Referat Acute Limb Ischemia

download Referat Acute Limb Ischemia

of 38

Transcript of Referat Acute Limb Ischemia

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    1/38

    i

    MANAJEMEN ACUTE LIMB ISCHEMIA

    REFERAT

    disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya

    SMF/LAB Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember

    Oleh:

    Anjani Putri Retnaninggalih

    112011101035

    Pembimbing:

    dr. Dwi Arianti, Sp. JP

    SMF/LAB PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDI JEMBER

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

    2015

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    2/38

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    3/38

    1

    BAB I. PENDAHULUAN

    Adanya sumbatan akut nontraumatik pada arteri yang memvaskularisasi

    ekstremitas atau organ akan menyebabkan munculnya kumpulan gejala yang

    spesifik terkait penurunan perfusi jaringan mendadak. Tanpa mempedulikan

    segmen arteri manapun yang terlibat, keadaan ini sudah dianggap sebagai suatu

    kegawatan vaskular. Kerusakan organ permanen dapat terjadi dalam beberapa

    detik pada kasus sumbatan emboli akut pada arteri cerebri media (ACM) atau

    dapat terjadi setelah beberapa jam jika sumbatan ini terjadi pada ekstremitas

     bagian bawah. Pada kasus yang sering ditemukan di praktek klinik, sumbatan

    arteri akut sinonim dengan iskemia anggota gerak akut. Penegakan diagnosa dan

     penerapan terapi yang cepat diperlukan untuk mencegah kemungkinan amputasi

    maupun morbiditas lain yang membahayakan jiwa. Iskemia anggota gerak akut

    didefinisikan sebagai suatu kondisi penurunan perfusi arteri yang mengancam

    terjadinya kerusakan pada ekstremitas yang terjadi dalam kurun waktu < 14 hari.

    Hal ini dapat terjadi sebagai akibat adanya oklusi emboli atau thrombosis arteri in

     situ. Selama beberapa decade terakhir, etiologi dari terjadinya iskemia ekstremitas

    akut bervariasi seiring perubahan prevalensi dari tiap-tiap kondisi penyebab.

    Tatalaksana untuk sindrom ini telah berkembang, akan tetapi keterampilan

    mendiagnosis yang dibutuhkan untuk mendiagnosis kondisi klinis ini tetap tidak

     berubah.

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    4/38

    2

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Terdapat beberapa definisi dari  Acute Limb Ischaemia atau Iskmia Anggota

    Gerak Akut, antara lain:

    - Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan

     perfusi ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada

    kemampuan pergerakan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam

     jangka waktu dua minggu (Vaskuler Disease A Handbook)

    - Menurut IA- Khaffaf (2005)  Acute Limb Ischemia merupakan suatu

    kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-

    tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa

    nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu

    dan umumnya iskemia akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut

    atau adanya aterosklerosis.

    - Sedangkan menurut (TASC II) Akut limb iskemik (ALI) adalah adanya

     penurunan tiba-tiba perfusi ekstremitas menyebabkan potensi ancaman

    terhadap kelangsungan hidup ekstremitas. Presentasi ini biasanya sampai

    2 minggu setelah akut.

    Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan

    secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan

    ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia

    akut adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan

    ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer. Perubahan ireversibel pada otot

    dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jam setelah iskemia

    akut. Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio

    intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi.

    Apabila proses aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin

    hebat dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien dengan

    iskemia akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh

     proses aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau kelainan

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    5/38

    3

    kardiovaskular lainnya.  Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu

    klasifikasi dari Peripheral Artery Disease (PAD) , penyakit arteri perifer yang

    setiap tahun jumlahnya semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat

    yang mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang

    kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari

    kategori terparah dari gangguan arteri ini.

    2.2 Etiologi

    Perlunya membedakan antara emboli dengan thrombosis in situ tidak

     boleh mengurangi kepentingan dalam mendiagnosa dan memberikan terapi

    secara cepat, tepat. Meskipun demikian, kondisi iskemia yang disebabkan

    oleh emboli terkait dengan adanya onset yang cepat, riwayat penyakit jantung

    sebelumnya, dan tidak adanya riwayat PAD sebalumnya. Ekstremitas yang

    kontralateral cenderung memberikan hasil normal pada pemeriksaan, tanpa

    ada stigmata kejadian atherosclerosis sistemik.

    Tabel 2.1. Etiologi Acute Limb Ischemia

    a.  Thrombosis

    Thrombosis in situ lebih berperan sebagai penyebab kasus iskemia

    anggota gerak akut dibandingkan emboli sebagaimana ditunjukkan pada trial

    Thrombolysis or Peripheral Arterial Surgery (TOPAS), sekitar 85% dari

    seluruh kasus. Angka kejadian kasus emboli telah menurun sejak beberapa

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    6/38

    4

    decade terakhir. Pada penelitian yang dilakukan di Yunana, yang

    mengevaluasi penyebab iskemia anggota gerak akut pada pusat-pusat rujukan

    antara tahun 2000 dan 2004, 40% kasus disebabkan oleh kejadian emboli,

    sedangkan in situ thrombosis menjadi penyebab pada 50% kasus, dan sisanya

    sebsar 10% disebabkan oleh trauma, injuri iatrogenic, vaskulitis, atau diseksi.

    Sebanyak 78% kasus emboli berasal dari jantung, dan sebanyak 9% dari

    kasus emboli tidak ditemukan asalnya. Di antara seluruh kasus thrombosis in

    situ, 30% terjadi pada arteri normal, sedangkan 70% terjadi pada pembuluh

    darah yang mendapat intervensi (65% graft thrombosis dan 5% berupa

    thrombosis akibat pemasangan stent di iliac atau infrainguinal). 30%

     penyebab iskemia anggota gerak akut dikarenakan surgical graft thrombosis.

    Pasien dengan graft dapat mengalami graft thrombosis dan berkembang

    menjadi gejala iskemia anggota gerak akut dikarenakan degenerasi graft atau

    adanya permasalahan mekanis seperti stenosis anastomosis atau retained

    valves. Kompresi atau kinking pada graft juga dapat menyebabkan

    thrombosis. Dengan adanya metode stent grafting untuk penyakit aneurisma

    aortoiliac, maka thrombosis stent graft akut ditambahkan menjadi salah satu

     penyebab iskemia anggota gerak. 

