2-propenethiosulphinate atau dialil thiosulfinate). Senyawa ini dapat
digunakan dalam neutraceutical serta sebagai aplikasi medis seperti antioksidan,
antimikroba dan aktivitas hipolipidemik (Amagase, 2006)
Jumlah alliin dalam bawang hitam berkurang sebanyak delapan kali
dibandingkan dengan bawang putih segar. Hal itu menunjukkan bahwa proses
pemanasan dapat menurunkan kandungan alliin karena reaksi Mailland yang
melibatkan fruktosa, fruktan dan karbohidrat lain dalam sampel bawang putih
(Hua and Huang, 2006) dalam (Rofikhotul, 2016). Alasan lain yang
memungkinkan penurunan kandungan alliin dalam bawang hitam adalah alliin
dikonversi menjadi S-allylcysteine, S-allylmercapto-cysteine, arginine dan
senyawa lain yang tidak terdefinisi ketika mengalami proses pemanasan (Zhang et
al, 2013) dalam (Rofikhotul, 2016). Selain itu, alliinase yang dilepaskan dari sel
vakuola dalam jaringan bawang putih selama proses pemanasan dapat
menurunkan alliin ke alkil-sitotoksik dan aroma alkana- thiosulfinates, seperti
allicin (Amagase et al, 2001). Allicin dan thiosulfinat lainnya bisa didekomposisi
lebih lanjut menjadi senyawa lain seperti diallyl sufide (DAS), diallyl disulfide
10
(DAD) dan diallyl trisulfide (DAT), dithiin dan ajoene (Amagase, 2006).
2. Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian
terbesar dari kelompok lipida (Sudarmadji, 2007). Lemak dan minyak terdiri dari
trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai
panjang (Ketaren, 2012). Trigliserida merupakan senyawa hasil kondensasi satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (Sudarmadji, 2007).
Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, dan hal ini tergantung dari komposisi
asam lemak yang menyusunnya. Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk
umum trigliseridanya dan hanya berbeda dalam bentuk (wujud) (Ketaren, 1986).
Dalam dunia perdagangan, lemak dan minyak lebih banyak dikenal
digliserida dan monogliserida yang dibuat dengan sengaja dari hidrolisa tidak
lengkap trigliserida dan banyak dipakai dalam teknologi makanan misalnya
sebagai bahan pengemulsi, penstabil dan lain-lain. Di samping itu lemak dan
minyak juga merupakan sumber alamiah vitamin-vitamin yang terlarut dalam
minyak yaitu vitamin A, D, E, dan K (Sudarmadji, 2007).
1) Pembentukan Lemak (Trigliserida)
Proses pembentukan lemak dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak, dan kondensasi asam
lemak dengan gliserol.
a) Sintesis Gliserol
Pada reaksi ini fruktosa difosfat diuraikan oleh enzim aldosa menjadi
dihidroksi aseton fosfat, kemudian direduksi menjadi α-gliserofosfat. Gugus
fosfat dihilangkan melalui proses fosforilasi sehingga akan terbentuk molekul
gliserol.
b) Sintesis Asam Lemak
Asam lemak dapat dibentuk dari senyawa-senyawa yang mengandung karbon
seperti asam asetat, asetaldehida, dan etanol.
c) Kondensasi Asam Lemak dengan Gliserol
Dalam proses pembentukannya, lemak (trigliserida) merupakan hasil proses
kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak
11
(umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul
trigliserida dan tiga molekul air (Sudarmadji, 2007).
Sumber : Sudarmadji, 2007
Gambar 2.2 Pembentukan Trigliserida
Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan
tidak murni dan bercampur dengan komponen-komponen lain yang disebut fraksi
lipida. Fraksi lipida terdiri dari minyak/lemak (edible fat/oil), malam (wax),
fosfolipida, sterol, hidrokarbon, dan pigmen. Kandungan lemak dalam bahan
pangan adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah
yang sebenarnya (Winarno, 1992).
3. Sifat Fisika dan Kimia Minyak dan Lemak
A. Sifat Fisik Minyak dan Lemak
1. Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan, yaitu zat warna alamiah
dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah.
a. Zat Warna Alamiah
Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam
bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses
ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xantofil,
klorofil, dan anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning,
kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat dalam
minyak, yaitu :
1) Warna gelap
Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E).
Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau
12
turut terekstrak bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari
minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan
penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan dengan cara
hidraulik atau expeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi.
b. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang
lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap.
c. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organic tertentu.
d. Logam seperti Fe, Cu, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak
diinginkan dalam minyak.
e. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama oksidasi
tokoferol dan chroman 5,6 quinone menghasilkan warna kecoklat-coklatan.
