Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
-
Upload
cang-haedar -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
1/156
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27
MANGGARAI JAKARTA SELATAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
LINDA JULI ASTUTI, S.Farm.
1206329770
1206330204
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
2/156
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27
MANGGARAI JAKARTA SELATAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
LINDA JULI ASTUTI, S.Farm.
1206329770
1206330204
ANGKATAN LXXVII
TRI VITA PRATIWI, S. Farm.
1206330204
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
3/156
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Linda Juli Astuti, S. Farm.
NPM : 1206329770
Tanda Tangan :
Tanggal : 16 Januari 2014
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
4/156
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
5/156
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Penyusunan laporan ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah
sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Dalam kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat
kepada:
1. Dra. Azizahwati, M.S., Apt. selaku Apoteker Pengelola Apotek dan
Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan
pengetahuan kepada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan
PKPA ini.
2. Dr. Dra. Nelly Dhevita Leswara, M.Sc., Apt. selaku Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan
laporan PKPA ini.
3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
4. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt selaku Pjs. Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.
5. Dr. Harmita Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sekaligus Pembimbing Akademis yang telahmemberikan arahan dan bimbingan selama masa perkuliahan.
6. Seluruh tenaga kerja Apotek Keselamatan yang telah memberikan bantuan
dan kerja sama yang baik selama penulis melaksanakan PKPA.
7. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas segala ilmu
pengetahuan dan bimbingannya selama ini.
8. Orang tua dan keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan moril
dan finansial selama masa perkuliahan hingga saat ini.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
6/156
vi
9. Teman-teman seperjuangan di Apotek Keselamatan atas kerjasama selama
pelaksanaan PKPA.
10. Teman-teman Apoteker Angkatan LXXVII atas bantuan dan kerjasama
selama masa perkuliahan.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas segala
bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada penulis selama
penyusunan laporan PKPA ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik
dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap
semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani
PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak
yang membutuhkan.
Penulis
2014
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
7/156
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Linda Juli Astuti, S.Farm.
NPM : 1206329770
Program Studi : Profesi Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Laporan Praktek Kerja
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas IndonesiaHak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan Jalan
Keselamatan No. 27 Manggarai Jakarta Selatan
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 16 Januari 2014
Yang menyatakan
(Linda Juli Astuti, S.Farm.)
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
8/156
viii
ABSTRAK
Nama : Linda Juli Astuti, S. Farm.
Program Studi : FarmasiJudul :.Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek
Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai Jakarta
Selatan
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menunjang upaya
pelayanan kesehatan. Apotek adalah suatu sarana pelayanan kesehatan, tempat
pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, tempat
dilakukannya praktek kefarmasian dan tempat penyaluran perbekalan farmasi
kepada masyarakat. Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk
menjamin tersedianya sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat. Untukmencapai tujuan ini, maka apoteker perlu mengetahui bagaimana cara melakukan
pengelolaan sediaan farmasi yang tepat sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di
apotek dan siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan. Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada 17 Juni 26 Juli 2013 di Apotek
Keselamatan agar calon apoteker memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman
tentang apotek yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan
pengelolaan apotek. Melalui PKPA tersebut, diharapkan calon apoteker dapat
meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan
pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek.
Kata Kunci :. Apotek Keselamatan, Pharmaceutical care, Pelayanan
Kefarmasian, Praktek Kerja Profesi Apoteker.
Tugas Umum : xiv + 68 halaman; 23 lampiran
Tugas Khusus : iv + 33 halaman; 1 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 27 (1969-2013)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 19 (1992-2012)
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
9/156
ix
ABSTRACT
Name : Linda Juli Astuti, S. Farm.
Study Program : Pharmacy
Title : Report of Pharmacist Internship Program at KeselamatanPharmacy Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai South
Jakarta
Pharmacy is one of the health care facilities that support the health care effort.
Pharmacy is a health care facility, where the pharmacist profession has devoted
oath of occupation can do their responsibility, the place where practice of
pharmacy and distribution of pharmaceuticals to the public. The existence of
community pharmacies in the environment intended to ensure sufficient
availability of pharmaceutical preparations for the community. To achieve this
goal, the pharmacist needs to know how to do a proper management ofpharmaceutical preparations so that the pharmaceutical preparation is always
available at pharmacies and ready to be distributed to people in need. Pharmacist
Internship Program ( PKPA ) conducted on June 17th
to July 26th
2013 in the
Keselamatan Pharmacy for prospective pharmacists have the knowledge and
understanding of the pharmacy that is in terms of the implementation of pharmacy
services and pharmacy management. Through the PKPA, prospective pharmacists
is expected to increase the insight, knowledge and skills in managing patient care
and pharmaceutical preparations in pharmacy.
Keyword : Keselamatan Pharmacy, Pharmaceutical Care,
Pharmaceutical Services, Pharmacist Internship Program.
