Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

download Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

of 156

Transcript of Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    1/156

    UNIVERSITAS INDONESIA

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27

    MANGGARAI JAKARTA SELATAN

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    LINDA JULI ASTUTI, S.Farm.

    1206329770

    1206330204

    ANGKATAN LXXVII

    FAKULTAS FARMASI

    PROGRAM PROFESI APOTEKER

    DEPOK

    JANUARI 2014

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    2/156

    ii

    UNIVERSITAS INDONESIA

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27

    MANGGARAI JAKARTA SELATAN

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

    LINDA JULI ASTUTI, S.Farm.

    1206329770

    1206330204

    ANGKATAN LXXVII

    TRI VITA PRATIWI, S. Farm.

    1206330204

    FAKULTAS FARMASI

    PROGRAM PROFESI APOTEKER

    DEPOK

    JANUARI 2014

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    3/156

    iii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Karya Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri,

    dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Linda Juli Astuti, S. Farm.

    NPM : 1206329770

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 16 Januari 2014

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    4/156

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    5/156

    v

    KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat dan karunia-

    Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker

    (PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Penyusunan laporan ini dilakukan

    dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada

    Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulis

    menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah

    sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Dalam kesempatan ini, dengan

    segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat

    kepada:

    1. Dra. Azizahwati, M.S., Apt. selaku Apoteker Pengelola Apotek dan

    Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan

    pengetahuan kepada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan

    PKPA ini.

    2. Dr. Dra. Nelly Dhevita Leswara, M.Sc., Apt. selaku Pembimbing II yang

    telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan

    laporan PKPA ini.

    3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

    Indonesia.

    4. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt selaku Pjs. Fakultas Farmasi

    Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.

    5. Dr. Harmita Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

    Universitas Indonesia sekaligus Pembimbing Akademis yang telahmemberikan arahan dan bimbingan selama masa perkuliahan.

    6. Seluruh tenaga kerja Apotek Keselamatan yang telah memberikan bantuan

    dan kerja sama yang baik selama penulis melaksanakan PKPA.

    7. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas segala ilmu

    pengetahuan dan bimbingannya selama ini.

    8. Orang tua dan keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan moril

    dan finansial selama masa perkuliahan hingga saat ini.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    6/156

    vi

    9. Teman-teman seperjuangan di Apotek Keselamatan atas kerjasama selama

    pelaksanaan PKPA.

    10. Teman-teman Apoteker Angkatan LXXVII atas bantuan dan kerjasama

    selama masa perkuliahan.

    11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atas segala

    bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada penulis selama

    penyusunan laporan PKPA ini.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari

    kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik

    dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap

    semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani

    PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak

    yang membutuhkan.

    Penulis

    2014

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    7/156

    vii

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

    bawah ini:

    Nama : Linda Juli Astuti, S.Farm.

    NPM : 1206329770

    Program Studi : Profesi Apoteker

    Fakultas : Farmasi

    Jenis karya : Laporan Praktek Kerja

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas IndonesiaHak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

    Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan Jalan

    Keselamatan No. 27 Manggarai Jakarta Selatan

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

    mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

    merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama

    saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok

    Pada tanggal : 16 Januari 2014

    Yang menyatakan

    (Linda Juli Astuti, S.Farm.)

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    8/156

    viii

    ABSTRAK

    Nama : Linda Juli Astuti, S. Farm.

    Program Studi : FarmasiJudul :.Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek

    Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai Jakarta

    Selatan

    Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menunjang upaya

    pelayanan kesehatan. Apotek adalah suatu sarana pelayanan kesehatan, tempat

    pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, tempat

    dilakukannya praktek kefarmasian dan tempat penyaluran perbekalan farmasi

    kepada masyarakat. Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk

    menjamin tersedianya sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat. Untukmencapai tujuan ini, maka apoteker perlu mengetahui bagaimana cara melakukan

    pengelolaan sediaan farmasi yang tepat sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di

    apotek dan siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan. Praktek Kerja

    Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada 17 Juni 26 Juli 2013 di Apotek

    Keselamatan agar calon apoteker memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman

    tentang apotek yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan

    pengelolaan apotek. Melalui PKPA tersebut, diharapkan calon apoteker dapat

    meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan

    pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek.

    Kata Kunci :. Apotek Keselamatan, Pharmaceutical care, Pelayanan

    Kefarmasian, Praktek Kerja Profesi Apoteker.

    Tugas Umum : xiv + 68 halaman; 23 lampiran

    Tugas Khusus : iv + 33 halaman; 1 lampiran

    Daftar Acuan Tugas Umum : 27 (1969-2013)

    Daftar Acuan Tugas Khusus : 19 (1992-2012)

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    9/156

    ix

    ABSTRACT

    Name : Linda Juli Astuti, S. Farm.

    Study Program : Pharmacy

    Title : Report of Pharmacist Internship Program at KeselamatanPharmacy Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai South

    Jakarta

    Pharmacy is one of the health care facilities that support the health care effort.

    Pharmacy is a health care facility, where the pharmacist profession has devoted

    oath of occupation can do their responsibility, the place where practice of

    pharmacy and distribution of pharmaceuticals to the public. The existence of

    community pharmacies in the environment intended to ensure sufficient

    availability of pharmaceutical preparations for the community. To achieve this

    goal, the pharmacist needs to know how to do a proper management ofpharmaceutical preparations so that the pharmaceutical preparation is always

    available at pharmacies and ready to be distributed to people in need. Pharmacist

    Internship Program ( PKPA ) conducted on June 17th

    to July 26th

    2013 in the

    Keselamatan Pharmacy for prospective pharmacists have the knowledge and

    understanding of the pharmacy that is in terms of the implementation of pharmacy

    services and pharmacy management. Through the PKPA, prospective pharmacists

    is expected to increase the insight, knowledge and skills in managing patient care

    and pharmaceutical preparations in pharmacy.

    Keyword : Keselamatan Pharmacy, Pharmaceutical Care,

    Pharmaceutical Services, Pharmacist Internship Program.