    Trombosis in situ pada aneurisma arteri poplitea biasanya muncul

     bersama dengan iskemia anggota gerak akut. Pada suatu review yang

    dilakukan pada hampir 900 pasien yang mengalami iskemia anggota gerak

    akut sekunder akibat thrombosis aneurisma popliteal, dilaporkan angka

    kejadian amputasi sebesar 14%. Pada penelitian ini, terapi trombolisis dengan

    dipandu kateter yang dilakukan sebelum tindakan pembedahan tidak dapat

    menurunkan angka kemungkinan dilakukan amputasi, akan tetapi hal ini

    secara signifikan akan meningkatkan patensi graft dalam jangka panjang,

    diduga karena dengan melakukan tindakan ini akan memaksimalkan patensi

     pembuluh darah tibial32. Keputusan untuk melakukan trombolisis dengan

     panduan kateter harus disesuaikan dengan kondisi klinis dan kegawatan untuk

    dilakukan revaskularisasi. Pada pencatatan masalah vascular di Swedia,

    angka amputasi pada kejadian thrombosis akut pada aneurisma popliteal

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    7/38

    5

    sebesar 17% pada pasien yang mengalami iskemia akut dan hanya sebesar

    1,8% pada aneurisma asimtomatik yang memerlukan terapi reapir elektif. 

    b.  Emboli

    Iskemia anggota gerak akut sering disebabkan oleh emboli, seringkali

     berasal dari jantung. Embolus sering menyumbat pada bifurkasio aortoiliac,

     bifurkasio femoral, atau trifurkasio popliteal. Selama beberapa dekade

    terakhir, etiologi kejadian cardioemboli telah makin berkembang. Emboli

    yang disebabkan oleh rheumatic mitral stenosis dengan pembesaran atrium

    merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi karena prevalensi penyakit

    katup jantung rematik saat ini telah menurun secara substansial. Fibrilasi

    atrium yang terkait usia dan disfungsi ventrikel kiri dengan pembentukan

    thrombus di apeks merupakan penyebab terbanyak kejadian cardioemboli.

    Penyebab yang lebih jarang meliputi endocarditis, intracardiac myxoma, atau

     paradoxical embolism yang disebabkan oleh patent foramen ovale yang

    memungkinkan transit thrombus yang ada di vena ke dalam sirkulasi arteri.

    Oklusi emboli akut terkait aneurisma aorta dan thrombus intramural jarang

    terjadi.

    c.  Penyebab Iatrogenik

    Iskemia anggota gerak akut dapat disebabkan oleh metode akses arterial

    melalui arteri femoralis dan injuri pembuluh darah di lokasi akses, baik

    dengan terbebasnya alat penutup vaskular ataupun dengan adanya injuri

    langsung pada arteri femoralis major maupun arteri iliaca major. Demikian

     juga, thrombosis yang terjadi terkait kateter dan emboli pada arteri popliteal

    dapat terjadi

    d.  Sebab Lain

    Vasospasme yang intens, seperti akibat ergotism atau konsumsi kokain,

    telah dilaporkan dapat menyebabkan oklusi pada distal aorta dan pembuluh

    darah iliaka dimana tunika intima mengalami kompresi oleh tunika media.

    DVT (deep vein thrombosis) Iliofemoral dengan pembengkakan massif pada

     paha dapat menyebabkan gangguan pada aliran arterial ke kaki. Sindroma

     phlegmasia cerulean dolens membutuhkan terapi trombolisis dengan dipandu

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    8/38

    6

    kateter yang harus dilakukan segera untuk mengembalikan aliran darah balik

    vena dan juga aliran arterial ke ekstremitas bawah.

    2.3 Patofisiologi

    Kebanyakan emboli menyebabkan sumbatan di area percabangan arteri,

     bifurkasio aorta, iliaca, femoral, atau popliteal di area kaki, dan bifurkasio

     brachial pada lengan. Thrombosis in situ seringkali menyebabkan gangguan

     pada arteri femoral dan popliteal, terutama pada kondisi pasien yang pernah

    mengalami bypass arteri, rupture plak atherosclerosis, atau pada keadaan low

    output. Penghentian aliran arteri ke ekstremitas secara mendadak memicu

    kompleks proses patofisiologis. Jaringan yang mengalami malperfusi akan

    mengalami perubahan metabolism, dari metabolism aerob menjadi

    metabolism anaerob. Perubahan rasio laktat  –   piruvat akan meningkatkan

     produksi laktat, meningkatkan konsentrasi ion hydrogen, dan akhirnya

    menyebabkan terjadi acidosis. Iskemia yang progresif menyebabkan disfungsi

    dan kematian sel. Hipoksia otot akan menurunkan simpanan adenosine

    triphosphate (ATP) intraseluler, dan menyebabkan disfungsi

    sodium/potassium-ATPase dan kanal calcium/sodium sehigga menyebabkan

    kebocoran kalsium intrasel ke dalam miosit. Level kalsium bebas intraseluler

    akan meningkat dan berinteraksi dengan actin, myosin, dan protease,

    menyebabkan nekrosis pada serabut otot. Bersamaan dengan kerusakan pada

    integritas mikrovaskular dan membrane sel, potassium, fosfat, kreatinin

    kinase dan myoglobin intrasel akan keluar dari sel ke sirkulasi sistemik.

    Lebih lanjut, reperfusi meningkatkan perubahan-perubahan yang terjadi

    dalam sel ini.

    Jaringan otot dan saraf cukup rentan mengalami injuri iskemia,

    sehingga ada atau tidaknya deficit neuromotor merupakan suatu poin yang

    sangat penting untuk menilai keparahan iskemia anggota gerak akut.