General Assignment : xiv + 68 pages; 23 appendixes
Specific Assignment : iv + 33 pages; 1 appendix
Bibliography of General Assignment : 27 (1969-2013)
Bibliography of Specific Assignment : 19 (1992-2012)
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
10/156
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................. v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR............... vii
ABSTRAK .................................................................................................. viii
ABSTRACT................................................................................................. ix
DAFTAR ISI................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiiiDAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM........................................................................ 3
2.1 Definisi Apotek........................................................................ 3
2.2 Landasan Hukum Apotek ........................................................ 3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ........................................................ 4
2.4 Studi Kelayakan Pendirian Apotek.......................................... 52.5 Tata Cara Perizinan Apotek..................................................... 6
2.6 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek............................... 8
2.7 Pencabutan Izin Apotek........................................................... 11
2.8 Apoteker Pengelola Apotek..................................................... 12
2.9 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker.................................... 13
2.10 Pengelolaan Apotek................................................................. 14
2.11 Sediaan Farmasi ....................................................................... 15
2.12 Pelayanan Apotek .................................................................... 24
2.13 Pengadaan Persediaan Apotek ................................................. 33
2.14 Pengendalian Persediaan Apotek............................................. 34
2.15 Strategi Pemasaran Apotek...................................................... 41
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KESELAMATAN .................. 43
3.1 Pendahuluan............................................................................. 43
3.2 Lokasi dan Tata Ruang ............................................................ 43
3.3 Sumber Daya Manusia dan Struktur Organisasi...................... 44
3.4 Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan................................................ 44
3.5 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya............ 46
3.6 Pelayanan Apotek .................................................................... 49
3.7 Pengelolaan Narkotika............................................................. 51
3.8 Pengelolaan Psikotropika......................................................... 52
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
11/156
xi
3.9 Kegiatan Administrasi dan Keuangan ..................................... 53
BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................. 56
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 65
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 65
5.2 Saran ........................................................................................ 65
DAFTAR ACUAN....................................................................................... 66
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
12/156
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penandaan obat bebas .............................................................. 15Gambar 2.2 Penandaan obat bebas terbatas................................................. 15
Gambar 2.3 Penandaan obat keras............................................................... 17
Gambar 2.4 Penandaan obat narkotika. ....................................................... 18
Gambar 2.5 Diagram model pengendalian persediaan................................ 38
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
13/156
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penggolongan tanda peringatan obat bebas terbatas. ................. 16Tabel 2.2 Matriks analisis ABC-VEN........................................................ 40
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
14/156
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh formulir model APT-1.............................................. 69Lampiran 2. Contoh formulir model APT-2.............................................. 71
Lampiran 3. Contoh formulir model APT-3.............................................. 72
Lampiran 4. Contoh formulir model APT-4.............................................. 78
Lampiran 5. Contoh formulir model APT-5.............................................. 79
Lampiran 6. Contoh formulir model APT-6.............................................. 82
Lampiran 7. Contoh formulir model APT-7.............................................. 83
Lampiran 8. Surat pesanan narkotika ........................................................ 84
Lampiran 9. Laporan narkotika SIPNAP. ................................................. 85
Lampiran 10. Surat pesanan psikotropika ................................................... 88
Lampiran 11. Laporan psikotropika SIPNAP.............................................. 89
Lampiran 12. Lokasi Apotek Keselamatan. ................................................ 91Lampiran 13. Denah ruangan Apotek Keselamatan.................................... 92
Lampiran 14. Desain eksterior Apotek Keselamatan .................................. 93
Lampiran 15. Desain obat-obat OTC Apotek Keselamatan ........................ 94
Lampiran 16. Desain obat-obat ethical Apotek Keselamatan ..................... 95
Lampiran 17. Surat pesanan Apotek Keselamatan ...................................... 96
Lampiran 18. Tanda terima tukar faktur Apotek Keselamatan ................... 97
Lampiran 19. Kartu stok barang Apotek Keselamatan................................ 98
Lampiran 20. Etiket obat Apotek Keselamatan........................................... 99
Lampiran 21. Salinan resep Apotek Keselamatan....................................... 100
Lampiran 22. Kuitansi Apotek Keselamatan............................................... 101
Lampiran 23. Alur penerimaan barang di Apotek Keselamatan ................. 102
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
15/156
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Oleh karena itu setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan prinnsip non-diskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi
pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, peningkatan ketahanan
dan daya saing bangsa dan pembangunan nasioal.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh serta berkesinambungan.. Pembangunan sarana-sarana pelayanan
kesehatan termasuk di dalam upaya kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal sehingga
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat (Presiden
RI, 2009).
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menunjang
upaya pelayanan kesehatan.. Apotek adalah suatu sarana pelayanan kesehatan,
tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan,tempat dilakukannya praktek kefarmasian dan tempat penyaluran perbekalan
farmasi kepada masyarakat.
Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin
tersedianya sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan
ini, maka apoteker perlu mengetahui bagaimana cara melakukan pengelolaan
sediaan farmasi yang tepat sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di apotek dan
siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan. Pengelolaan sediaan farmasi
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
16/156
2
Universitas Indonesia
oleh apoteker merupakan suatu siklus yang berkesinambungan, dimulai dari tahap
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemantauan,
evaluasi dan kembali lagi pada tahap perencanaan. Keterampilan seorang apoteker
dalam mengendalikan siklus pengelolaan sediaan farmasi akan menentukan
keberhasilan suatu apotek dalam menjalankan fungsinya bagi masyarakat
(Presiden RI, 2009).
Berdasarkan hal tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
apotek bagi para calon apoteker sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan para
calon apoteker agar memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman tentang apotek
yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan pengelolaan apotek.