    General Assignment : xiv + 68 pages; 23 appendixes

    Specific Assignment : iv + 33 pages; 1 appendix

    Bibliography of General Assignment : 27 (1969-2013)

    Bibliography of Specific Assignment : 19 (1992-2012)

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    10/156

    x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL................................................................................ i

    HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iv

    KATA PENGANTAR................................................................................. v

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR............... vii

    ABSTRAK .................................................................................................. viii

    ABSTRACT................................................................................................. ix

    DAFTAR ISI................................................................................................ x

    DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiiiDAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xiv

    BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang......................................................................... 1

    1.2 Tujuan ...................................................................................... 2

    BAB 2 TINJAUAN UMUM........................................................................ 3

    2.1 Definisi Apotek........................................................................ 3

    2.2 Landasan Hukum Apotek ........................................................ 3

    2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ........................................................ 4

    2.4 Studi Kelayakan Pendirian Apotek.......................................... 52.5 Tata Cara Perizinan Apotek..................................................... 6

    2.6 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek............................... 8

    2.7 Pencabutan Izin Apotek........................................................... 11

    2.8 Apoteker Pengelola Apotek..................................................... 12

    2.9 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker.................................... 13

    2.10 Pengelolaan Apotek................................................................. 14

    2.11 Sediaan Farmasi ....................................................................... 15

    2.12 Pelayanan Apotek .................................................................... 24

    2.13 Pengadaan Persediaan Apotek ................................................. 33

    2.14 Pengendalian Persediaan Apotek............................................. 34

    2.15 Strategi Pemasaran Apotek...................................................... 41

    BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KESELAMATAN .................. 43

    3.1 Pendahuluan............................................................................. 43

    3.2 Lokasi dan Tata Ruang ............................................................ 43

    3.3 Sumber Daya Manusia dan Struktur Organisasi...................... 44

    3.4 Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan................................................ 44

    3.5 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya............ 46

    3.6 Pelayanan Apotek .................................................................... 49

    3.7 Pengelolaan Narkotika............................................................. 51

    3.8 Pengelolaan Psikotropika......................................................... 52

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    11/156

    xi

    3.9 Kegiatan Administrasi dan Keuangan ..................................... 53

    BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................. 56

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 65

    5.1 Kesimpulan .............................................................................. 65

    5.2 Saran ........................................................................................ 65

    DAFTAR ACUAN....................................................................................... 66

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    12/156

    xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Penandaan obat bebas .............................................................. 15Gambar 2.2 Penandaan obat bebas terbatas................................................. 15

    Gambar 2.3 Penandaan obat keras............................................................... 17

    Gambar 2.4 Penandaan obat narkotika. ....................................................... 18

    Gambar 2.5 Diagram model pengendalian persediaan................................ 38

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    13/156

    xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Penggolongan tanda peringatan obat bebas terbatas. ................. 16Tabel 2.2 Matriks analisis ABC-VEN........................................................ 40

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    14/156

    xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Contoh formulir model APT-1.............................................. 69Lampiran 2. Contoh formulir model APT-2.............................................. 71

    Lampiran 3. Contoh formulir model APT-3.............................................. 72

    Lampiran 4. Contoh formulir model APT-4.............................................. 78

    Lampiran 5. Contoh formulir model APT-5.............................................. 79

    Lampiran 6. Contoh formulir model APT-6.............................................. 82

    Lampiran 7. Contoh formulir model APT-7.............................................. 83

    Lampiran 8. Surat pesanan narkotika ........................................................ 84

    Lampiran 9. Laporan narkotika SIPNAP. ................................................. 85

    Lampiran 10. Surat pesanan psikotropika ................................................... 88

    Lampiran 11. Laporan psikotropika SIPNAP.............................................. 89

    Lampiran 12. Lokasi Apotek Keselamatan. ................................................ 91Lampiran 13. Denah ruangan Apotek Keselamatan.................................... 92

    Lampiran 14. Desain eksterior Apotek Keselamatan .................................. 93

    Lampiran 15. Desain obat-obat OTC Apotek Keselamatan ........................ 94

    Lampiran 16. Desain obat-obat ethical Apotek Keselamatan ..................... 95

    Lampiran 17. Surat pesanan Apotek Keselamatan ...................................... 96

    Lampiran 18. Tanda terima tukar faktur Apotek Keselamatan ................... 97

    Lampiran 19. Kartu stok barang Apotek Keselamatan................................ 98

    Lampiran 20. Etiket obat Apotek Keselamatan........................................... 99

    Lampiran 21. Salinan resep Apotek Keselamatan....................................... 100

    Lampiran 22. Kuitansi Apotek Keselamatan............................................... 101

    Lampiran 23. Alur penerimaan barang di Apotek Keselamatan ................. 102

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    15/156

    1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur

    kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.

    Oleh karena itu setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan

    masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan prinnsip non-diskriminatif,

    partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi

    pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, peningkatan ketahanan

    dan daya saing bangsa dan pembangunan nasioal.

    Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

    masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh

    dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.

    Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan

    promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,

    menyeluruh serta berkesinambungan.. Pembangunan sarana-sarana pelayanan

    kesehatan termasuk di dalam upaya kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar

    masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal sehingga

    meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat (Presiden

    RI, 2009).

    Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menunjang

    upaya pelayanan kesehatan.. Apotek adalah suatu sarana pelayanan kesehatan,

    tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan,tempat dilakukannya praktek kefarmasian dan tempat penyaluran perbekalan

    farmasi kepada masyarakat.

    Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin

    tersedianya sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan

    ini, maka apoteker perlu mengetahui bagaimana cara melakukan pengelolaan

    sediaan farmasi yang tepat sehingga sediaan farmasi selalu tersedia di apotek dan

    siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan. Pengelolaan sediaan farmasi

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    16/156

    2

    Universitas Indonesia

    oleh apoteker merupakan suatu siklus yang berkesinambungan, dimulai dari tahap

    perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemantauan,

    evaluasi dan kembali lagi pada tahap perencanaan. Keterampilan seorang apoteker

    dalam mengendalikan siklus pengelolaan sediaan farmasi akan menentukan

    keberhasilan suatu apotek dalam menjalankan fungsinya bagi masyarakat

    (Presiden RI, 2009).

    Berdasarkan hal tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

    Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di

    apotek bagi para calon apoteker sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan para

    calon apoteker agar memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman tentang apotek

    yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan pengelolaan apotek.

    Salah satu apotek yang menjadi tempat pelaksanaan PKPA tersebut ialah Apotek

    Keselamatan. Melalui PKPA di Apotek Keselamatan yang dilaksanakan mulai

    tanggal 17 Juni hingga 26 Juli 2013, diharapkan calon apoteker dapat

    meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan

    pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek.