    Kerusakan otot yang ireversibel akan dimulai sejak 3 jam setelah terjadi

    iskemia dan kerusakan ini akan total setelah mencapai 6 jam. Selain injuri

    miosit, injuri pada otot skeletal akan diikuti dengan kerusakan mikrovaskular

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    9/38

    7

    yang progresif. Semakin parah kerusakan seluler yang terjadi, makin besar

     perubahan yang dialami mikrovaskular. Pada kondisi nekrosis otot, aliran

    mikrovaskular berhenti dalm waktu beberapa jam. Secara teori, butuh waktu

    sekitar 6 jam untuk menyebabkan injuri fungsional yang ireversibel. Rentang

    waktu ini dapat lebih lama pada kondisi ekstremitas yang memiliki aliran

    darah kontralateral.

    Kondisi iskemik akan memicu suatu kondisi injuri reperfusim suatu

     proses yang dipicu oleh pengembalian perfusi dan dimediasi oleh kompleks

    kaskade sitokin, reactive oxygen species (ROS), dan neutrofil. reactive

    oxygen species (cth : superoxide anion, hydrogen peroksida, hidroksil radikal,

     peroksinitrit) diproduksi oleh neutrofil teraktivasi dan xanthine oxidase, suatu

    enzim yang berlokasi di sel endotel mikrovaskular pada otot skeletal dan

    teraktivasi pada kondisi iskemik. Di bawah kondisi normal, xanthine

    dehydrogenase menggunakan nicotinamide adenine dinucleotide untuk

    mengoksidase hypoxanthine menjadi xanthine. Xanthine dehydrogenase

    diubah menjadi xanthine oksidase setelah 2 jam iskemia. Selama iskemia

     berlangsung, ATP didegradasi menjadi hypoxanthine, akan tetapi xanthin

    oxidase membutuhkan oksigen untuk mengubah hypoxanthine menjadi

    xanthine. Sehingga, hypoxanthine akan terakumulasi selama iskemia. Ketika

    oksigen diperoleh selama fase reperfusi, isoform xanthine dehydrogenase

    akan teraktivasi. Perubahan hypoxanthine dalam jumlah besar-besaran akan

    menciptakan reactive oxygen species.

    Substrat yang esensial dalam produksi radikal-radikal ini, oksigen

    molecular, dihasilkan selama proses reperfusi. Oksidan yang berasal dari

    xanthine oxidase memediasi peningkatan permeabilitas vaskular dalam otot

     postischemic. Peran penting oksigen elemental dan peran oksigen radikal

    dalam injuri reperfusi sering diabaikan pada penelitian-penelitian yang

    menunjukkan bahwa reperfusi yang dimulai dengan darah autolog yang

    terdeoksigenasi mencegah peningkatan permeabilitas setelah iskemik.

    Merubah darah yang memperfusi menjadi darah yang teroksigenasi selama

    reperfusi mirip dengan respon injuri mikrovaskular yang tampak setelah

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    10/38

    8

    reperfusi normoxic. Demikian juga, pengenalan oksigen kembali secara

     bertahap di awal reperfusi akan menurunkan injuri postischemic.

    Suplementasi tambahan dengan pembasmi radikal bebas dan menurunkan

    konsumsi oksigen akan menurunkan injuri pada nekrosis postischemic.

     Neutrofil yang teraktivasi merupakan agen utama yang berperan

    menyebabkan kerusakan local maupun sistemik yang disebabkan proses

    reperfusi. Leukosit juga memegang peran yang sama pentingnya dalam

    menyebabkan injuri reperfusi. Neutrofil teraktivasi akan terakumulasi di

    dalam otot yang mengalami reperfusi dan memproduksi metabolit oksigen

    reaktif, melepaskan enzim sitotoksik, dan mengoklusi jalur mikrosirkulasi.

    Menurunkan jumlah leukosit telah diketahui mampu mereduksi injuri

    iskemia-reperfusi. Reperfusi dengan darah yang teroksigenasi dengan jumlah

    kandunga leukosit yang telah terdeplesi menggunakan filter dapat mencegah

     peningkatan permeabilitas vaskular pada otot skelet canine. Menariknya,

    menginduksi terjadinya neutropenia sebelum iskemia pada tikus akan

    mengembalikan membran potensial transmembran dan fungsi kontraksi pada

    otot postischemic tikus.

    Iskemia dan reperfusi otot skelet akan menstimulus sejumlah kaskade

    inflamasi tambahan yang melibatkan aktivasi komplemen, meningkatkan

    ekspresi molekul adhesi, pelepasan sitokin, sintesa eicosanoid, pembentukan

    radikal bebas, perubahan sitoskeletal, deplesi adenine nucleotide, perubahan

    metabolism kalsium dan fosfolipid, aktivasi leukosit, dan disfungsi endotel.

    Interleukin (IL)-1β  dan tumor necrosis factor (TNF)  –   α dapat segera

    dideteksi setelah reperfusi dan memicu molekul adhesi pada permukaan sel

    endotel, emningkatkan kebocoran kapiler, dan menstimulasi produksi IL-6

    dan IL-8, yang mana lebih lanjut meningkatkan permeabilitas endotel,

    menghancurkan integritas endotel, dan mengaktivkan leukosit.

    Efek klinis dari respon seluler terhadap reperfusi berupa pembengkakan

     jaringan, suatu kondisi kerusakan yang hebat pada ruang tertutup di lengan

     bawah, paha, betis, dan pantat. Peningkatan tekanan kompartemen di dalam

     batas fascia menyebabkan compartment syndrome: tekanan kompartemen

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    11/38

    9

    yang meningkat menyebabkan penurunan gradient perfusi dan aliran darah

    kapiler sehingga tidak mencukupi kebutuhan metabolic, menyebabkan

    kondisi iskemia dan nekrosis yang semakin parah. Pelepasan mioglobin dapat

    menyebabkan kerusakan ginjal. Peningkatan permeabilitas endotel dapat

    menyebabkan acute lung injuri, suatu proses yang telah diujikan pada hewan

    coba dengan menginduksi terjadinya neutropenia secara kimiawi,

    menunjukkan bahwa aktivasi dan transmigrasi neutrofil serta hilangnya

    integritas endotel merupakan hal-hal penting dalam acute lung injury pada

    injuri reperfusi. Sehingga, edema paru noncardiac dapat terjadi setelah proses

    reperfusi pada ekstremitas bawah, suatu proses yang dapat dicegah dengan

    deplesi granulosit.