Salah satu apotek yang menjadi tempat pelaksanaan PKPA tersebut ialah Apotek
Keselamatan. Melalui PKPA di Apotek Keselamatan yang dilaksanakan mulai
tanggal 17 Juni hingga 26 Juli 2013, diharapkan calon apoteker dapat
meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan
pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan bertujuan agar calon
apoteker:
a Mengetahui dan memahami peran seorang apoteker dalam pengelolaan
apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan,
pengadaan, penyimpanan dan penjualan perbekalan farmasi.
b Mempelajari dan memahami praktek pelayanan kefarmasian terhadap pasien
di apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangandan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
17/156
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1. Definisi Apotek
Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat tertentu
dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1, yang
dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker.
Menurut PP No 51 tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh
apoteker meliputi pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan kualitas kehidupan pasien.
2.2. Landasan Hukum Apotek
Dalam menjalankan praktik kefarmasiannya, apotek sebagai fasilitas
pelayanan kefarmasian berlandaskan pada:
a. Undang-Undang Negara:1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
18/156
4
Universitas Indonesia
b. Peraturan Pemerintah:
1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian.2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang
Apotek.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
c. Peraturan Menteri Kesehatan:
1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek.
d. Keputusan Menteri Kesehatan:
1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut :
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
19/156
5
Universitas Indonesia
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan atau obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yangdiperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.4 Studi Kelayakkan Pendirian Apotek
Studi kelayakan (feasibility study) adalah suatu metode penjajakan
gagasan (idea) suatu proyek dalam hal ini adalah pendirian usaha apotek,
mengenai kemungkinan usaha tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan.
Fungsi dari studi kelayakan sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan karena
dibuat berdasarkan data-data dari berbagai sumber yang dianalisis dari banyak
aspek. Keberhasilan studi kelayakan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
kemampuan sumber daya internal (kemampuan manajemen, kualitas pelayanan
dan produk) dan lingkungan eksternal (pertumbuhan pasar, pesaing dan perubahan
peraturan) (Umar, 2011).
Tahapan pembuatan studi kelayakan terdiri dari tahap penemuan gagasan,
penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan rencana dan pelaksanaan rencana
kerja. Pada tahap penemuan gagasan, harus selalu diperhatikan tentang kriteria
gagasan yang baik untuk selanjutnya didiskusikan dan dianalisis. Adapun kriteria
gagasan yang baik adalah sesuai dengan visi organisasi, menguntungkan
organisasi, sesuai dengan kemampuan sumber daya organisasi, tidak bertentangan
dengan peraturan yang berlaku dan aman untuk jangka panjang. Apabila hasil
analisis gagasan memberikan gambaran yang baik bagi organisasi di masa
mendatang, maka gagasan tersebut ditindaklanjuti dengan penelitian di lapangan.
Data-data yang dibutuhkan saat melakukan penelitian lapangan adalah data ilmiah
(nilai strategis lokasi, data kelas konsumen, peraturan yang berlaku dan tingkat
persaingan) dan data non ilmiah (intuisi yang diperoleh setelah melihat lokasi dan
kondisi lingkungan di sekitarnya) (Umar, 2011).
Menurut Umar (2011), setelah penelitian lapangan selesai dilakukan, data-data
hasil penelitian tersebut dievaluasi dengan cara:
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
20/156
6
Universitas Indonesia
a. Memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh, yang terdiri dari faktor
eksternal (tipe konsumen, tingkat keuntungan yang akan diperoleh, kondisi
keamanan, peraturan yang berlaku) dan faktor internal (keuangan, produk,tenaga kerja, kemampuan manjemen).
b. Membuat usulan proyek yang meliputi:
1) Pendahuluan, mengenai latar belakang dan tujuan.
2) Analisis teknis, mengenai peta lokasi dan lingkungan sekitar, desain
interior dan eksterior, serta jenis produk.
c. Analisis pasar, mengenai potensi pasar dan target pasar.
d. Analisis manajemen, mengenai struktur organisasi, jenis pekerjaan, jumlah
kebutuhan tenaga kerja, dan program kerja.
e. Analisis keuangan, mengenai jumlah biaya investasi dan modal kerja, sumber
pendanaan, dan aliran kas.
Apabila usulan proyek disetujui, maka dilakukan penetapan waktu untuk
memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas seperti penyediaan dana biaya
investasi dan modal kerja, pengurusan izin, pembangunan gedung, perekrutan
karyawan, penyiapan barang dagangan, pelaksanaan operasional. Dalam
pelaksanaan setiap jenis pekerjaan, dibuat suatu format yang berisi jadwal
pelaksanaan pekerjaan, catatan penyimpangan yang terjadi dan hasil evaluasi serta
solusi penyelesaiannya.
2.5 Tata Cara Perizinan Apotek
Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek sebelum
melaksanakan pekerjaan kefarmasian di apotek (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 1993). Surat Izin Apotek atau SIA adalah surat izin yang diberikan
kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Surat izin ini diberikan oleh
Menteri Kesehatan yang kemudian dilimpahkan wewenang pemberian izin apotek
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
21/156
7
Universitas Indonesia
pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Izin apotek berlaku untuk seterusnyaselama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker
Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi
persyaratan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993).
Adapun prosedur untuk mendapatkan SIA adalah sebagai berikut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993; Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2002) :
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1
(Lampiran 1).
b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 (Lampiran 2), Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah
menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai
POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk
melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh formulir APT-3 (Lampiran 3).