    1.2 Tujuan

    Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan bertujuan agar calon

    apoteker:

    a Mengetahui dan memahami peran seorang apoteker dalam pengelolaan

    apotek yang meliputi kegiatan administrasi, manajemen keuangan,

    pengadaan, penyimpanan dan penjualan perbekalan farmasi.

    b Mempelajari dan memahami praktek pelayanan kefarmasian terhadap pasien

    di apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangandan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    17/156

    3 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN UMUM

    2.1. Definisi Apotek

    Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

    Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat tertentu

    dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan

    kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik

    Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1, yang

    dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan

    praktek kefarmasian oleh apoteker.

    Menurut PP No 51 tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan

    termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,

    penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat,

    pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan

    obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh

    apoteker meliputi pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

    berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

    meningkatkan kualitas kehidupan pasien.

    2.2. Landasan Hukum Apotek

    Dalam menjalankan praktik kefarmasiannya, apotek sebagai fasilitas

    pelayanan kefarmasian berlandaskan pada:

    a. Undang-Undang Negara:1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

    Kesehatan.

    2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

    Narkotika.

    3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

    Psikotropika.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    18/156

    4

    Universitas Indonesia

    b. Peraturan Pemerintah:

    1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang

    Pekerjaan Kefarmasian.2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang

    Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang

    Apotek.

    3) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek.

    c. Peraturan Menteri Kesehatan:

    1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja

    Tenaga Kefarmasian.

    2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin

    Apotek.

    d. Keputusan Menteri Kesehatan:

    1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

    Apotek.

    2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

    Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang

    Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

    2.3 Tugas dan Fungsi Apotek

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun

    1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut :

    a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan

    sumpah jabatan.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    19/156

    5

    Universitas Indonesia

    b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

    pencampuran dan penyerahan atau obat atau bahan obat.

    c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yangdiperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

    2.4 Studi Kelayakkan Pendirian Apotek

    Studi kelayakan (feasibility study) adalah suatu metode penjajakan

    gagasan (idea) suatu proyek dalam hal ini adalah pendirian usaha apotek,

    mengenai kemungkinan usaha tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan.

    Fungsi dari studi kelayakan sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan karena

    dibuat berdasarkan data-data dari berbagai sumber yang dianalisis dari banyak

    aspek. Keberhasilan studi kelayakan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu

    kemampuan sumber daya internal (kemampuan manajemen, kualitas pelayanan

    dan produk) dan lingkungan eksternal (pertumbuhan pasar, pesaing dan perubahan

    peraturan) (Umar, 2011).

    Tahapan pembuatan studi kelayakan terdiri dari tahap penemuan gagasan,

    penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan rencana dan pelaksanaan rencana

    kerja. Pada tahap penemuan gagasan, harus selalu diperhatikan tentang kriteria

    gagasan yang baik untuk selanjutnya didiskusikan dan dianalisis. Adapun kriteria

    gagasan yang baik adalah sesuai dengan visi organisasi, menguntungkan

    organisasi, sesuai dengan kemampuan sumber daya organisasi, tidak bertentangan

    dengan peraturan yang berlaku dan aman untuk jangka panjang. Apabila hasil

    analisis gagasan memberikan gambaran yang baik bagi organisasi di masa

    mendatang, maka gagasan tersebut ditindaklanjuti dengan penelitian di lapangan.

    Data-data yang dibutuhkan saat melakukan penelitian lapangan adalah data ilmiah

    (nilai strategis lokasi, data kelas konsumen, peraturan yang berlaku dan tingkat

    persaingan) dan data non ilmiah (intuisi yang diperoleh setelah melihat lokasi dan

    kondisi lingkungan di sekitarnya) (Umar, 2011).

    Menurut Umar (2011), setelah penelitian lapangan selesai dilakukan, data-data

    hasil penelitian tersebut dievaluasi dengan cara:

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    20/156

    6

    Universitas Indonesia

    a. Memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh, yang terdiri dari faktor

    eksternal (tipe konsumen, tingkat keuntungan yang akan diperoleh, kondisi

    keamanan, peraturan yang berlaku) dan faktor internal (keuangan, produk,tenaga kerja, kemampuan manjemen).

    b. Membuat usulan proyek yang meliputi:

    1) Pendahuluan, mengenai latar belakang dan tujuan.

    2) Analisis teknis, mengenai peta lokasi dan lingkungan sekitar, desain

    interior dan eksterior, serta jenis produk.

    c. Analisis pasar, mengenai potensi pasar dan target pasar.

    d. Analisis manajemen, mengenai struktur organisasi, jenis pekerjaan, jumlah

    kebutuhan tenaga kerja, dan program kerja.

    e. Analisis keuangan, mengenai jumlah biaya investasi dan modal kerja, sumber

    pendanaan, dan aliran kas.

    Apabila usulan proyek disetujui, maka dilakukan penetapan waktu untuk

    memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas seperti penyediaan dana biaya

    investasi dan modal kerja, pengurusan izin, pembangunan gedung, perekrutan

    karyawan, penyiapan barang dagangan, pelaksanaan operasional. Dalam

    pelaksanaan setiap jenis pekerjaan, dibuat suatu format yang berisi jadwal

    pelaksanaan pekerjaan, catatan penyimpangan yang terjadi dan hasil evaluasi serta

    solusi penyelesaiannya.

    2.5 Tata Cara Perizinan Apotek

    Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek sebelum

    melaksanakan pekerjaan kefarmasian di apotek (Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia, 1993). Surat Izin Apotek atau SIA adalah surat izin yang diberikan

    kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana untuk

    menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Surat izin ini diberikan oleh

    Menteri Kesehatan yang kemudian dilimpahkan wewenang pemberian izin apotek

    kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan

    Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    21/156

    7

    Universitas Indonesia

    pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan

    tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi (Kementerian

    Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Izin apotek berlaku untuk seterusnyaselama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker

    Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi

    persyaratan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993).

    Adapun prosedur untuk mendapatkan SIA adalah sebagai berikut

    (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993; Kementerian Kesehatan

    Republik Indonesia, 2002) :

    a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

    Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1

    (Lampiran 1).

    b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 (Lampiran 2), Kepala Dinas

    Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah

    menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai

    POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk

    melakukan kegiatan.

    c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-

    lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala

    Dinas Kesehatan kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat

    dengan menggunakan contoh formulir APT-3 (Lampiran 3).

    d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor (b) dan nomor (c)

    tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap

    melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

    setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan

    menggunakan contoh formulir Model APT-4 (Lampiran 4).

    e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil

    pemeriksaan sebagaimana dimaksud nomor (c) atau nomor (d), Kepala Dinas

    Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan

    menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5).