    Sindroma reperfusi terdiri atas dua komponen. Respon local terhadap

    reperfusi memicu terjadinya pembengkakan jaringan, sedangkan respon

    sistemik terhadap reperfusi dapat berupa kegagalan multiorgan dan kematian.

    Respon sistemik inilah yang menyebabkan kegagalan intervensi pada iskemia

    anggota gerak tingkat lanjut dan ireversibel. Derajat respon inflamasi yang

    terjadi setelah proses reperfusi bervariasi. Ketika nekrosis otot seragam maka

    dikatakan respon inflamasinya kecil. Derajat kerusakan iskemik, meskipun

     begitu, akan bervariasi tergntung proksimitas jaringan terhadap lokasi oklusi

    dan efisiensi suplai darah melalui pembuluh kolateral.Besar kecilnya respon

    inflamasi akan ditentukan oleh seberapa luas zona iskemik (tapi tidak

    sepenuhnya nekrotik). Sehingga reperfusi pada sekelompok besar otot yang

    terjadi dengan injuri iskemik tingkat lanjut dan nekrosis jaringan akan

    menyebabkan pelepasan sejumlah besar mediator inflamasi toksik ke dalam

    sirkulasi sistemik. Efek perusak dari proses reperfusi dapat menyebabkan

     pasien dengan injuri iskemik ireversibel harus diamputasi.

    2.4 Diagnosis

    Diagnosis Iskemia Anggota Gerak Akut dapat sulit ditegakkan, terutama

     pada pasien yang juga mengalami defisit sensoris dan motoris yang

    menyebabkan perhatian kita langsung terarah pada pemeriksaan secara

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    12/38

    10

    neurologis. Tanda dan gejala klinis pada iskemia anggota gerak akut

     bermanifestasi dengan variasi temuan gejala terkait keparahan iskemia dan

    durasi malperfusi arterial. Diagnosis iskemia anggota gerak akut dibuat

     berdasarkan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan radiologi untuk mengkonfirmasi

    diagnosis dengan computed tomographic angiography (CTA) atau magnetic

    resonance angiography (MRA) meyebabkan adanya potensi keterlambatan

    dalam memberikan intervensi terapeutik . Bedside USG duplex dapat

    dilakukan secara cepat dan dapat memberikan informasi mengenai lokasi

    oklusi dan pemilihan strategi akses arteri untuk prosedur endovascular.

    Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara cermat, melibatkan evaluasi dengan

    Doppler untuk mendeteksi sinyal arteri dan vena, biasanya cukup untuk

    mendapatkan informasi ini. Pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan

    lokasi oklusi di arteri dan mengurangi kebutuhan untuk dilakukan

     pemeriksaan tambahan lainnya.

    Anamnesis

    Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama:

    1.  Menanyakan gejala yang muncul pada kaki yang berhubungan dengan

    keparahan dari iskemia anggota gerak (sakit sekarang)

    2.  Mengkaji informasi terdahulu (seperti, riwayat klaudikasio, intervensi baru

     pada arteri proksimal ataupun kateterisasi diagnostic kardiak),

    menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran dari penyakit

    yang signifikan secara berbarengan.

    Kemunculan penyakit

    Gejala pada kaki pada ALI berhubungan secara primer terhadap nyeri atau

    fungsi. Onset serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan

    intensitasnya, bagaimana perubahan keparahan sepanjang waktu kesemuanya

    harus digali. Durasi dan intensitas nyeri adalah penting dalam membuat

    keputusan medis. Onset tiba-tiba dapat memiliki implikasi etiologi (seperti,

    emboli arteri cenderung muncul lebih mendadak daripada arterial thrombosis),

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    13/38

    11

    sedangkan kondisi dan lokasi nyeri dapat membantu menegakkan diagnosis

     banding.

    Riwayat penyakit dahulu 

    Hal ini penting untuk ditanyakan:

      Apakah pasien mempunyai nyeri pada kaki sebelumnya (seperti riwayat

    klaudikasio)

      Apakah pasien pernah mendapatkan intervensi untuk penyakit atau

    kelainan pada sirkulasi / pembuluh darah pada masa lampau (misalnya

     pemasangan stent  atau graft )

      Apakah pasien pernah didiagnosis memiliki penyakit jantung (seperti,

    atrial fibrilasi) maupun aneurisma (kemungkinan sumber emboli)

      Sebaiknya ditanyakan tentang penyakit yang dimiliki yang dapat menjadi

    faktor risiko aterosklerotik (hipertensi, diabetes, perokok, hiperlipidemia,

    riwayat keluarga terhadap serangan jantung, stroke)

    2.5 Pemeriksaan Fisik

    Gejala klasik dan temuan yang didapat pada pemeriksaan fisik pada

     penderita iskemia anggota gerak akut sering dikenal dengan sebutan 6 P :

    Pulselessness, pallor, pain, poikilothermia, paralysis, dan paresthesia. Nyeri

    merupakan gejala yang paling umum ditemukan dan makin meningkat seiring

    keparahan iskemia. Pallor (pucat) merupakan temuan awal pada ekstremitas

    yang mengalami iskemik dan hal ini disebabkan oleh pengosongan pdan

    vasospasme arteri komplit. Stagnasi sirkulasi mikrovaskular yang terjadi

     berikutnya akan menyebabkan kerusakan kulit, yang mana kulit akan

     berwarna pucat ketika ditekan. Ketika kondisi iskemik terus berlanjut, akan

    muncul paresthesia, dan kemudian rasa kebas/numbness menggantikan rasa

    nyeri, yang mana hal ini menyebabkan pasien dan dokter mendapatkan

    kepastian yang salah. Pada stadium akhir injuri iskemik, akan terjadi paralisis,

     pengelupasan kulit akan terjadi, tanpa kulit menjadi pucat. Kehilangan fungsi

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    14/38

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    15/38

    13

     permanen, hilangnya fungsi sensoris dan paralisis motoris, dan hilangnya

    sinyal arteri dan vena pada Doppler. Revaskularisasi pada ekstremitas yang

    mengalami hal tersebut sangat berbahaya, sehingga dibutuhkan amputasi.