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor (b) dan nomor (c)
tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan
menggunakan contoh formulir Model APT-4 (Lampiran 4).
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor (c) atau nomor (d), Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5).
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
22/156
8
Universitas Indonesia
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud nomor (c) masih belum memenuhi
syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12(dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan
contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6).
g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam nomor (f), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat
penundaan.
h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud nomor (e) dan atau nomor (f), atau lokasi apotek tidak
sesuai permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib
mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan
mempergunakan contoh Formulir Model APT-7 (Lampiran 7).
Bila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian
apotek dengan mengadakan kerja sama dengan pemilik sarana apotek, maka harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 1993):
a. Penggunaan sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian
kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana.
b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah
terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat
sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.
2.6 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922/MENKES/SK/X/1993 pasal 6 disebutkan persyaratan-persyaratan pendirian
apotek sebagai berikut:
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
23/156
9
Universitas Indonesia
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yanglain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain diluar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar
sediaan farmasi.
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah
apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja
apotek dan perbekalan farmasi (Umar, 2011):
a. Tempat/lokasi
Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi,
namun ketentuan ini dapat berbeda sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah
masing-masing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi
pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana
pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan faktor-faktor lainnya.
b. Bangunan
Suatu apotek harus mempunyai bangunan yang memenuhi persyaratan
teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek.
Suatu apotek minimal memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan
penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian
alat dan kamar kecil. Bangunan apotek dilengkapi dengan sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama apotek.
c. Perlengkapan apotek
Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan
apotek yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya.
Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain:
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
24/156
10
Universitas Indonesia
1) Peralatan pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti gelas ukur (10 ml,
100 ml dan 250 ml), labu erlenmeyer (100 ml, 250 ml, 1 L), gelas piala (100
ml, 500 ml dan 1L), panci pengukur 1L, corong berbagai ukuran, timbanganmiligram dan gram dengan anak timbangan yang sudah ditara, termometer,
mortir berdiameter 5-10 cm dan 10-15 cm beserta alu, spatel
logam/tanduk/plastik dan porselen, cawan penguap porselen diameter 5-15
cm, batang pengaduk dan pemanas air, kompor/alat pemanas yang sesuai,
panci dan rak tempat pengeringan alat.
2) Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari
obat, lemari pendingin (kulkas) dan lemari khusus untuk narkotika serta
psikotropika.
3) Wadah pengemas dan pembungkus.
4) Perlengkapan administrasi, seperti blanko pesanan, salinan resep, buku
catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat dan kuitansi.
5) Buku wajib (Farmakope Indonesia) dan literatur penunjang lainnya yang
dibutuhkan seperti Informasi Spesialite Obat (ISO), MIMS dan buku tentang
peraturan/undang-undang yang berhubungan dengan kegiatan apotek.
d. Tenaga kerja apotek
Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek yaitu:
1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi SIA.
2) Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
3) Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani pekerjaan kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari
sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi dan tenaga menengah
farmasi/asisten apoteker.
4) Tenaga non kefarmasian, seperti tenaga administrasi, kasir dan petugas
kebersihan.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
25/156
11
Universitas Indonesia
2.7 Pencabutan Izin Apotek
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat
dikenakan sanksi, baik sanksi adminsitratif maupun sanksi pidana. Sanksiadministratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 adalah pencabutan surat izin
apotek yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pencabutan
izin dilakukan apabila:
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai APA.
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban yang seharusnya dilakukan.
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-
menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang obat.
e. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) APA dicabut.
f. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang obat.
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin apotek.
Adapun pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan:
a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Apabila SIA dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan
perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengamanan yang dilakukan wajib mengikuti tata cara sebagai berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika,
obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di
apotek.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
26/156
12
Universitas Indonesia
b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
c. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas KesehatanKabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi
yang dimaksud dalam huruf (a).
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah
membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan
dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
2.8 Apoteker Pengelola Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker
yang profesional dengan kompetensi sebagai berikut:
a. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik.
Apoteker sebagai pengelola apotek harus dapat memberikan pelayanan
kefarmasian yang profesional. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus
dapat mengintegrasikan pelayanannya dalam sistem pelayanan kesehatan secara
keseluruhan sehingga dihasilkan sistem pelayanan kesehatan yang
berkesinambungan.
b. Mampu untuk mengambil keputusan profesional.
Apoteker harus mampu mengambil keputusan yang tepat, yang
berdasarkan pada efikasi, efektifitas dan efisiensi penggunaan obat dan alat
kesehatan.
c. Mampu berkomunikasi dengan baik.
Apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dengan
pasien dan profesi kesehatan lainnya secara verbal dan nonverbal serta
menggunakan bahasa yang sesuai dengan pendengarnya.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
27/156
13
Universitas Indonesia
d. Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner.
Apoteker harus mampu menjadi pemimpin, yaitu mampu mengambil
keputusan yang tepat dan efektif, mampu mengkomunikasikannya, dan mampumengelola hasil keputusan tersebut.
e. Mempunyai kemampuan dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik,
anggaran) dan informasi secara efektif.
f. Harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan.
g. Selalu belajar di sepanjang kariernya.
Apoteker harus selalu belajar, baik pada jalur formal maupun informal,
disepanjang kariernya sehingga ilmu dan keterampilan yang dipunyai selalu baru
(up to date).
h. Membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.