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    22/156

    8

    Universitas Indonesia

    f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

    Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud nomor (c) masih belum memenuhi

    syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12(dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan

    contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6).

    g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam nomor (f), Apoteker

    diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi

    selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat

    penundaan.

    h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi syarat

    sebagaimana dimaksud nomor (e) dan atau nomor (f), atau lokasi apotek tidak

    sesuai permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

    dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib

    mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan

    mempergunakan contoh Formulir Model APT-7 (Lampiran 7).

    Bila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian

    apotek dengan mengadakan kerja sama dengan pemilik sarana apotek, maka harus

    memenuhi ketentuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia, 1993):

    a. Penggunaan sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian

    kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana.

    b. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah

    terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat

    sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan.

    2.6 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    922/MENKES/SK/X/1993 pasal 6 disebutkan persyaratan-persyaratan pendirian

    apotek sebagai berikut:

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    23/156

    9

    Universitas Indonesia

    a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama

    dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan, harus siap dengan

    tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yanglain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

    b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan

    komoditi yang lain diluar sediaan farmasi.

    c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar

    sediaan farmasi.

    Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah

    apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja

    apotek dan perbekalan farmasi (Umar, 2011):

    a. Tempat/lokasi

    Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi,

    namun ketentuan ini dapat berbeda sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah

    masing-masing. Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi

    pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana

    pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan faktor-faktor lainnya.

    b. Bangunan

    Suatu apotek harus mempunyai bangunan yang memenuhi persyaratan

    teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek.

    Suatu apotek minimal memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan

    penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian

    alat dan kamar kecil. Bangunan apotek dilengkapi dengan sumber air yang

    memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang memadai, alat pemadam

    kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama apotek.

    c. Perlengkapan apotek

    Suatu apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan

    apotek yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya.

    Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain:

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    24/156

    10

    Universitas Indonesia

    1) Peralatan pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti gelas ukur (10 ml,

    100 ml dan 250 ml), labu erlenmeyer (100 ml, 250 ml, 1 L), gelas piala (100

    ml, 500 ml dan 1L), panci pengukur 1L, corong berbagai ukuran, timbanganmiligram dan gram dengan anak timbangan yang sudah ditara, termometer,

    mortir berdiameter 5-10 cm dan 10-15 cm beserta alu, spatel

    logam/tanduk/plastik dan porselen, cawan penguap porselen diameter 5-15

    cm, batang pengaduk dan pemanas air, kompor/alat pemanas yang sesuai,

    panci dan rak tempat pengeringan alat.

    2) Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari

    obat, lemari pendingin (kulkas) dan lemari khusus untuk narkotika serta

    psikotropika.

    3) Wadah pengemas dan pembungkus.

    4) Perlengkapan administrasi, seperti blanko pesanan, salinan resep, buku

    catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat dan kuitansi.

    5) Buku wajib (Farmakope Indonesia) dan literatur penunjang lainnya yang

    dibutuhkan seperti Informasi Spesialite Obat (ISO), MIMS dan buku tentang

    peraturan/undang-undang yang berhubungan dengan kegiatan apotek.

    d. Tenaga kerja apotek

    Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek yaitu:

    1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah diberi SIA.

    2) Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping

    APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.

    3) Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam

    menjalani pekerjaan kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari

    sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi dan tenaga menengah

    farmasi/asisten apoteker.

    4) Tenaga non kefarmasian, seperti tenaga administrasi, kasir dan petugas

    kebersihan.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    25/156

    11

    Universitas Indonesia

    2.7 Pencabutan Izin Apotek

    Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat

    dikenakan sanksi, baik sanksi adminsitratif maupun sanksi pidana. Sanksiadministratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

    Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan

    Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 adalah pencabutan surat izin

    apotek yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pencabutan

    izin dilakukan apabila:

    a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai APA.

    b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban yang seharusnya dilakukan.

    c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-

    menerus.

    d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di

    bidang obat.

    e. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) APA dicabut.

    f. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-

    undangan di bidang obat.

    g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin apotek.

    Adapun pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan:

    a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 kali berturut-turut dengan

    tenggang waktu masing-masing 2 bulan.

    b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak

    dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek.

    Apabila SIA dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan

    perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pengamanan yang dilakukan wajib mengikuti tata cara sebagai berikut:

    a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika,

    obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di

    apotek.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    26/156

    12

    Universitas Indonesia

    b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang

    tertutup dan terkunci.

    c. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas KesehatanKabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi

    yang dimaksud dalam huruf (a).

    Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah

    membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang

    berlaku. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan

    dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

    2.8 Apoteker Pengelola Apotek

    Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

    1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar

    Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker

    yang profesional dengan kompetensi sebagai berikut:

    a. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik.

    Apoteker sebagai pengelola apotek harus dapat memberikan pelayanan

    kefarmasian yang profesional. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus

    dapat mengintegrasikan pelayanannya dalam sistem pelayanan kesehatan secara

    keseluruhan sehingga dihasilkan sistem pelayanan kesehatan yang

    berkesinambungan.

    b. Mampu untuk mengambil keputusan profesional.

    Apoteker harus mampu mengambil keputusan yang tepat, yang

    berdasarkan pada efikasi, efektifitas dan efisiensi penggunaan obat dan alat

    kesehatan.

    c. Mampu berkomunikasi dengan baik.

    Apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dengan

    pasien dan profesi kesehatan lainnya secara verbal dan nonverbal serta

    menggunakan bahasa yang sesuai dengan pendengarnya.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    27/156

    13

    Universitas Indonesia

    d. Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner.

    Apoteker harus mampu menjadi pemimpin, yaitu mampu mengambil

    keputusan yang tepat dan efektif, mampu mengkomunikasikannya, dan mampumengelola hasil keputusan tersebut.

    e. Mempunyai kemampuan dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik,

    anggaran) dan informasi secara efektif.

    f. Harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan.

    g. Selalu belajar di sepanjang kariernya.

    Apoteker harus selalu belajar, baik pada jalur formal maupun informal,

    disepanjang kariernya sehingga ilmu dan keterampilan yang dipunyai selalu baru

    (up to date).

    h. Membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan

    pengetahuan.