    Adanya penyakit sumbatan arteri yang mendasari dapat mnimbulkan

    “precondition” pada ekstremitas dengan mengembangkan aliran darah

    kolateral untuk mengurangi keparahan malperfusi jaringan ketika terjadi

    oklusi akut. Sehingga, pasien dengan thrombosis in situ pada pembuluh adarh

    atherosclerosis dan pasien dengan kegagalan graft/cangkok dapat mentoleransi

    iskemia akut lebih baik dibanding pasien-pasien tanpa penyakit arterial yang

    mengalami iskemia anggota gerak akut akibat cardioemboli atau sebab

    iatrogenic. Beberapa karakteristik klinis dapat digunakan untuk membedakan

    kejadian emboli dan thrombosis in situ. Pasien dengan onset nyeri yang

    mendadak dan batas demarkasi perubahan suhu kulit dan pengelupasan kulit

    yang jelas. Pasien-pasien ini biasanya memiliki tanda dan gejala sesuai

    Rutherford class IIb dan III. Pasien dengan thrombosis arterial in situ biasanya

    memiliki tanda PAD dan onset gejalanya lebih samar. Temuan dari

     pemeriksaan fisik tidak terlalu mencolok, dengan batas demarkasi perubahan

    iskemik yang kurang tampak dan lebih cenderung mengalami cyanosis

    dibanding pucat. Pasien ini jatuh pada kategori Rutherford class I dan IIa.

    Gambar 2.1. Gambaran Klinis Pasie dengan Acute Limb Ischemia

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    16/38

    14

    2.6 Pemeriksaan Penunjang

      Angiografi

    Merupakan kriteria standar dalam mendiagnosis penyakit oklusi arteri

     perifer.

      Magnetic resonance angiografi

    - Untuk melihat pembuluh darah besar dan kecil.

    - Digunakan untuk menegakkan diagnosis dan merencanakan jenis

    intervensi

      Computerized tomographic angiography

    Masih jarang dipakai karena memerlukan media kontras yang banyak

    untuk menghasilkan hasil yang baik

      Duplex ultrasonography

    - Suatu prosedur pemeriksaan diagnostik atau terapi yang bersifat non-

    invasif untuk menilai struktur dan fungsi pembuluh darah.

    - Terdapat tiga modalitas dalam pemeriksaan dupleks sonografi yang

    menjadi parameter dalam menegakkan diagnosa yaitu B-mode, color

    doppler dan spektrum doppler .

    Tiga modalitas dupleks sonografi pada pasien ALI

      B-mode

    - Untuk melihat dan menilai seluruh arteri dan vena pada ekstremitas

     bawah digunakan B-mode untuk mengetahui apakah terdapat oklusi

    yang disebabkan oleh adanya plaque atau trombus pada arteri.

    - Pada kasus ALI, jika diambil gambaran short axis, maka pembuluh

    darah ateri tidak terlihat, karena adanya oklusi.

      Color Doppler ( Warna )

    - Doppler warna digunakan untuk mengidentifikasi aliran darah pada

     pembuluh darah, apakah lumen pembuluh darah terisi penuh oleh

    warna pada arteri.

    - Jika pada kasus ALI, color pada pembuluh darah arteri tidak terisi,

    yang diisebabkan oleh adanya oklusi.

      Spektrum Doppler ( Kurva aliran )

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    17/38

    15

    Kecepatan aliran merupakan parameter utama untuk menilai morfologi kurva

    spektrum doppler pada pembuluh darah arteri , pada pasien ALI gambaran

    kurva dopplernya No Flow, sedangkan jika sample volume diletakkan didistal

    dari oklusi gambarannya adalah rounded.

    2.7  Klasifikasi

     Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North

     American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery

    menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas

    yaitu:

      Kelas I:  Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat

    diperlukan atau tidak diperlukan.

      Kelas II: Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk

    melindungi jaringan dari kerusakan.

      Kelas III: Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan

    ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.

    Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb iskemik dapat dikategorikan

    sebagai berikut:

    a)  Kelas I: perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan

    arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih bias

    dengan obat-obatan pada pemeriksaan Doppler signal audible

     b)  Kelas IIa: perfusi jaringan tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbul

    klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ektremitas bawah ketika

     berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien

    istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan

     pemeriksaan angiography segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan

     penyebab oklusi

    c)  Kelas IIb: perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas

    dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi

    selanjutnya seperti revaskularisasi ataupun embolektomy

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    18/38

    16

    d)  Kelas III: telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis,

    kerusakan saraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas,

    kehilangan sensasi sensorik, kelainan kulit atau gangguan penyembuhan

    lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.

    Akut limb iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:

      Onset

    a)  Acute: kurang dari 14 hari

     b)  Acute on chronic: perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari

    c)  Chronic iskemik stabil: lebih dari 14 hari

      Severity

    a)  Incomplete: Tidak dapat ditangani

     b)  Complete: Dapat ditangani

      Irreversible: Tidak dapat kembali ke kondisi normal 

    Cathegory  Description  Capillary

    return 

    Muscle

    Paralysis 

    Sensory

    Loss 

    Doppler  

     Arterial Venous

    I - Viable  Not

    immediately

    threatened

    Intact None None Audible Audible

    IIa -

    Threatened 

    Salvageable

    if promptly

    treated

    Intact/

    slow

    None Partial Inaudible Audible

    IIb -

    Threatened 

    Salvageable

    ifimmediately

    treated

    Slow/

    absent

    Partial Partial/

    complete

    Inaudible Audible

    III -

    Irreversible 

    Primary

    amputation

     Absent

    Staining

    Complete

    Tense

    Compartment

    Complete Inaudible Inaudible

    Tabel 2.2. Pembagian ALI menurut Society for Vascular Surgery / International Society

     for Cardiac Vascular Surgery (SVS/ISCVC)