2) Warna Cokelat
Pigmen cokelat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal
dari bahan yang telah busuk atau memar. Hal itu dapat pula terjadi karena reaksi
molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari
molekul protein dan yang disebabkan karena aktivitas enzim-enzim, seperti
phenol oxidase, polyphenol oxidase dan sebagainya.
3) Warna Kuning
Hubungan yang erat antara proses absorpsi dan timbulnya warna kuning
dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini
timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai
ungu kemerah-merahan.
2. Bau Amis dalam Minyak dan Lemak
Lemak atau bahan pangan berlemak, seperti lemak babi, mentega, krim, susu
bubuk, hati, dan bubuk kuning telur dapat menghasilkan bau tidak enak yang
mirip dengan bau ikan yang sudah basi. Begitu pula bahan makanan yang
mengandung chlorine, menghasilkan susu berbau amis. Bau amis tersebut diatas
dapat juga disebabkan oleh interkasi trimetil-amin oksida dengan ikatan rangkap
dari lemak tidak jenuh.
13
3. Odor dan Flavor
Odor dan flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami, juga
terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sehingga
hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan tetapi, pada umumnya
odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak.
4. Kelarutan
Minyak dan lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak. Minyak dan
lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil
eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen.
5. Titik Cair dan Polymorphism
Pengukuran titik cair minyak atau minyak, suatu cara yang lazim digunakan
dalam penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni,
tidak mungkin diterapkan disini, karena minyak atau lemak tidak mencair dengan
tepat pada suatu nilai temperatur tertentu.
Polymorphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat
lebih dari satu bentuk Kristal. Polymorphism sering dijumpai pada beberapa
komponen yang mempunyai rantai karbon panjang. Polymorphism penting untuk
mempelajari titik cair minyak atau lemak, dan asam lemak beserta ester-esternya.
6. Titik Didih (Boiling Point)
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah
panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
7. Titik Lunak (Softening Point)
Titik lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan maksud untuk identifikasi
minyak atau lemak.
8. Shot Melting Point
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari
minyak atau lemak.
9. Bobot Jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur
25oC, kan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada
temperatur 40oC atau 60oC untuk lemak yang titik cairnya tinggi.
14
10. Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada
suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai
pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.
11. Titik Asap, Titik Nyala, dan Titik Api
Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap
tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan. Titik nyala adalah temperatur pada saat
campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api
adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus-menerus, sampai
habisnya contoh uji. Titik asap, titik nyala dan titik api adalah kriteria penting
dalam hubungannya dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng.
12. Titik Kekeruhan
Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau
lemak dengan pelarut lemak.
B. Sifat Kimia Minyak dan Lemak
Pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak mempunyai rantai lurus
monokarboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap. Reaksi yang penting
pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi, dan hidrogenasi.
1) Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan
minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau
lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang
menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.
2) Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan
bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya
asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan
keton serta asam-asam lemak bebas.
15
3) Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk
menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau
lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni
dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.
4) Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari
trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi
kimia yang disebut interesterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan atas
prinsip transesterifikasi friedel-craft. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini,
hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam butirat dan asam
koproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang
yang bersifat tidak menguap.
5) Pembentukan Keton
Keton dapat dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.
4. Sumber Minyak dan Lemak
Lemak dan minyak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai
berikut.
A. Bersumber dari tanaman
1) Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen,
kedelai, dan bunga matahari
2) Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit.
3) Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune,
dan sebagainya.
B. Bersumber dari hewani
1) Susu hewan peliharaan : lemak susu.
2) Daging hewan peliharaan : lemak sapi dan turunannya oleostearin, oleo iol
dari oleo stock, lemak babi, dan mutton tallow.
3) Hasil laut : minyak ikan sarden, menhaden dan sejenisnya, serta minyak ikan
paus.
16
5. Jenis Minyak dan Lemak
Terdapat beberapa macam jenis minyak dan lemak, diantaranya yaitu :
a. Minyak goreng
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan
penambah nilai kalori bahan pangan. Lemak dan minyak yang baik digunkan
untuk minyak goreng adalah oleo stearin, oleo oil, lemak babi, atau lemak nabati
yang dihidrogenasi dengan titik cair 35-40oC.
b. Mentega
Mentega merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air
terdispersi di dalam 8% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak
sebagai zat pengemulsi (emulsifier).
c. Margarin
Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa,
dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam
minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang
digunakan dapat berasal dari lemak hewani dan lemak nabati.
d. Shortening atau mentega putih
Shortening adalah lemak padat yang mempunyai soofat plastis dan kestabilan
tertentu, umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Bahan
ini diperoleh dari hasil pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara
hidrogenasi.
e. Lemak gajih
Gajih atau lard adalah lemak yang diperoleh dari jaringan lemak termasuk
sapi, babi, atau kambing. Lemak gajih mudah sekali menjadi tengik sehingga
dalam pembuatannya perlu ditambahkan antioksidan.