    Apoteker mempunyai tanggung jawab mendidik dan melatih sumber daya

    yang ada, serta memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang dapat

    meningkatkan keterampilan.

    2.9 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker

    Pengalihan tanggung jawab apoteker dalam sebuah apotek diatur dalam

    Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 (Pasal 19 dan

    24) dimana tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan dalam

    kondisi sebagai berikut:

    a. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA

    harus menunjuk apoteker pendamping.

    b. Apabila APA dan apoteker pendamping berhalangan melakukan tugasnya,

    APA menunjuk Apoteker pengganti. Apoteker yang menggantikan APA

    selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-

    menerus, telah memiliki SIPA dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain

    yang disebut apoteker pengganti.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    28/156

    14

    Universitas Indonesia

    c. Penunjukkan apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus dilaporkan

    kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada

    Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.d. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat

    jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis

    kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada apotek

    tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, maka pelaporan kejadian wajib

    mengikutsertakan penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan

    kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Kejadian penyerahan

    tersebut dibuat Berita Acara Serah Terima dengan Kepala Dinas Kesehatan

    Kabupaten/Kota setempat,dengan tembusan Kepala Balai POM setempat.

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

    Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, setiap pengalihan

    tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian

    APA wajib dilakukan serah terima resep, narkotika obat dan perbekalan farmasi

    lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.

    2.10 Pengelolaan Apotek

    Kegiatan pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu

    pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan nonteknis kefarmasian. Kegiatan

    pengelolaan nonteknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi,

    keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang

    lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    922/MENKES/PER/X/1993, pengelolaan apotek meliputi :

    a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,

    penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat.

    b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi

    lainnya.

    c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    29/156

    15

    Universitas Indonesia

    2.11 Sediaan Farmasi

    Menurut PP No. 51 Tahun 2009 yang termasuk dalam sediaan farmasi

    adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamananpenggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat

    menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika dan psikotropika

    (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983).

    2.11.1 Obat Bebas

    Obat bebas adalah obat tanpa peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep

    dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat

    berwarna hijau dengan garis tepi hitam (Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia, 1983).

    [Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]

    Gambar 2.1. Penandaan obat bebas

    2.11.2 Obat bebas terbatas

    Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh

    tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat obat bebas terbatas adalah

    lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam (Kementerian Kesehatan

    Republik Indonesia, 1983).

    [Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]

    Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas

    Pada golongan obat bebas terbatas harus mencantumkan tanda peringatan

    pada wadah atau kemasan berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar

    2 cm atau disesuaikan dengan kemasan dan memuat pemberitahuan dengan huruf

    berwarna putih (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1969). Tanda

    peringatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    30/156

    16

    Universitas Indonesia

    Tabel 2.1. Penggolongan Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas

    Penggolongan Tanda Peringatan Gambar Tanda Peringatan

    Tanda P no.1

    Tanda P no.2

    Tanda P no.3

    Tanda P no.4

    Tanda P no.5

    Tanda P no.6

    [Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]

    2.11.3 Obat keras daftar G

    Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda

    pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam

    dengan huruf K yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan kalimat

    Harus dengan Resep Dokter (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

    1986).

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    31/156

    17

    Universitas Indonesia

    [Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1983]

    Gambar 2.3. Penandaan obat keras

    2.11.4 Narkotika

    Menurut Undang-undang No 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau

    obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun

    semisintetis yang dapat menyebabkan penururnan atau perubahan kesadaran,

    hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat

    menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan yaitu:

    a. Narkotika Golongan I

    Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

    tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi dan

    mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:

    tanamanPapaver somniferum (kecuali bijinya), opium, kokain, heroin, psilosibin

    dan amfetamin.

    b. Narkotika Golongan II

    Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan

    sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan

    pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

    ketergantungan. Contoh: difenoksilat, metadon, morfin, petidin.

    c. Narkotika Golongan III

    Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan

    banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmupengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

    Contoh: kodein, dihidrokodein, norkodein.

    Tanda khusus yang terdapat pada narkotika adalah palang medali berwarna

    merah dengan dasar putih.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    32/156

    18

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.4.Penandaan obat narkotika

    2.11.4.1 Pengelolaan Narkotika

    Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan

    dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Undang-

    Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, adanya pengaturan tentang

    narkotika memiliki tujuan, antara lain :

    a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan

    danatau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari

    penyalahgunaan narkotika.

    c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika

    d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi

    penyalahgunaan dan pencandu narkotika.

    2.11.4.2 Perencanaan Narkotika

    Narkotika termasuk salah satu sediaan farmasi sehingga perencanaan

    narkotika sama seperti perencanaan sediaan farmasi. Kegiatan dalam perencanaan

    narkotika meliputi penetapan jenis dan jumlah narkotika sesuai dengan kebutuhan.

    Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah narkotika

    mendekati kebutuhan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

    2.11.4.3 Pengadaan/Pemesanan Narkotika

    Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi

    (PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri Kesehatan yaitu PT. Kimia Farma

    dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan

    dilakukan dengan membuat surat pesanan narkotika asli yang terdiri dari empat

    rangkap. Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA,

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    33/156

    19

    Universitas Indonesia

    nomor Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan

    stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika (Badan

    Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013). Contoh Surat PesananNarkotika dapat dilihat dalam Lampiran 8.

    2.11.4.4 Penyimpanan Narkotika

    Berdasarkan Permenkes Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 tentang

    penyimpanan narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan

    narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

    b. Harus mempunyai kunci yang kuat.

    c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama

    dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta

    untuk persediaan, bagian kedua digunakan untuk menyimpan persediaan

    narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.

    d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x

    100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.

    e. Lemari harus dikunci dengan baik.

    f. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain

    narkotika.

    g. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau

    pegawai lain yang dikuasakan.

    h. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh

    umum.

    2.11.4.5 Pelayanan/penyerahan Narkotika

    Menurut Undang-undang nomor 35 tahun 2009 pasal 43, apotek hanya

    dapat melakukan penyerahan narkotika kepada rumah sakit, Pusat Kesehatan

    Masyarakat (Puskesmas), apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan kepada

    pasien berdasarkan resep dari dokter. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    34/156

    20

    Universitas Indonesia

    tahun 1976 Pasal 7 suatu apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas

    dasar resep yang sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter.