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    19/38

    17

    2.8  Manajemen

    Penegakan diagnosis iskemia anggota gerak akut dan pengembalian

     perfusi arteri merupakan poin penting dalam terapi. Keputusan apakah akan

    dilakukan revaskularisasi atau amputasi primer harus dilakukan dengan

    memperhatikan viabilitas dari ekstremitas yang terkena. Pada pasien dengan

    ekstremitas yang masih bisa diselamatkan, pemilihan tipe terapi revaskularisasi

     juga sama pentingnya. Dua faktor utama yang mempengaruhi morbiditas dan

    mortalitas pasien dengan iskemia anggota gerak akut terdiri atas beban

    komorbiditas medis dan keterlambatan dalam mengenali dan menangani

    ekstremitas yang mengalami iskemik. Faktor lain terkait dengan angka

    keselamatan bebas amputasi yang lebih rendah meliputi usia yang semakin tua,

    ras, diabetes, dan tidak adanya tatalaksana awal berupa antikoagulasi

    Terapi pembedahan telah lama dikaitkan dengan angka mortalitas

     perioperatif yang tinggi. Dari sejumlah 3000 pasien yang dikumpulkan untuk

    mendapatkan terapi pembedahan untuk iskemia anggota gerak akut pada 30 pusat

     pelayanan kesehatan yang diamati antara rentang waktu 1963 dan 1978, angka

    kematian dalam 30 hari sebesar 25%. Meskipun telah banyak perkembangan

    dalam teknik pembedahan dan anastesi, Jivegard melaporkan sebanyak 20%

    angka kematian masih terjadi selama 1 dekade berikutnya. Bahkan pada tahun

    1990an, angka kematian dalam 30 hari setelah terapi pembedahan pada pasien-

     pasien yang dipilih untuk berpartisipasi dalam TOPAS, Surgery versus

    Thrombolysis for Ischemia of the Lower Extremity (STILE), dan trial acak

    Rochester, masih sebesar 5% - 18%

    Tingginya beban penyakit kardiopulmonar dan tingginya angka kematian

    operasi yang dilakukan pada populasi pasien yang menderita iskemia anggota

    gerak akut mendorong untuk dilakukannya strategi terapi endovascular yang lebih

    tidak invasive. Hasil-hasil trial acak menunjukkan keseimbangan antara terapi

    endovascular dan terapi pembedahan pada pasien tertentu, terutama pasien yang

    masuk dalam klasifikasi I dan IIa. Penyebab dari iskemia ekstremitas, lokasi

    sumbatan, klasifikasi Rutherford, demikian juga karakteristik tiap pasien

    memegang peran penting dalam memilih strategi terapi revaskularisasi. Trial

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    20/38

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    21/38

    19

    (100-150 unit/kgBB), dengan tujuan untuk mendapatkan level terapeutik

    antikoagulasi dan peningkatan partial thromboplastin time (PTT) dengan factor 2-

    2.5 di atas baseline secara cepat. Pasien dengan heparin induced

    thrombocytopenia (HIT) harus diterapi dengan direct thrombin inhibitors (DTI)

    yang diberikan secara intravena seperti lepirudin atau argatroban. Bivalirudin,

     jenis lain DTI, yang sering digunakan untuk intervensi koroner dan endovascular,

    memiliki waktu paruh yang relative pendek dan lebih familiar digunakan oleh

    kebanyakan spesialis. Keputusan dalam menggunakan antikoagulan kerja panjang

    harus dibuat berdasarkan penyebab iskemik, hasil akhir revaskularisasi, dan

    keseimbangan antara resiko perdarahan dan trombotik.

    Koreksi abnormalitas laboratorium dan stabilisasi kondisi medis akut yang

    mendasari sangat penting untuk mendapatkan hasil akhir kondisi klinis yang

    terbaik. Karakteristik laboratorium tertentu dapat memprediksi kesuksesan terapi.

    Pasien yang megalami peningkatan creatinin kinase dan jumlah neutrofil memiliki

    50% resiko diamputasi sebagaimana dibandingkan pada 5% resiko yang dimiliki

     pasien dengan level enzim dan neutrofil yang normal. Temuan ini menegaskan

     bahwa pasien dengan injuri iskemik tingkat lanjut pada otot skelet memiliki

     prognosa yang buruk. Pada pasien yang mengalami irreversible tissue loss,

    mungkin diperlukan alkalinisasi urin untuk mencegah injuri renal akibat

    myoglobinuria. Pada beberapa kasus, penyebab iskemia anggota gerak akut

    sendiri sudah merupakan suatu hal yang mengancam jiwa, seperti infark miokard

    (MI) yang memiliki komplikasi thrombus ventrikel kiri dan shock kardiogenik,

    atau diseksi aorta atau endocarditis infektif dengan gangguan hemodinamik akibat

    inkompetensi katup. Pada beberapa kasus, prinsip “life over limb” dapat

    digunakan sebagai landasan dalam memilih strategi terapi.

    Terapi Endovaskular pada Iskemia Anggota Gerak Akut

    Prinsip dasar di balik terapi endovascular adalah untuk mengembalikan

    aliran arteri, baik dengan melisiskan thrombus atau dengan mencari dan menterapi

    lesi yang mendasari, sehingga dapat mengeliminasi keharusan untuk dilakukan

    operasi atau mengurangi lama waktu operasi.

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    22/38

    20

    Terapi endovascular untuk iskemia anggota gerak akut menjadi mungkin

    untuk dilakukan sejak Tillet dan Garner menemukan komponen fibrinolitik pada

    streptococcus hemolyticus pada tahun 1933. Tidak lama setelah penggunaan

     pertama streptokinase secara intravena pada volunteer sehat yang dilakukan oleh

    Tillet dkk pada tahun 1955, pada tahun 1957 Clifton melaporkan adanya fungsi

    terapeutik streptokinase untuk melarutkan thrombus patologis di arteri dan vena.

    Pemberian streptokinase intraarterial (IA) dengan kateter dicetuskan oleh Charles

    Dotter dkk. Pada tahun 1974. Berridge dkk juga mengkonfirmasi bahwa

     pengiriman agen fibrinolitik melalui kateter secara langsung ke arteri yang

    terganggu memberikan hasil yang lebih baik dibanding pemberian trombolitik

    secara intravena, dan meningkatkan angka keselamatan ekstremitas (dari 45%

    menjadi 80%) dan menurunkan komplikasi perdarahan.