Apoteker mempunyai tanggung jawab mendidik dan melatih sumber daya
yang ada, serta memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang dapat
meningkatkan keterampilan.
2.9 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker
Pengalihan tanggung jawab apoteker dalam sebuah apotek diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 (Pasal 19 dan
24) dimana tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan dalam
kondisi sebagai berikut:
a. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA
harus menunjuk apoteker pendamping.
b. Apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya,
APA menunjuk Apoteker pengganti. Apoteker yang menggantikan APA
selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-
menerus, telah memiliki SIPA dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain
yang disebut apoteker pengganti.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
28/156
14
Universitas Indonesia
c. Penunjukkan apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus dilaporkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.d. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat
jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada apotek
tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, maka pelaporan kejadian wajib
mengikutsertakan penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan
kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Kejadian penyerahan
tersebut dibuat Berita Acara Serah Terima dengan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat,dengan tembusan Kepala Balai POM setempat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/Menkes/Per/X/1993
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, setiap pengalihan
tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian
APA wajib dilakukan serah terima resep, narkotika obat dan perbekalan farmasi
lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.
2.10 Pengelolaan Apotek
Kegiatan pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan nonteknis kefarmasian. Kegiatan
pengelolaan nonteknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi,
keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang
lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
922/MENKES/PER/X/1993, pengelolaan apotek meliputi :
a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
29/156
15
Universitas Indonesia
2.11 Sediaan Farmasi
Menurut PP No. 51 Tahun 2009 yang termasuk dalam sediaan farmasi
adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamananpenggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat
menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika dan psikotropika
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983).
2.11.1 Obat Bebas
Obat bebas adalah obat tanpa peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat
berwarna hijau dengan garis tepi hitam (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 1983).
[Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]
Gambar 2.1. Penandaan obat bebas
2.11.2 Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat obat bebas terbatas adalah
lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 1983).
[Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]
Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas
Pada golongan obat bebas terbatas harus mencantumkan tanda peringatan
pada wadah atau kemasan berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar
2 cm atau disesuaikan dengan kemasan dan memuat pemberitahuan dengan huruf
berwarna putih (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1969). Tanda
peringatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
30/156
16
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Penggolongan Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas
Penggolongan Tanda Peringatan Gambar Tanda Peringatan
Tanda P no.1
Tanda P no.2
Tanda P no.3
Tanda P no.4
Tanda P no.5
Tanda P no.6
[Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]
2.11.3 Obat keras daftar G
Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda
pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan kalimat
Harus dengan Resep Dokter (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
1986).
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
31/156
17
Universitas Indonesia
[Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]
Gambar 2.3. Penandaan obat keras
2.11.4 Narkotika
Menurut Undang-undang No 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis yang dapat menyebabkan penururnan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi dan
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
tanamanPapaver somniferum (kecuali bijinya), opium, kokain, heroin, psilosibin
dan amfetamin.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: difenoksilat, metadon, morfin, petidin.
c. Narkotika Golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmupengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: kodein, dihidrokodein, norkodein.
Tanda khusus yang terdapat pada narkotika adalah palang medali berwarna
merah dengan dasar putih.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
32/156
18
Universitas Indonesia
Gambar 2.4.Penandaan obat narkotika
2.11.4.1 Pengelolaan Narkotika
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, adanya pengaturan tentang
narkotika memiliki tujuan, antara lain :
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
danatau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika.
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
penyalahgunaan dan pencandu narkotika.
2.11.4.2 Perencanaan Narkotika
Narkotika termasuk salah satu sediaan farmasi sehingga perencanaan
narkotika sama seperti perencanaan sediaan farmasi. Kegiatan dalam perencanaan
narkotika meliputi penetapan jenis dan jumlah narkotika sesuai dengan kebutuhan.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah narkotika
mendekati kebutuhan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.11.4.3 Pengadaan/Pemesanan Narkotika
Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi
(PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri Kesehatan yaitu PT. Kimia Farma
dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan
dilakukan dengan membuat surat pesanan narkotika asli yang terdiri dari empat
rangkap. Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA,
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
33/156
19
Universitas Indonesia
nomor Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan
stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013). Contoh Surat PesananNarkotika dapat dilihat dalam Lampiran 8.
2.11.4.4 Penyimpanan Narkotika
Berdasarkan Permenkes Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 tentang
penyimpanan narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan
narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta
untuk persediaan, bagian kedua digunakan untuk menyimpan persediaan
narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x
100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
e. Lemari harus dikunci dengan baik.
f. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika.
g. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau
pegawai lain yang dikuasakan.
h. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
2.11.4.5 Pelayanan/penyerahan Narkotika
Menurut Undang-undang nomor 35 tahun 2009 pasal 43, apotek hanya
dapat melakukan penyerahan narkotika kepada rumah sakit, Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas), apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan kepada
pasien berdasarkan resep dari dokter. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
34/156
20
Universitas Indonesia
tahun 1976 Pasal 7 suatu apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas
dasar resep yang sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter.
Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinanresep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang
menyimpan resep asli tersebut. Apotek tidak boleh melayani resep yang berisi
narkotika dengan tulisan iter .