    Pada resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinanresep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang

    menyimpan resep asli tersebut. Apotek tidak boleh melayani resep yang berisi

    narkotika dengan tulisan iter .

    2.11.4.6 Pemusnahan Narkotika

    Tujuan dilakukannya pemusnahan narkotika adalah menghapus

    pertanggungjawaban apoteker terhadap pengelolaan narkotika, menjamin

    narkotika yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar

    yang berlaku dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi

    rsiko terjadinya penggunaan obat yang sub standar (Departemen Kesehatan RI,

    2008).

    Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika bahwa

    pemusnahan narkotika dilakukan ketika hasil produksi tanpa memenuhi standar

    dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses

    produksi, kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan

    kesehatan dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau

    berkaitan dengan tindak pidana. Pemusnahan dilakukan oleh apotek disertai

    dengan membuat Berita Acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada

    pihak-pihak terkait. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

    No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika dan Undang-

    Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, Berita Acara pemusnahan

    memuat:

    a. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan. Nama

    pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek dan dokter pemilik

    narkotika.

    b. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau

    badan tersebut.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    35/156

    21

    Universitas Indonesia

    c. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.

    d. Cara pemusnahan.

    e. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokterpemilik narkotika dan saksi-saksi. Berita acara pemusnahan tersebut

    dikirimkan kepada dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala

    Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala

    Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai arsip di

    apotek.

    2.11.4.7 Pencatatan dan Pelaporan Narkotika

    Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan

    bahwa apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala

    mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam

    penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam

    bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan

    Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan (Lampiran

    9). SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan

    psikotropika dari unit layanan (puskesmas, rumah sakit dan apotek) ke Bina

    Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan

    menggunakan pelaporan elektronik melalui mekanisme pelaporan online yang

    menggunakan fasilitas internet (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

    2.11.5 Psikotropika

    Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat

    atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat

    psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan

    perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan

    menjadi empat golongan :

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    36/156

    22

    Universitas Indonesia

    a. Psikotropika Golongan I

    Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan

    untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi sertamempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.

    Contoh: Psilosibin, lisergida.

    b. Psikotropika Golongan II

    Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

    dapat digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta

    mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh:

    Amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, sekobarbital.

    c. Psikotropika Golongan III

    Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

    banyak digunakan dalam terapi dan/untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

    mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:

    amobarbital, pentazosin, pentobarbital, siklobarbital.

    d. Psikotropika Golongan IV

    Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

    sangat khas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

    serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan.

    Contoh: alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, fenobarbital, ketazolam.

    2.11.5.1 Pengelolaan Psikotropika

    Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997, psikotropika hanya dapat

    digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan.

    Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :

    a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan

    dan ilmu pengetahuan.

    b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.

    c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    37/156

    23

    Universitas Indonesia

    2.11.5.2 Pemesanan Psikotropika

    Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan

    Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIA(Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013) Contoh Surat

    Pesanan Psikotropika dapat dilihat dalam Lampiran 10. Surat pesanan tersebut

    dibuat rangkap tiga dan diberikan stempel apotek. Satu surat pesanan dapat

    digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.

    2.11.5.3 Penyimpanan Psikotropika

    Penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan

    atau peraturan lainnya. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika

    maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan pada rak atau lemari

    khusus.

    2.11.5.4 Penyerahan Psikotropika

    Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek

    lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan

    psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter.

    2.11.5.5 Pemusnahan Psikotropika

    Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan

    bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal yang berhubungan

    dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang

    berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika,

    kadaluwarsa dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan

    kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan

    psikotropika, wajib dibuatkan berita acara.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    38/156

    24

    Universitas Indonesia

    2.11.5.6 Pelaporan Psikotropika

    Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan

    melalui perangkat lunak atau program SIPNAP (Direktorat Jendral BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

    2010). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika.

    Contoh laporan psikotropika dapat dilihat dalam Lampiran 11.

    2.12 Pelayanan Apotek

    Pelayanan Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

    922/MENKES/PER/X/1993, meliputi :

    a. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan

    perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.

    b. Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.

    Pelayanan resep di apotek sepenuhnya atas tanggung jawab APA, sesuai

    dengan tanggung jawab dan keahlian profesi yang dilandasi pada kepentingan

    masyarakat.

    c. Apoteker tidak diizinkan untuk menggantikan obat generik yang ditulis di

    dalam resep dengan obat paten.

    d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,

    apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih

    tepat.

    e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan

    obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman

    dan rasional.

    f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau

    penulisan resep yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan

    kepada dokter penulis resep. Apabila karena pertimbangan tertentu dokter

    penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara

    tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.

    g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    39/156

    25

    Universitas Indonesia

    h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka

    waktu tiga tahun.

    i. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulisresep, penderita yang bersangkutan atau yang merawat penderita, petugas

    kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan

    yang berlaku.

    j. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual

    obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep

    yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

    k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotek, APA

    dapat menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker

    pendamping berhalangan melakukan tugasnya, maka APA dapat menunjuk

    apoteker pengganti. Penunjukkan ini harus dilaporkan kepada Kepala Kantor

    Wilayah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Balai POM

    setempat.

    l. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh

    apoteker pendamping dan apoteker pengganti di dalam pengelolaan apotek.

    m. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan

    kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA..

    n. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh asisten

    apoteker di bawah pengawasan apoteker.

    Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    1027/MENKES/SK/IX/2004 mengatur tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

    Apotek. Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan

    dan tanggung jawab langsung profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian

    untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini

    telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan

    kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula

    hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang

    komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    40/156

    26

    Universitas Indonesia

    Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    1027/MENKES/SK/IX/2004, pelayanan kefarmasian terdiri dari pelayanan resep,

    promosi dan edukasi serta pelayanan residensial (Home Care

    ).

    2.12.1 Pelayanan Resep

    Pelayanan resep meliputi skrining resep, penyiapan obat dan penyerahan obat

    yang disertai dengan informasi tentang penggunaan obat. Apoteker melakukan

    skrining resep (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004) meliputi:

    a. Persyaratan administratif:

    1) Nama, SIP dan alamat dokter.

    2) Tanggal penulisan resep.

    3) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

    4) Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.

    5) Nama obat , potensi, dosis dan jumlah yang diminta.

    6) Cara pemakaian yang jelas.

    7) Informasi lainnya.

    b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,

    inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

    c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian

    (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).

    Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada

    dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya

    bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Setelah dilakukan

    skrining resep oleh apoteker, dilakukan kegiatan kefarmasian sebagai berikut

    (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004):

    a. Peracikan

    Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,

    mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan

    obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan

    jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    41/156

    27

    Universitas Indonesia

    b. Etiket, dimana harus jelas dan dapat dibaca.

    c. Kemasan obat yang diserahkan.

    Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocoksehingga terjaga kualitasnya.

    d. Penyerahan obat.

    Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus

    dilakukan sebelum obat diserahkan pada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh

    apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan

    tenaga kesehatan.

    e. Informasi obat

    Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah

    dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana serta terkini. Informasi obat pada

    pasien minimal meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka

    waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari

    selama terapi.

    f. Konseling

    Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara

    apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang

    berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling

    mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga

    dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari

    bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan

    kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular,

    diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan

    konseling secara berkelanjutan.

    g. Pemantauan penggunaan obat

    Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan

    pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti

    kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    42/156

    28

    Universitas Indonesia

    2.12.2 Promosi dan edukasi

    Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi

    secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasiinformasi, antara lain dengan penyebaranleaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan

    lain-lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

    2.12.3 Pelayanan Residensial (Home Care)

    Pelayanan residensial (Home care) adalah pelayanan apoteker sebagaicare

    giverdalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah, khususnya untuk kelompok

    lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. Apoteker sebagaicare

    giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat

    kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan

    pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat

    catatan berupa catatan pengobatan pasien atau PMR (Patient Medication Record).

    2.12.4 Pelayanan Swamedikasi

    Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan

    bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan

    swamedikasi agar masyarakat dapat melakukan swamedikasi secara bertanggung

    jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat

    diperoleh tanpa resep dokter, penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat

    wajib apotek tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak

    dikehendaki jika dipergunakan dengan tidak semestinya.

    Dalam pelaksanaan swamedikasi, apoteker memiliki dua peran yang sangat

    penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat

    dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau memberikan

    informasi kepada pasien dan keluarganya agar obat digunakan secara aman, tepat

    dan rasional.

    Pemberian informasi dilakukan terutama dalam mempertimbangkan:

    a. Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    43/156

    29

    Universitas Indonesia

    b. Ketepatan pemilihan obat yang efektif, aman dan ekonomis.

    c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.

    Penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas dan Obat Wajib Apotek(OWA) dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip

    penggunaan obat secara aman dan rasional. Pelaksanaan swamedikasi yang

    bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan,

    khasiat dan kualitasnya serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai

    dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri

    Kesehatan RI Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang

    Dapat Diserahkan Tanpa Resep, obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep

    harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

    a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di

    bawah usia 2 tahun dan orangtua di atas 65 tahun.

    b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada

    kelanjutan penyakit.

    c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus

    dilakukan oleh tenaga kesehatan.

    d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

    Indonesia.

    e. Obat dimaksud memiliki risiko khasiat keamanan yang dapat

    dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

    Satu hal yang sangat penting dalam informasi swamedikasi adalah

    meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan

    produk-produk yang sedang digunakan pasien. Selain itu, apoteker juga

    diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memantau

    penyakitnya dan kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus

    berkonsultasi kepada dokter. Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker

    pada masyarakat dalam pelaksanaan swamedikasi antara lain:

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    44/156

    30

    Universitas Indonesia

    a. Khasiat obat

    Apoteker perlu menerangkan dengan jelas khasiat obat yang bersangkutan,

    sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.b. Kontraindikasi

    Pasien perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang

    diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi yang

    dimaksud.

    c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada)

    Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin

    muncul dan apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.

    d. Cara pemakaian

    Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk

    menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan

    melalui anus, atau cara lain.

    e. Dosis

    Dosis harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Apoteker dapat

    menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana

    petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain

    sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

    f. Waktu pemakaian

    Waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien,

    misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.

    g. Lama penggunaan

    Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar

    pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum

    hilang atau sudah memerlukan pertolongan dokter.

    h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya

    pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu

    bersamaan.

    i. Hal yang harus dilakukan jika lupa meminum obat

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    45/156

    31

    Universitas Indonesia

    j. Cara penyimpanan obat yang baik

    k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa

    l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusakSelain itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang

    obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan serta

    keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini

    penting dalam pemilihan obat harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi

    dan hak pasien. Selain konseling dalam farmakoterapi, apoteker juga memiliki

    tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan

    bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation)

    dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang

    bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut:

    a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat

    dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua

    produk yang tersedia.

    b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan

    kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila

    dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.

    c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan

    kepada lembaga pemerintah yang berwenang dan untuk menginformasikan

    kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek yang tidak

    dikehendaki yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam

    swamedikasi.

    d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota

    masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus

    dipergunakan dan disimpan secara hati-hati dan tidak boleh dipergunakan

    tanpa indikasi yang jelas.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    46/156

    32

    Universitas Indonesia

    2.12.5 Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)

    Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) merupakan obat yang termasuk

    golongan obat keras yang dapat diperoleh tanpa menggunakan resep dokter dandiserahkan oleh apoteker di apotek. Apoteker di apotek dalam melayani pasien

    yang memerlukan obat wajib (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1990;

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1993; Kementerian Kesehatan

    Republik Indonesia, 1999):

    a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien sesuai dengan

    yang disebutkan dalam DOWA.

    b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.

    c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,

    efek samping dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

    Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek antara lain:

    1) Obat kontrasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi.

    2) Obat saluran cerna, yang terdiri dari :

    a) Antasida + sedatif/spasmodik

    b) Anti spasmodik

    c) Spasmodik + analgesik

    d) Antimual

    e) Laksan

    3) Obat mulut dan tenggorokan

    4) Obat saluran napas

    5) Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, yang terdiri dari :

    a) Analgesik

    b) Antihistamin

    6) Antiparasit yang terdiri dari obat cacing

    7. Obat topikal untuk kulit yang terdiri dari:

    a) Semua salep/krim antibiotic

    b) Semua salep/krim kortikosteroid

    c) Semua salep/krim/gel anti inflamasi nonsteroid (AINS)

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    47/156

    33

    Universitas Indonesia

    d) Antijamur

    e) Antiseptik local

    f) Enzim anti radang topicalg) Pemutih kulit

    2.13 Pengadaan Persediaan Apotek

    Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan

    farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran yang bertujuan

    memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup

    dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan

    tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang

    berlaku (Quick, 1997). Pengadaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (Seto,

    Nita dan Triana, 2004):

    a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai

    kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.

    b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan.

    c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan

    ketentuan yang berlaku.