6. Penyimpanan minyak dan lemak
Selama penyimpanan minyak atau lemak, akan terjadi perubahan flavor dan
rasa. Perubahan ini disertai dengan terbentuknya komponen-komponen yang tidak
diinginkan dan ditandai dengan timbulnya bau tengik. Beberapa penyelidik
berpendapat bahwa ester asam oleat merupakan unsur yang utama dari minyak
yang mudah mengalami degradasi. Bahan harus disimpan pada kondisi
17
penyimpanan yang sesuai dan bebas dari pengaruh logam. Bahan tersebut harus
dilindungi dari kemungkinan serangan oksigen, cahaya, serta temperatur tinggi.
Untuk melindungi minyak atau lemak dari penyinaran, dapat digunakan filter
hijau atau kertas transparan yang berwarna hijau atau degan mempergunakan
ceilophanes, glass dan bahan lain yang mempunyai sifat menyerap sinar. Tidak
semua warna hijau mempunyai efektivitas yang sama, warna yang sangat efektif
untuk menghambat ketengikan minyak atau lemak adalah warna wadah yang
dapat menyerap sinar dengan panjang gelombang cahaya sekitar 4900-5800 Ao.
Air dan kotoran seperti protein pada minyak merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroba. Mikroba tersebut akan memproduksi enzim yang
mengakibatkan minyak atau lemak terhidrolisa. Bila minyak atau lemak bebas
dari kotoran berupa protein, maka mikroba berpengaruh kecil terhadap perubahan
kualitas minyak selama penyimpanan.
Keadaan lingkungan juga mempengaruhi penyimpanan minyak atau lemak,
termasuk Rh ruang penyimpanan, temperatur, ventilasi, tekanan, dan masalah
dalam pengangkutan (Ketaren, 2012).
7. Kerusakan minyak dan lemak
Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavor
dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau
ketengikan dalam lemak dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu : 1) absorbsi bau
oleh lemak, 2) aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak, 3) aksi
mikroba dan 4) oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih
dari penyebab kerusakan tersebut di atas.
1) Absorbsi Bau (Odor) Oleh Lemak
a. Pencemaran Bau Terhadap Bahan Pangan Berlemak
Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan pangan
adalah usaha untuk mencegah pencemaran oleh bau yang berasal dari bahan
pembungkus, cat, bahan bakar atau pencemaran bau yang berasal dari bahan
pangan lain yang disimpan dalam wadah yang sama, terutama terjadi pada bahan
pangan yang berkadar lemak tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena
lemak dapat mengabsorbsi zat menguap yang dihasilkan dari bahan lain. Sebagai
18
contoh ialah pencemaran bau dalam lemak mentega, kuning telur, dan lemak
daging oleh bau buah-buahan yang disimpan dalam runagan yang sama.
b. Menghindarkan Lemak dari Pencemaran Bau
Kerusakan bahan pangan berlemak akibat proses absorpsi bau oleh lemak
dapat dihindarkan dengan memisahkan lemak dari bahan-bahan lain yang dapat
mencemari bau, menggunakan bungkus yang dapat mencegah kehilangan air, dan
destruksi uap atau zat berbau menggunakan gas ozon.
2) Kerusakan Oleh Enzim
a. Produksi Asam Lemak Bebas
Lemak hewan dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya
mengandung enzim yang dapat menghidrolisa lemak. Semua enzim yang
termasuk golongan lipase, mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida).
Sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut
inaktif oleh panas.
Dalam organism hidup, enzim pada umumnya berada dalam bentuk zimogen
inaktif, sehingga lemak yang terdapat dalam jaringan lemak tetap bersifat netral
dan masih utuh. Dalam organ tertentu, misalnya hati dan pankreas, kegiatan
proses metabolisme cukup tinggi, sehingga menghasilkan sejumlah asam lemak
bebas.
b. Asam Lemak Bebas Terhadap Flavor
Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi
biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15 persen,
belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi. Asam lemak bebas juga dapat
mengakibatkan karat dan warna gelap jika lemak dipanaskan dalam wajan besi.
3) Kerusakan Oleh Mikroba
Mikroba yang menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk tipe
mikroba nonpathologi. Umumnya dapat merusak lemak dengan menghasilkan cita
rasa tidak enak, disamping menimbulkan perubahan warna (discoloration).