2.11.4.6 Pemusnahan Narkotika
Tujuan dilakukannya pemusnahan narkotika adalah menghapus
pertanggungjawaban apoteker terhadap pengelolaan narkotika, menjamin
narkotika yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar
yang berlaku dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi
rsiko terjadinya penggunaan obat yang sub standar (Departemen Kesehatan RI,
2008).
Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika bahwa
pemusnahan narkotika dilakukan ketika hasil produksi tanpa memenuhi standar
dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses
produksi, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau
berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan dilakukan oleh apotek disertai
dengan membuat Berita Acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada
pihak-pihak terkait. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan Undang-
Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, Berita Acara pemusnahan
memuat:
a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan. Nama
pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter pemilik
narkotika.
b. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau
badan tersebut.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
35/156
21
Universitas Indonesia
c. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
d. Cara pemusnahan.
e. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokterpemilik narkotika dan saksi-saksi. Berita acara pemusnahan tersebut
dikirimkan kepada dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala
Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai arsip di
apotek.
2.11.4.7 Pencatatan dan Pelaporan Narkotika
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan
bahwa apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam
penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam
bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan (Lampiran
9). SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan
psikotropika dari unit layanan (puskesmas, rumah sakit dan apotek) ke Bina
Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan
menggunakan pelaporan elektronik melalui mekanisme pelaporan online yang
menggunakan fasilitas internet (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.11.5 Psikotropika
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan
menjadi empat golongan :
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
36/156
22
Universitas Indonesia
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi sertamempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh: Psilosibin, lisergida.
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh:
Amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, sekobarbital.
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
amobarbital, pentazosin, pentobarbital, siklobarbital.
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat khas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh: alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, fenobarbital, ketazolam.
2.11.5.1 Pengelolaan Psikotropika
Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997, psikotropika hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan
dan ilmu pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
37/156
23
Universitas Indonesia
2.11.5.2 Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan
Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIA(Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013) Contoh Surat
Pesanan Psikotropika dapat dilihat dalam Lampiran 10. Surat pesanan tersebut
dibuat rangkap tiga dan diberikan stempel apotek. Satu surat pesanan dapat
digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.
2.11.5.3 Penyimpanan Psikotropika
Penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan
atau peraturan lainnya. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika
maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan pada rak atau lemari
khusus.
2.11.5.4 Penyerahan Psikotropika
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek
lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan
psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
2.11.5.5 Pemusnahan Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan
bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal yang berhubungan
dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang
berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika,
kadaluwarsa dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan
psikotropika, wajib dibuatkan berita acara.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
38/156
24
Universitas Indonesia
2.11.5.6 Pelaporan Psikotropika
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan
melalui perangkat lunak atau program SIPNAP (Direktorat Jendral BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika.
Contoh laporan psikotropika dapat dilihat dalam Lampiran 11.
2.12 Pelayanan Apotek
Pelayanan Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993, meliputi :
a. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan
perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
b. Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
Pelayanan resep di apotek sepenuhnya atas tanggung jawab APA, sesuai
dengan tanggung jawab dan keahlian profesi yang dilandasi pada kepentingan
masyarakat.
c. Apoteker tidak diizinkan untuk menggantikan obat generik yang ditulis di
dalam resep dengan obat paten.
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih
tepat.
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman
dan rasional.
f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan
kepada dokter penulis resep. Apabila karena pertimbangan tertentu dokter
penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara
tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
39/156
25
Universitas Indonesia
h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu tiga tahun.
i. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulisresep, penderita yang bersangkutan atau yang merawat penderita, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku.
j. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual
obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotek, APA
dapat menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker
pendamping berhalangan melakukan tugasnya, maka APA dapat menunjuk
apoteker pengganti. Penunjukkan ini harus dilaporkan kepada Kepala Kantor
Wilayah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Balai POM
setempat.
l. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker pendamping dan apoteker pengganti di dalam pengelolaan apotek.
m. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan
kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA..
n. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh asisten
apoteker di bawah pengawasan apoteker.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 mengatur tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan
dan tanggung jawab langsung profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini
telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula
hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
40/156
26
Universitas Indonesia
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, pelayanan kefarmasian terdiri dari pelayanan resep,
promosi dan edukasi serta pelayanan residensial (Home Care
).
2.12.1 Pelayanan Resep
Pelayanan resep meliputi skrining resep, penyiapan obat dan penyerahan obat
yang disertai dengan informasi tentang penggunaan obat. Apoteker melakukan
skrining resep (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004) meliputi:
a. Persyaratan administratif:
1) Nama, SIP dan alamat dokter.
2) Tanggal penulisan resep.
3) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
4) Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
5) Nama obat , potensi, dosis dan jumlah yang diminta.
6) Cara pemakaian yang jelas.
7) Informasi lainnya.
b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya
bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Setelah dilakukan
skrining resep oleh apoteker, dilakukan kegiatan kefarmasian sebagai berikut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004):
a. Peracikan
Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan
obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan
jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
41/156
27
Universitas Indonesia
b. Etiket, dimana harus jelas dan dapat dibaca.
c. Kemasan obat yang diserahkan.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocoksehingga terjaga kualitasnya.
d. Penyerahan obat.
Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus
dilakukan sebelum obat diserahkan pada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan
tenaga kesehatan.
e. Informasi obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana serta terkini. Informasi obat pada
pasien minimal meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari
selama terapi.
f. Konseling
Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara
apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling
mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular,
diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan
konseling secara berkelanjutan.
g. Pemantauan penggunaan obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
42/156
28
Universitas Indonesia
2.12.2 Promosi dan edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasiinformasi, antara lain dengan penyebaranleaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan
lain-lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.12.3 Pelayanan Residensial (Home Care)
Pelayanan residensial (Home care) adalah pelayanan apoteker sebagaicare
giverdalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah, khususnya untuk kelompok
lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagaicare
giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat
kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat
catatan berupa catatan pengobatan pasien atau PMR (Patient Medication Record).
2.12.4 Pelayanan Swamedikasi
Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan
bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan
swamedikasi agar masyarakat dapat melakukan swamedikasi secara bertanggung
jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat
diperoleh tanpa resep dokter, penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat
wajib apotek tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak
dikehendaki jika dipergunakan dengan tidak semestinya.
Dalam pelaksanaan swamedikasi, apoteker memiliki dua peran yang sangat
penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat
dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau memberikan
informasi kepada pasien dan keluarganya agar obat digunakan secara aman, tepat
dan rasional.
Pemberian informasi dilakukan terutama dalam mempertimbangkan:
a. Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
43/156
29
Universitas Indonesia
b. Ketepatan pemilihan obat yang efektif, aman dan ekonomis.
c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.
Penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek(OWA) dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip
penggunaan obat secara aman dan rasional. Pelaksanaan swamedikasi yang
bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan,
khasiat dan kualitasnya serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai
dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang
Dapat Diserahkan Tanpa Resep, obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia 2 tahun dan orangtua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki risiko khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Satu hal yang sangat penting dalam informasi swamedikasi adalah
meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan
produk-produk yang sedang digunakan pasien. Selain itu, apoteker juga
diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memantau
penyakitnya dan kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus
berkonsultasi kepada dokter. Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker
pada masyarakat dalam pelaksanaan swamedikasi antara lain:
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
44/156
30
Universitas Indonesia
a. Khasiat obat
Apoteker perlu menerangkan dengan jelas khasiat obat yang bersangkutan,
sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.b. Kontraindikasi
Pasien perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang
diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi yang
dimaksud.
c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada)
Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin
muncul dan apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
d. Cara pemakaian
Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk
menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan
melalui anus, atau cara lain.
e. Dosis
Dosis harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana
petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain
sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
f. Waktu pemakaian
Waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien,
misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
g. Lama penggunaan
Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar
pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum
hilang atau sudah memerlukan pertolongan dokter.
h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya
pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu
bersamaan.
i. Hal yang harus dilakukan jika lupa meminum obat
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
45/156
31
Universitas Indonesia
j. Cara penyimpanan obat yang baik
k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusakSelain itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang
obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan serta
keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini
penting dalam pemilihan obat harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi
dan hak pasien. Selain konseling dalam farmakoterapi, apoteker juga memiliki
tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan
bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation)
dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang
bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut:
a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat
dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua
produk yang tersedia.
b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan
kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila
dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.
c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan
kepada lembaga pemerintah yang berwenang dan untuk menginformasikan
kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek yang tidak
dikehendaki yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam
swamedikasi.
d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota
masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus
dipergunakan dan disimpan secara hati-hati dan tidak boleh dipergunakan
tanpa indikasi yang jelas.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
46/156
32
Universitas Indonesia
2.12.5 Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)
Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) merupakan obat yang termasuk
golongan obat keras yang dapat diperoleh tanpa menggunakan resep dokter dandiserahkan oleh apoteker di apotek. Apoteker di apotek dalam melayani pasien
yang memerlukan obat wajib (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1990;
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993; Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 1999):
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien sesuai dengan
yang disebutkan dalam DOWA.
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek antara lain:
1) Obat kontrasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi.
2) Obat saluran cerna, yang terdiri dari :
a) Antasida + sedatif/spasmodik
b) Anti spasmodik
c) Spasmodik + analgesik
d) Antimual
e) Laksan
3) Obat mulut dan tenggorokan
4) Obat saluran napas
5) Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, yang terdiri dari :
a) Analgesik
b) Antihistamin
6) Antiparasit yang terdiri dari obat cacing
7. Obat topikal untuk kulit yang terdiri dari:
a) Semua salep/krim antibiotic
b) Semua salep/krim kortikosteroid
c) Semua salep/krim/gel anti inflamasi nonsteroid (AINS)
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
47/156
33
Universitas Indonesia
d) Antijamur
e) Antiseptik local
f) Enzim anti radang topicalg) Pemutih kulit
2.13 Pengadaan Persediaan Apotek
Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan
farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran yang bertujuan
memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup
dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan
tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang
berlaku (Quick, 1997). Pengadaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (Seto,
Nita dan Triana, 2004):
a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai
kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan.
c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan
ketentuan yang berlaku.
Secara umum, jenis pengadaan berdasarkan waktu terdiri dari (Quick, 1997):
a. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun
b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam
waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan dan sebagainya.
c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat
persediaan rendah.
d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing danperpetual
purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya seperti
cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan.