    Secara umum, jenis pengadaan berdasarkan waktu terdiri dari (Quick, 1997):

    a. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun

    b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam

    waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan dan sebagainya.

    c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat

    persediaan rendah.

    d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing danperpetual

    purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya seperti

    cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan.

    Misalnya, obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang

    menjadi masalah utama atau obat berharga murah yang jarang digunakan

    cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obat yang relatifslow moving

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    48/156

    34

    Universitas Indonesia

    tetapi digunakan secara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun

    (scheduled purchasing). Obat-obat yang banyak diminati serta harganya

    sangat mahal, maka pemesanannya dilakukan secaraperpetual purchasing

    .Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan

    frekuensi dan waktu pemesanan, maka pengadaan barang di apotek dapat

    dilakukan dengan berbagai cara, yaitu (Seto, Nita dan Triana, 2004):

    a. Pembelian kontan. Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung

    membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh

    apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek

    harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual.

    b. Pembelian kredit, adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada

    waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat

    diterima apotek.

    c. Konsinyasi (titipan obat), adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek,

    dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila

    barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas

    waktu kedaluwarsa atau waktu yang telah disepakati, maka barang tersebut

    dapat dikembalikan pada pemiliknya

    2.14 Pengendalian Persediaan Apotek

    Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan

    persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek

    secara efektif dan efisien. Pengendalian persediaan mencakup penentuan cara

    pemesanan atau pengadaannya hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang

    harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan.

    2.14.1 Parameterparameter dalam pengadaan persediaan

    a. Konsumsi rata-rata

    Hal ini sering juga disebut permintaan (demand) yang merupakan

    permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    49/156

    35

    Universitas Indonesia

    kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan (Quick,

    1997).

    b. Waktu tunggu/waktu tenggang (Lead Time

    /LT)Merupakan waktu tenggang yang dibutuhkan mulai dari pemesanan

    sampai dengan penerimaan barang. Waktu tunggu ini dapat berbeda beda untuk

    setiap pemasok. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada waktu tunggu adalah

    jarak antara pemasok dengan apotek, jumlah pesanan dan kondisi pemasok

    (Quick, 1997). Waktu tunggu diperoleh berdasarkan nilai 10%-20% dari

    konsumsi rata-rata dimana 10% untuk golongan obatslow moving dan 20% untuk

    golongan obatfast moving (Kementerian Kesehatan, 2008).

    c. Persediaan Pengaman (Safety Stock/SS)

    Persediaan pengaman merupakan persediaan yang dicadangkan untuk

    kebutuhan selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan

    barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan

    karena perubahan pada permintaan misalnya karena adanya permintaan barang

    yang meningkat secara tiba-tiba karena adanya wabah penyakit (Quick, 1997).

    Persediaan pengaman dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997):

    SS = LT x CA

    Keterangan :

    SS =Safety stock(persediaan pengaman)

    LT =Lead Time (waktu tunggu)

    CA =Average Consumption (konsumsi rata-rata)

    d. Persediaan Minimum (Minimum Stock)

    Merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila

    penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini maka pemesanan harus

    langsung dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang

    tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat

    terjadi stok kosong (Quick, 1997). Persediaan minimum dapat dihitung dengan

    rumus (Quick, 1997):

    S min = (LT x CA) + SS

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    50/156

    36

    Universitas Indonesia

    Keterangan:

    S min = Persediaan minimum

    LT =Lead Time

    (waktu tunggu)CA =Average Consumption (konsumsi rata-rata)

    SS =Safety stock(persediaan pengaman)

    e. Persediaan Maksimum (Maximum Stock)

    Merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika jumlah

    persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak perlu lagi melakukan

    pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan

    kerugian (Quick, 1997). Persediaan maksimum dapat dihitung dengan rumus

    (Quick, 1997):

    S max = S min + (PP x CA)

    Keterangan:

    S max = Persediaan maksimum

    S min = Persediaan minimum

    PP =Procurement period(waktu hingga pemesan selanjutnya sampai)

    CA =Average Consumption (konsumsi rata-rata)

    f. Perputaran persediaan

    Adalah menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang dari mulai

    pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka

    perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai

    barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang

    terbilang kecil maka barang tersebut termasukslow moving (Quick, 1997).

    Keterangan :

    So = Persediaan awal Sr = Persediaan rata-rata

    P = Jumlah pembelian Sn = Persediaan Akhir

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    51/156

    37

    Universitas Indonesia

    g. Jumlah pesanan (Economic Order Quantity/EOQ/Economic Lot Size)

    Persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk

    mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas,waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal dan

    sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan berkaitan

    dengan biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya pemeliharaan

    (Quick, 1997).

    EOQ =2 RS

    PI

    Keterangan:

    R = Jumlah kebutuhan dalam setahun

    P = Harga barang/unit

    S = Biaya memesan tiap kali pemesanan

    I = % Harga persediaan rata-rata

    h. Titik Pemesanan(Reorder Point/ROP)

    Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan

    kembali sedemikian rupa sehingga penerimaan barang yang dipesan tepat waktu,dimana persediaan di atas stok pengaman sama dengan nol atau saat mencapai

    nilai persediaan minimum. Pada keadaan mendesak, dapat dilakukan pemesanan

    langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama

    antar apotek dan pemasok (Quick, 1997).

    ROP = SS + LT

    Keterangan :

    ROP = titik pemesanan kembali (Reorder point)

    SS = stok pengaman (Safety stock)

    LT = waktu tunggu (Lead time)

    Berbagai parameter pengendalian persediaan tersebut saling

    berkesinambungan satu sama lain untuk dapat menjamin ketersediaan obat dan

    perbekalan kesehatan. Jika produk berada dalam kuantitas persediaan rata-rata,

    kebutuhan permintaan produk oleh konsumen akan terpenuhi.

    Laporan praktek., Linda Juli, FFar UI, 2014

  • 7/26/2019 Digital 20367072 PR Linda Juli Laporan

    52/156

    38

    Universitas Indonesia

    [Sumber : Quick,1997,telah diolah kembali ]

    Gambar 2.5. Diagram model pengendalian persediaan

    Model siklus pengendalian persedia