4) Kerusakan Lemak oleh Oksidasi Atmosfer
a. Oksidasi Lemak
Bentuk kerusakan terutama ketengikan yang paling penting disebabkan oleh
aksi oksigen udara terhadap lemak. Dalam bahan pangan berlemak, konstituen
19
yang mudah mengalami oksidasi spontan adalah asam lemak tidak jenuh dan
sejumlah kecil persenyawaan yang merupakan konstituen cukup penting. Sebagai
contoh ialah persenyawan yang membuat bahan pangan menjadi menarik seperti
persenyawaan yang menimbulkan aroma, flavor, warna, dan sejumlah vitamin.
b. Oksidasi Konstituen Nonlemak
Degradasi konstituen nonlemak, memengaruhi perubahan konstituen
nonlemak. Sebagai contoh, kerusakan karotene dan tookoferol oleh proses
oksidasi lemak, tergantung pada komposisi asam lemak dan faktor-faktor lain,
seperti ada tidaknya antioksidan dan logam-logam sebagai prooksidan.
c. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecepatan Oksidasi Lemak
a) Pengaruh Suhu
Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan akumulasi
peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100-115oC adalah dua kali lebih
besar dibandingkan pada suhu 10oC. Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan
berlemak dan agar tahan dalam waktu lebih lama, dapat dilakukan dengan cara
menyimpan lemak dalam ruang dingin.
b) Pengaruh Cahaya
Cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi
dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Cahaya berpengaruh
sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak.
c) Bahan pengoksidasi (oxidizing agent)
Bahan pengoksidasi misalnya yaitu peroksida, perasid, ozone, asam nitrat
serta beberapa senyawa organik nitro, dan aldehida aromatik.
d) Katalis metal khususnya garam dari beberapa macam logam berat (Ketaren,
2012).
8. Minyak goreng
Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian yang
meliputi degumming, netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi. Minyak goreng
berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai
kalori bahan pangan. Menurut Winarno (1986), mutu minyak goreng ditentukan
oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak samppai terbentuk akrolein yang
20
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein terbentuk dari hodrasi
gliserol. Titik asap suatu minyak goreng tergantung pada kadar gliserol bebasnya.
Makin tinggi titik asapnya, makin baik mutu minyak goreng itu (Winarno, 1999).
9. Minyak goreng bekas penggorengan
Beberapa persenyawaan kimia dapat ditambahkan ke dalam minyak untuk
mengurangi kadar asam lemak bebas dan menghilangkan warna minyak, yaitu
dengan penambahan adsorben (misalnya tanah pemucat dan arang aktif). Bahan
kimia tersebut dicampur langsung dengan minyak, disusul dengan pengadukan
dan penyaringan.
Minyak bekas penggorengan dapat dibersihkan dengan penyaringan
menggunakan adsorben (karbon aktif, alumina, dilanjutkan karbon aktif) serta
penyaringan tanpa adsorben. Tahap proses penyaringan minyak goreng bekas
dengan menggunakan adsorben meliputi penghilangan remah-remah makanan,
penambahan adsorben (1% dari berat minyak), pengadukan suspensi (1/2-1 jam),
penyaringan vakum dengan kertas Whatman No.1 dan penyaringan vakum dengan
kertas Whatman No. 42 (Winarno, 1999).
10. Syarat Mutu Minyak Goreng
Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya
matahari, menghasilkan produk dengan tekstur dan rasa yang bagus. Standar mutu
minyak goreng di Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia tahun 2013.
Minyak goreng harus mempunyai titik cair yang rendah. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya pemadatan minyak pada permukaan makanan goreng
setelah mengalami pendinginan (Winarno, 1999).
21
Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng
Kriteria Satuan Persyaratan
Keadaan
Bau - Normal
Warna - Normal
Kadar air dan bahan menguap % (b/b) Maks 0,15
Bilangan asam mgKOH/g Maks 0,6
Bilangan peroksida mekO2/kg Maks 10
Minyak pelikan - Negatif
Asam linolenat (C18:3) dalam
komposisi asam lemak bebas
% Maks 2
Cemaran logam
Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,2
Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,1
Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0/250,0*
Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,05
Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 0,1
Catatan : - Pengamabilan contoh dalam bentuk kemasan dipabrik
- * dalam kemasan kaleng
Sumber : SNI 3741:2013
Tidak semua minyak nabati dapat digunakan untuk menggoreng (Winarno,
1999). Minyak yang termasuk golongan setengah mengering (semi drying oil)
atau minyak mengering (drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai,
dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng.
Hal ini terjadi karena minyak tersebut jika kontak dengan udara pada suhu tinggi
akan cepat teroksidasi sehingga berbau tengik.
Minyak yang dapat digunakan untuk menggoreng adalah minyak yang
tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan
membentuk lapisan keras jika dibiarkan mengering di udara, misalnya minyak
kelapa sawit (Winarno, 1999).
Hasil penelitian Winarno (1992) menunjukkan bahwa lama penggorengan
sangat berpengaruh terhadap tingkat kekentalan, indeks bias, berat jenis, warna,
kadar asam lemak bebas, bilangan TBA, bilangan peroksida dan bilangan iod.