    Agen trombolitik modern bekerja dengan meningkatkan proses fibrinolitik

    intrinsic melalui aktivasi plasminogen dan perubahannya menjadi plasmin, yang

    akan mendegradasi fibrin (Tabel 46-2). Pengubahan plasminogen menjadi plasmin

    membutuhkan hidrolisis ikatan lysine-arginin, suatu tahapan yang dikatalisasi

    oleh tissue type plasminogen activator (tPA), model activator plasminogen

    rekombinan terkini. Teknik trombolisis yang diarahkan dengan kateter dianggap

    sukses ketika aliran antegrade dapat dikembalikan dan thrombus mengalami

    resolusi komplit atau hampir komplit. Keberhasilan terapi ditunjukkan dengan

     berkurangnya gejala iskemik akut atau penurunan level keharusan dilanjutkan

    dengan intervensi pembedahan atau amputasi. Pelarutan thrombus secara

    enzimatik dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan pembedahan

    embolektomi, terutama pada kumpulan pembuluh darah arterial distal dan pada

    kasus embolisasi distal. Terapi endovascular makin berkembang dan menjadi

    makin efektif untuk dilakukan seiring berkembangnya pengalaman kumulatif

    antara tahun 1980 sampai 1990. Pengembangan penggunaan multihole infusion

    cathether dan peningkatan pengetahuan tentang pentingnya menembus oklusi

    thrombus dengan kateter dan memasukkan obat langsung ke dalam clot

    dibandingkan diberikan di atas lokasi clot telah dengan jelas meningkatkan efikasi

     prosedur ini.

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    23/38

    21

    Tiga percobaan acak yang dilakukan pada tahun 1990 membandingkan

    terapi endovascular dengan intervensi pembedahan pada pasien dengan iskemia

    anggota gerak akut. Percobaan Rochester mengambil 114 pasien acak dengan

    iskemia yang mengancam ekstremitas yang disebabkan oleh emboli dan sumbatan

    thrombosis pada pembuluh darah normal maupun cangkokan yang akan menerima

    terapi IA pengiriman urokinase atau pembedahan. Pemberian trombolisis melalui

    kateter memberikan hasil berupa resolusi thrombus pada 70% pasien. Setelah 1

    tahun, angka kejadian amputasi identik pada kedua jenis terapi yang

    diperbandingkan ini yaitu sebesar 18%, akan tetapi angka mortalitas secara

    signifikan lebih tinggi pada tindakan pembedahan : 16% vs 42%, dengan

    mayoritas kematian pada pembedahan terkait komplikasi kardiopulmonal. Terapi

    trombolitik juga memiliki keuntungan berupa biaya terapi yang lebih rendah.

    Trial STILE yang lebih besar yang melibatkan 393 pasien dengan

     pembuluh darah asli atau pembuluh darah hasil cangkokan kurang dari 6 bulan

    secara acak dipilih untuk mendapatkan terapi pembedahan atau terapi trombolisis.

    Trial ini memiliki kecacatan dengan melibatkan pasien yang mengidap gejala

    iskemia kronik yang cenderung tidak respon terhadap terapi trombolisis.

    Meskipun demikian, 70% pasien yang mendapat terapi trombolitik pada dasarnya

    sudah memiliki gejala kronik. Kegagalan teknik menyebabkan terjadinya

    kegagalan proses klinis dalam fraksi besar pada sisi terapi dengan fibrinolitik.

    Kegagalan dalam menembus lesi oklusi dilaporkan pada 28% pasien. Pada pasien

    yang mendapatkan terapi kateterisasi yang sukses, angka patensi pada pembuluh

    darah hasil cangkokan sebesar 81% sedangkan pada arteri asli sebesar 69%

    (P=NS). Kemampuan dalam melintasi lesi dengan menggunakan kawat menjadi

    titik prediksi kesuksesan terapi, suatu kunci penting yang telah digunakan sebagai

     panduan dalam terapi endovascular untuk iskemia anggota gerak akut sejak saat

    itu.

    Pada sisi percobaan dengan fibrinolitik, pasien menerima recombinant tPA

    (rtPA) dengan dosis 0.05 mg/kg/jam sampai 12 jam atau urokinase sampai 36 jam.

    Dosis tPA yang digunakan dalam trial ini lebih besar dibandingkan dosis yang

    umum dipakai di praktek klinik yaitu sebesar 1 mg/jam. Trial ini dihentikan

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    24/38

    22

    segera setelah terjadi kombinasi endpoint of death, amputasi mayor, dan iskemia

     berulang terjadi pada 61,7% pasien dengan terapi lisis dan 36,1% pasien pada

     pasien yang mendapat terapi pembedahan (P

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    25/38

    23

    dosis yang bervariasi diikuti infuse dosis rendah dalam jangka panjang.

    Trombolisis lengkap berhasil diperoleh di 71% pasien, tanpa ada perbedaan angka

    keselamatan ekstremitas atau angka kematian dalam kurun waktu 12 bulan, baik

     pada kelompok yang mendapat terapi urokinase maupun kelompok yang

    mendapat terapi pembedahan, yang signifikan secara statistik. Pasien yang

    diterapi dengan urokinase memiliki angka kejadian perdarahan intracranial yang

    lebih tinggi (2,1%), terutama terkait penggunaan dosis urokinase yang lebih

    tinggi. Pada fase kedua trial, 542 pasien dipilih secara acak untuk mendapatkan

    terapi pembedahan atau mendapat terapi infuse urokinase dengan dosis yang

     paling aman. Rekanalisasi terjadi pada 79,7% pasien dan trombolisis komplit

    terjadi pada 67,9% pasien. Setelah 1 tahun, angka keselamatan-bebas amputasi

     baik pada kelompok yang mendapat terapi trombolisis maupun kelompok yang

    mendapat terapi pembedahan hampir sama satu sama lain (65% vs 69,9%; P=NS)

    akan tetapi pada kelompok dengan terapi trombolitik memiliki angka kejadian

     perdarahan intracranial yang lebih tinggi yaitu 1,6%. Perdarahan intracranial

    terkait dengan pemberian infuse UFH dalam dosis terapeutik dan terjadi pada

    4,8% pasien yang mendapatkan dosis yang ditujukan untuk antikoagulasi sistemik

     penuh, dibandingkan dengan 0,5% pasien yang menerima dosis subterapeutik

    heparin.