Misalnya, obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang
menjadi masalah utama atau obat berharga murah yang jarang digunakan
cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obat yang relatifslow moving
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
48/156
34
Universitas Indonesia
tetapi digunakan secara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun
(scheduled purchasing). Obat-obat yang banyak diminati serta harganya
sangat mahal, maka pemesanannya dilakukan secaraperpetual purchasing
.Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan
frekuensi dan waktu pemesanan, maka pengadaan barang di apotek dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu (Seto, Nita dan Triana, 2004):
a. Pembelian kontan. Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung
membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh
apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek
harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual.
b. Pembelian kredit, adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada
waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat
diterima apotek.
c. Konsinyasi (titipan obat), adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek,
dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila
barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas
waktu kedaluwarsa atau waktu yang telah disepakati, maka barang tersebut
dapat dikembalikan pada pemiliknya
2.14 Pengendalian Persediaan Apotek
Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan
persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek
secara efektif dan efisien. Pengendalian persediaan mencakup penentuan cara
pemesanan atau pengadaannya hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang
harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan.
2.14.1 Parameterparameter dalam pengadaan persediaan
a. Konsumsi rata-rata
Hal ini sering juga disebut permintaan (demand) yang merupakan
permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
49/156
35
Universitas Indonesia
kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan (Quick,
1997).
b. Waktu tunggu/waktu tenggang (Lead Time
/LT)Merupakan waktu tenggang yang dibutuhkan mulai dari pemesanan
sampai dengan penerimaan barang. Waktu tunggu ini dapat berbeda beda untuk
setiap pemasok. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada waktu tunggu adalah
jarak antara pemasok dengan apotek, jumlah pesanan dan kondisi pemasok
(Quick, 1997). Waktu tunggu diperoleh berdasarkan nilai 10%-20% dari
konsumsi rata-rata dimana 10% untuk golongan obatslow moving dan 20% untuk
golongan obatfast moving (Kementerian Kesehatan, 2008).
c. Persediaan Pengaman (Safety Stock/SS)
Persediaan pengaman merupakan persediaan yang dicadangkan untuk
kebutuhan selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan
barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan
karena perubahan pada permintaan misalnya karena adanya permintaan barang
yang meningkat secara tiba-tiba karena adanya wabah penyakit (Quick, 1997).
Persediaan pengaman dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997):
SS = LT x CA
Keterangan :
SS =Safety stock(persediaan pengaman)
LT =Lead Time (waktu tunggu)
CA =Average Consumption (konsumsi rata-rata)
d. Persediaan Minimum (Minimum Stock)
Merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila
penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini maka pemesanan harus
langsung dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang
tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat
terjadi stok kosong (Quick, 1997). Persediaan minimum dapat dihitung dengan
rumus (Quick, 1997):
S min = (LT x CA) + SS
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
50/156
36
Universitas Indonesia
Keterangan:
S min = Persediaan minimum
LT =Lead Time
(waktu tunggu)CA =Average Consumption (konsumsi rata-rata)
SS =Safety stock(persediaan pengaman)
e. Persediaan Maksimum (Maximum Stock)
Merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika jumlah
persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak perlu lagi melakukan
pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan
kerugian (Quick, 1997). Persediaan maksimum dapat dihitung dengan rumus
(Quick, 1997):
S max = S min + (PP x CA)
Keterangan:
S max = Persediaan maksimum
S min = Persediaan minimum
PP =Procurement period(waktu hingga pemesan selanjutnya sampai)
CA =Average Consumption (konsumsi rata-rata)
f. Perputaran persediaan
Adalah menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang dari mulai
pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka
perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai
barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang
terbilang kecil maka barang tersebut termasukslow moving (Quick, 1997).
Keterangan :
So = Persediaan awal Sr = Persediaan rata-rata
P = Jumlah pembelian Sn = Persediaan Akhir
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
51/156
37
Universitas Indonesia
g. Jumlah pesanan (Economic Order Quantity/EOQ/Economic Lot Size)
Persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk
mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas,waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal dan
sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan berkaitan
dengan biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya pemeliharaan
(Quick, 1997).
EOQ =2 RS
PI
Keterangan:
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun
P = Harga barang/unit
S = Biaya memesan tiap kali pemesanan
I = % Harga persediaan rata-rata
h. Titik Pemesanan(Reorder Point/ROP)
Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan
kembali sedemikian rupa sehingga penerimaan barang yang dipesan tepat waktu,dimana persediaan di atas stok pengaman sama dengan nol atau saat mencapai
nilai persediaan minimum. Pada keadaan mendesak, dapat dilakukan pemesanan
langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama
antar apotek dan pemasok (Quick, 1997).
ROP = SS + LT
Keterangan :
ROP = titik pemesanan kembali (Reorder point)
SS = stok pengaman (Safety stock)
LT = waktu tunggu (Lead time)
Berbagai parameter pengendalian persediaan tersebut saling
berkesinambungan satu sama lain untuk dapat menjamin ketersediaan obat dan
perbekalan kesehatan. Jika produk berada dalam kuantitas persediaan rata-rata,
kebutuhan permintaan produk oleh konsumen akan terpenuhi.
Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014
-
7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan
52/156
38
Universitas Indonesia
[Sumber : Quick,1997,telah diolah kembali ]
Gambar 2.5. Diagram model pengendalian persediaan
Model siklus pengendalian persedia