Jenis adsorben juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kekentalan, bilangan
TBA, dan bilangan peroksida berpengaruh nyata terhadap indeks bias, kadar asam
22
lemak bebas dan bilangan iod, dan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis
dan warna minyak (Winarno, 1999).
11. Kerusakan Minyak Goreng
Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan memengaruhi mutu dan
nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses
oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang
menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam
lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak karena
pemanasan pada suhu tinggi disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi
(Ketaren, 2012).
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang
disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi dimulai dengan
pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat
mempercepat berat sepertu Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin,
hemoglobin, myoglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase (Winarno, 1992).
Reaksi oksidasi radikal bebas
Sumber : Winarno, 1992
Gambar 2.3 Pembentukan Radikal Bebas dari Asam Lemak tidak Jenuh Akibat Pemanasan
H H H H H H H H
R1- C – C = C – C – R2 + H Energi
R1- C – C = C – C – R2
H (Panas + sinar)
H H
Asam Lemak tidak Jenuh
Hidrogen Yang
Labil
+ O2
Radikal Bebas
H H H H
R1- C – C = C – C – R2
O - O H H H H H
Peroksida aktif R1- C – C = C – C – R2 +
H H
H H H H H H H H
R1- C – C = C – C – R2 R1- C – C = C – C – R2 +
H H
Hidroperoksida Radikal bebas
O - OH
23
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh
mengalami oksidasi dan menjadi bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan
oleh pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut
teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah atom volatile yang terikat pada
suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai
ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum sehingga membentuk
radikal bebas.
Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat
membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi,
energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih
pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat
volatile dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 1992).
12. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung
berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan
asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak
(Ketaren, 2012).
Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak yang besar yang berasal
dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin
tinggi angka asam makin rendah kualitasnya (Sudarmadji, 2007).
13. Bilangan Peroksida
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi
dan hidrolitik, baik ensimatik maupun non-ensimatik. Di antara kerusakan minyak
yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar
pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang di akibatkan oksidasi lemak antara lain
peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama
disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak
dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA)
(Sudarmadji, 2007).
24
Bilangan peroksida adalah metode untuk menentukan tingkat oksidasi minyak
dan mengukur pembentukan hidroperoksida dalam miliekuivalen oksigen aktif per
kilogram sampel. Menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara
alkali iodide dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan
pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat. Dalam penentuan
peroksida dengan cara iodometri, peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod
tetapi peroksida lainnya juga dapat bereaksi hanya sebagian. Kesalahan dapat
terjadi disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara.
Adanya air akan mempercepat pembentukan peroksida dari persenyawaan
asam lemak tidak jenuh. Senyawa peroksida juga mampu mengoksidasi molekul
asam lemak yang masih utuh dengan cara melepaskan 2 atom hidrogen, sehingga
membentuk ikatan rangkap baru dan selanjutnya direduksi sehingga membentuk
oksida. Terbentuknya peroksida disusul dengan terbentuknya ikatan rangkap baru
(Ketaren, 2012).
R ˗ CH = CH - R1 + O = O R - CH – CH – R1 R – CH – CH – R1
O O − O
O Peroksida
Moloksida
R– CH + CH – R1
O O
Sumber : Ketaren, 2012
Gambar 2.4 Reaksi Pembentukan Peroksida
Kadar peroksida dalam lemak mulai meningkat dan setelah mencapai nilai
maksimum, maka presentase oksigen dalam minyak akan meningkat secara
bertahap. Dalam tahap akhir, proses polimerisasi akan meningkat dan ditandai
dengan nilai kekentalan yang semakin meningkat. Selanjutnya akan terjadi reaksi
degradasi yang menghasilkan senyawa menguap (Ketaren, 2012).
14. Metode Analisis
Analisis dengan metode titrimetri didasarkan pada reaksi kimia dimana
molekul analit bereaksi dengan molekul pereaksi yang disebut titran, ditambahkan
25
secara kontinu, biasanya dari sebuah buret dalam wujud larutan yang
konsentrasinya diketahui disebut larutan standar, dan konsentrasinya ditentukan
dengan sebuah proses yang dinamakan standarisasi. Penambahan dari titran dapat
dilakukan sampai jumlah pereaksi secara kimiawi sama dengan yang telah
ditambahkan kepada molekul analit. Agar diketahui kapan harus berhenti
menambahkan titran, dapat menggunakan bahan kimia yaitu indikator, yang
bereaksi terhadap kehadiran titran yang berlebih dengan melakukan perubahan
warna. Titik dimana indikator berubah warnanya disebut titik akhir. Titik akhir
diharapkan sedekat mungkin dengan titik ekivalin. Pemilihan indikator untuk
membuat kedua titik sama adalah satu aspek penting dalam analisa titrimetri (Day
dan Underwood, 2002).
a. Alkalimetri
Alkalimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan
larutan baku basa, bisa disebut juga sebagai titrasi asam-basa. Dalam alkalimetri,
indikator yang digunakan adalah indikator penolftalein karena dalam titrasi ini
merupakan titrasi asam lemah oleh basa kuat yang memiliki titik ekuivalen diatas
7. Hal itu sesuai dengan rentang perubahan pH dari indikator penolftalein.
Indikator penolftalein tidak berwarna dalam suasanan asam dan berwarna merah
muda dalam suasana basa, yang dimana warnanya akan tampak semakin tua bila
pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan muda bila semakin kecil (mendekatti 8,0).
Letak trayek penolftalein diantara 8,0-9,6 sehingga pada pH dibawah 8,0 larutan
tidak berwarna dan diatas 9,6 warna merahnya tidak berubah intensitasnya
(Ganing, 2015).
Contoh reaksi netralisasi antara asam dengan basa, sebagai berikut :
H2C2O4 + 2KOH K2C2O4 + 2H2O
Terjadinya reaksi netralisasi antara asam dengan basa, dimana ion H dari asam
akan bereaksi dengan ion OH dari basa membentuk molekul yang netral (SNI
3741:2013).
b. Iodometri
Metode Iodometri tidak lepas dari konsep titrasi langsung dan tidak langsung.
Titrasi langsung dikerjakan dengan titrasi menggunakam larutan standar iodin.
Metode ini dikenal sebagai metode Iodometri. Sebaliknya titrasi tidak langsung
26
melibatkan titrasi iodin yang diproduksi dalam reaksi dengan larutan standar
tiosulfat. Metode kedua ini dikenal dengan metode Iodometri. Pada bagian ini
penggunaan istilah Iodometri dimaksudkann untuk kedua metode analisis
tersebut, kecuali bila disebut secara khusus.
Prinsip umum metode iodometri yaitu iod bebas seperti halogen lain dapat
menangkap elektron dari zat pereduksi, sehingga iod sebagai oksidator. Ion I- siap
memberikan elektron dengan adanya zat penangkap electron, sehingga I-
bertindak sebagai zat pereduksi. Metode Iodometri dalam analisis volumetri
didasarkan pada proses oksidasi reduksi yang melibatkan :
I2(padat) + 2e ↔ 2I-
Penentuan zat pereduksi, iod bebas bereaksi dengan larutan natrium tiosulfat
sebagai berikut :
2Na2S2O3 + I2 ↔ 2NaI + Na2S4O6
Pada reaksi tersebut terbentuk senyawa natrium tetrationat, Na2S4O6, garam dari
asam tetrationat. Reaksi Iodometri yang paling penting ini dapat ditulis dalam
bentuk ion sebagai berikut :
2S2O3- + I2 ↔ 2I- + S4O6
-
2S2O3- ↔ S4O6
- + 2e
Ketika larutan Na2S2O3 dititrasi dengan larutan Iod warna cokelat gelap yang
karakteristik dari iod menjadi hilang. Ketika semua Na2S2O3 telah teroksidasi,
maka kelebihan larutan iod akan menjadikan cairan tersebut berwarna kuning
pucat. Karena itu seperti pada metoda Permanganometri, dalam Iodometri
memungkinkan melakukan titrasi tanpa menggunakan indikator. Namun
kelebihan iod pada akhir titrasi memberikan warna yang samar, sehingga
penetapan titik akhir titrasi (akivalen) menjadi sukar. Karena itu lebih disukai
menggunakan reagen yang sensitif terhadap iod sebagai indikator; yaitu larutan
kanji, yang membentuk senyawa adsorpsi berwarna biru dengan iod. Pada titrasi
dengan adanya larutan kanji, titik ekivalen ditentukan dari kenampakan warna
biru yang tetap pada kelebihan penambahan iod satu tetes. Sebaliknya,
dimungkinkan juga untuk menitrasi larutan iod dengan tiosulfat sampai kelebihan
satu tetes tiosulfat menghilangkan warna biru larutan. Dalam kasus ini larutan
27
kanji harus ditambahkan pada saat akhir titrasi, mendekati ekivalen (Widodo,
2010).
15. Efek Peroksida Bagi Kesehatan
Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas,
sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil
peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksia dapat mengakibatkan
destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya
vitamin A, C, D, E, K. dan sejumlah kecil vitamin B).
Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan
kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Peroksida juga dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika
jumlah peroksida dalam bahan pangan lebih dari 100 meq/kg akan bersifat sangat
beracun dan tidak dapat dimakan. Di samping bahan pangan tersebut mempunyai
bau yang tidak enak.
Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara non enzimatis
dalam otot usus dan mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah
mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang memiliki kerapatan rendah.
Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat
tranportasi trigliserida, dan jika liproprotein mengalami denaturasi, akan
mengakibatkan dekomposisi lemak dalam pembuluh darah (aorta) sehingga
menimbulkan gejala aterosklerosis (Ketaren, 1986).
16. Antioksidan
Sejak perang dunia pertama telah dikenal lebih kurang sebanyak 500 macam
persenyawaan kimia yang mempunyai aktivitas antioksidan, yaitu dapat
menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak
akbibat proses oksidasi (Ketaren, 2012).
Adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses
oksidasi. Antioksidan terdaapat secara alamiah dalam lemak nabati, dan kadang-
kadang sengaja ditambahkan. Ada dua macam antioksidan, yaitu antioksidan
primer dan antioksidan sekunder.
28
a) Antioksidan Primer
Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai
pembentukan radikal yang melepaskan hydrogen. Zat-zat yang termasuk golongan
ini dapat berasal dari alam dan dapat pula buatan.
Antioksidan alam antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol,
dan asam askorbat. Antioksidan alam yang paling banyak ditemukan dalam
minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan terdapat
dalam bentuk α,β,γ, dan δ tokoferol. Tokoferol ini mempunyai banyak ikatan
rangkap yang mudah dioksidasi sehingga akan melindungi lemak dari oksidasi.
Antioksidan sintetik ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan untuk
mencegah ketengikan. Antioksidan sintetik yang banyak digunakan sekarang
adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Karena itu
penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, misalnya tidak
berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan,
efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah didapat, dan ekonomis.
Pada bahan makanan yang memakai antioksidan, penggunaannya harus
dicantumkan. Empat macam antioksidan yang sering digunakan adalah Butylated
hydroxyanisole (BHA), Butylated hydroxytoluene (BHT), Propylgallate (PG), dan
NDGA (Nordihidroquairetic Acid).
Senyawa flavonoid dengan sedikitnya dua gugus hidroksil pada posisi orto
dan para adalah antioksidan yang baik. Cara kerja antioksidan sintetik ini agak
berbeda dengan antioksidan alam. Antioksidan sintetik berfungsi sebagai donor
yang diperlukan untuk membentuk hidroperoksida. Pada proses ketengikan
biasanya diperoleh dari asam lemak tak jenuh.
b) Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan
sehingga dapat digolongkan sebagai sinergik. Beberapa asam organik tertentu,
biasanya asam di- atau trikarboksilat, dapat mengikat logam-logam (squestran).
Misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti sering
dilakukan pada minyak kacang kedelai. EDTA (Etilendiamin tetraasetat) adalah
squestran logam yang sering digunakan dalam minyak salad (Winarno, 1992).
29
17. Sifat Kelarutan Flavonoid
Flavonoid merupakan suatu senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon, yang tersusun dalam konfigurasi C6_C3
_C6 terdiri dari dua cincin aromatik
yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat
membentuk cincin ketiga. Penggolongan flavonoid berdasarkan substituen cincin
heterostik yang mengandung oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus
hidroksil. Perbedaan oksidasi di bagian atom menentukan sifat, khasiat, dan
golongan atau tipe flavonoid (Markham, 1988).
Sumber : Redha, 2010
Gambar 2.5 Kerangka C6_C3
_C6 Flavonoid
Kelarutan flavonoid dipengaruhi oleh golongan dan substituennya, sehingga
untuk melakukan ekstraksi digunakan pelarut yang mempunyai polaritas sesuai
dengan flavonoidnya. Pada umumnya flavonoid sedikit larut dalam pelarut polar
misalnya etanol, metanol, butanol, aseton dan sebagainya. Flavonoid juga mudah
larut dalam air, karena adanya gula yang terikat. sedangkan aglikon flavonoid
yang kurang polar misalnya isoflavon, flavanon dan flavon serta flavanol yang
termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam eter dan kloroform. Sedangkan
untuk flavonoid yang memiliki sifat kepolaran rendah yang biasa ditemukan pada
tumbuhan padang pasir dan paku, paling baik diisolasi dengan cara merendam
bahan tumbuhan yang masih segar ke dalam larutan heksana atau eter dan
dilakukan selama beberapa menit (Markham, 1988).
Absorbsi flavonoid sangat rendah disebabkan karena 2 faktor utama, yaitu :
1) Molekul flavonoid dengan rantai yang beragam sehingga tidak cukup kecil
untuk dilarutkan dengan difusi langsung
2) Tipe molekul flavonoid yang memiliki kelarutan yang rendah dalam minyak
dan lipid lainnya. Hal ini sangat membatasi kemampuan flavonoid untuuk
melewati kandungan lemak dari luar membran sel (Fahri, 2010).
30
18. Mekanisme Kerja Antioksidan
Antioksidan mempunyai mekanisme tertentu dalam aktivitasnya. Mekanisme
antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada
radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 (empat) macam
mekanisme reaksi yaitu :
a. Pelepasan hidrogen dari antioksidan
b. Pelepasan elektron dari antioksidan
c. Addisi asam lemak ke cincin aromatik pada antioksidan.
d. Pembentuk senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari
antioksidan.
Prinsip kerja dari pada antioksidan dalam menghambat otooksidan pada lemak
dapat dilihat sebagai berikut :
Oksigen bebas di udara akan mengoksidasi ikatan rangkap pada asam lemak yang
tidak jenuh. Kemudian radikal bebas yang terbentuk akan beraksi dengan oksigen
sehingga akan menghasilkan peroksida aktif.
Sumber : Sayuti, 2015
Gambar 2.6 Reaksi radikal bebas membentuk peroksida aktif
Apabila dalam suatu asam lemak yang terdapat dalam minyak tidak mengandung
antioksidan, maka peroksida aktif akan bereaksi dengan ikatan rangkap lemak.
Apabila ditambah suatu antioksidan, maka peroksida aktif akan bereaksi dengan
antioksidan tersebut. Sehingga pembentukan radikal bebas dapat dihentikan dengan
penambahan suatu antioksidan.
Mekanisme kerja antioksidan primer adalah dengan cara mencegah
pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas yang telah
terbentuk menjadi lebih stabil dan kurang reaktif dengan cara memutus reaksi
berantai (polimerisasi) atau dikenal dengan istilah juga chain-breaking-
antioxidant.
31
Mekanisme kerja antioksidan sekunder adalah dengan cara memotong reaksi
oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkap radikal bebas (free
radical scavenger). Akibatnya radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen
seluler. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme berikut :
a. Memberikan suasana asam pada medium (sistem makanan)
b. Meregenerasi antioksidan utama
c. Mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan
d. Menangkap oksigen
e. Mengikat singlet oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen.
Menurut Pokorny (1971) dalam Sayuti (2015) mekanisme kerja antioksidan
dalam menghambat proses ketengikan adalah sebagai berikut :
RH R* + H* (1)
R* + O2 ROO* (2)
ROO* + RH ROOH + R* (3)
Pengaruh antioksidatif antioksidan :
AH + R* RH + A* (4)
AH + RCO* ROOH + A* (5)
Reaksi (1) sampai (3) menunjukkan perubahan prinsip yang terjadi selama
reaksi oksidasi. Radikal bebas yang terbentuk dari asam lemak tidak jenuh sebagai
akibat pengaruh panas, cahaya dan logam berat (1). Radikal bebas bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksida (2). Radikal peroksida mengikat
semua atom hidrogen dari molekul asam lemak membentuk radikal asam lemak
yang baru dan hidroperoksida (3). Zat antioksidan bereaksi dengan radikal asam
lemak dan radikal peroksida (4) dan (5). Radikal bebas menjadi kurang aktif dan
radikal antioksidan yang terbentuk tidak mampu melanjutkan rantai oksidasi lebih
lanjut (Sayuti, 2015).
19. Manfaat Antioksidan
Antioksidan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan.
Antioksidan juga mampu menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat
dicegah. Reaksi oksidasi dengan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein,
asam nukleat, lipid dan polisakarida.
32
Di bidang industri pangan, antioksidan dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya proses oksidasi yang dapat menyebabkan kerusakan, seperti
ketengikan, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lainnya.
Antioksidan sangat penting sebagai inhibitor peroksidasi lipid sehingga bisa
digunakan untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada bahan pangan
(Sayuti, 2015).
33
B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Ho = Tidak ada pengaruh lama perendaman serbuk bawang hitam (Black garlic)
terhadap penurunuan bilangan asam dan bilangan peroksida pada minyak goreng
bekas pakai
HA = Ada pengaruh lama perendaman serbuk bawang hitam (Black garlic)
terhadap penurunuan bilangan asam dan bilangan peroksida pada minyak goreng
bekas pakai.
Bilangan asam dan
bilangan peroksida
Minyak goreng bekas pakai
Minyak goreng bekas pakai yang
ditambahkan serbuk bawang hitam
(Black garlic) dengan variasi lama
perendaman
Faktor penyebab kerusakan
minyak goreng :
1. Absorbsi bau (Odor)
2. Aksi oleh enzim
3. Aksi mikroba
4. Oksidasi oleh oksigen
Regenerasi minyak goreng
penggunaan berulang dengan
antioksidan dari :
1. Antioksidan primer (BHT,
BHA, PG, NDGA)
2. Antioksidan sekunder
3. Antioksidan alami
- Bawang Putih
- Bawang Hitam
Bilangan asam dan
bilangan peroksida sesuai
SNI 3741: 2013