    Komplikasi utama perdarahan lebih tinggi pada kelompok trombolitik

    dibanding kelompok yang menerima terapi pembedahan (12,5% vs 5,5%;

    P=0.005). Pada waktu KRS, kematian terjadi pada 5,9% pasien yang mendapat

    terapi pembedahan dan 8,8% pada pasien yang diterapi dengan urokinase (P=NS).

    Terapi trombolitik dengan urokinase terkait dengan tingginya angka kejadian

    komplikasi perdarahan, akan tetapi terapi ini secara efektif menurunkan

    kebutuhan untuk dilakukan terapi pembedahan tanpa mempengaruhi angka

    survival-bebas amputasi pada pasien dengan sumber iskemik murni karena

    trombotik dibanding pasien dengan sebab emboli.

    Review Cochrane yang meliputi lima trial penggunaan trombolisis dengan

     panduan kateter melibatkan 1283 pasien dan melaporkan bahwa tidak ada

     perbedaan signifikan antara kedua jenis strategi ketika membandingkan angka

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    26/38

    24

    keselamatan ekstremitas atau angka kematian dalam kurun waktu 30 hari atau satu

    tahun. Pasien yang menjalani terapi trombolisis dengan panduan kateter lebih

    mudah mengalami komplikasi perdarahan (8,8% vs 3,3 %; 95% confidence

    interval [CI] : 1,7-4,6) dan stroke (1,3% vs 0 %; 95% confidence interval [CI] :

    1,57-26,22). Pengalaman di kenyataan yang sebenarnya tentang penggunaan

    catheter-directed thrombolysis ditunjukkan pada laporan yang diberikan oleh

     National Audit of Thrombolysis for Acute Leg Ischemia (NATALI) yang

    mencatat 1133 pasien yang diterapi dengan obat-obatan trombolisis antara tahun

    1990 dan 1999. Studi ini menunjukkan angka keselamatan-bebas amputasi sebesar

    75%, dengan angka kejadian amputasi dan kematian masing-masing sebesar 12%

     pada 30 hari pertama, dan angka kejadian perdarahan mayor sebesar 7,8%. Belum

     jelas apakah pencatatan tipe seperti yang disebutkan di atas melibatkan pasien

    yang mana memilih dilakukan terapi trombolitik dikarenakan tingginya angka

    mortalitas perioperatif . 

    Analisis multivariable mengidentifikasi sejumlah faktor yang digunakan

    untuk memprediksi kesuksesan terapi trombolitik. Kemampuan dalam menembus

    thrombus dan posisi kateter yang bertugas menginfuskan trombolitik langsung ke

    thrombus mendukung kesuksesan fibrinolisis. Demikian juga, arteri native atau

    arteri prosthetic cangkokan lebih responsive terhadap trombolisis, sedangkan

     pasien dengan diabetes cenderung kurang sukses dalam mendapat terapi ini.

    Kesuksesan terapi trombolitik telah mendorong untuk dilakukan penelitian

    yang intens tentang regimen dosis dan agen yang optimal dalam upaya yang

     berkelanjutan untuk menghasilkan efek trombolisis yang maksimal dengan

    komplikasi perdarahan yang minimal. Regimen yang paling banyak digunakan

    dalam trombolisis arteri adalah streptokinase, urokinase, dan rtPA. Urokinase

    telah diketahui mampu menghasilkan efek trombolisis lebih cepat dan lebih

    sedikit komplikasi perdarahan dibandingkan streptokinase. Sehingga penggunaan

    streptokinase telah ditinggalkan dikarenakan efek imunogeniknya, efek aktivasi

     platelet, dan angka kejadian perdarahan yang lebih besra dibandingkan agen-agen

    generasi terbaru. Urokinase telah ditarik dari produksi pada tahun 1999 setelah

    munculnya kekhawatiraan adanya kontaminasi dalam proses produksi. Sejak saat

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    27/38

    25

    itu, agen rtPA telah menjadi fibrinolitik yang dominan digunakan dalam praktek

    klinik. Tiga agen yang tersedia dalam kelas ini : alteplase, reteplase, dan

    tenecteplase.

    Alteplase dan tenecplase memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk

    mengaktivasi fibrin-bound plasminogen dibandingkan urokinase dan reteplase,

    yang mana kurang spesifik fibrin. Penurunan kemampuan mengikat fibrin pada

    reteplase menyebabkan lebih banyak obat bebas untuk mempenetrasi thrombus

    sehingga menhasilkan efek lisis yang lebih besar dibandingkan tPA. Alteplase

    sering digunakan untuk catheter-directed thrombolysis. Catheter-directed

    thrombolysis menggunakan rtPA telah menunjukkan hasil yang lebih superior

    dibandingkan dengan streptokinase, dimana didapatkan hasil angiografi yang

    lebih baik dan peningkatan angka keselamatan ekstremitas dalam waktu 30 hari.

    Ketika dibandingkan dengan urokinase, alteplase memiliki efikasi yang lebih baik

    dalam resolusi thrombus tapi memiliki resiko lebih tinggi terjadinya hematoma di

    lokasi akses. Pada trial STILE, meskipun begitu, tidak ada perbedaan antara

    urokinase dan alteplase. Suatu review dari berbagai studi yang mengevaluasi

    alteplase menyimpulkan bahwa resiko perdarahan secara langsung terkait durasi

    infuse dan dosis keseluruhan, tapi tidak berbeda dari komplikasi yang diperoleh

    dengan pemakaian urokinase. Reteplase, derivate tPA generasi ketiga memiliki

    waktu paruh yang lebih panjang sekitar 13-16 menit dan telah dengan sukses

    diujikan pada sejumlah kecil pasien dengan iskemia anggota gerak akut.

    Proliferasi terapi endovascular tambahan telah membuat perbandingan langsung

    antar macam macam agen litik menjadi makin sulit, akan tetapi, tidak ada bukti

     bahwa satu jenis thrombolitik rtPA lebih superior dibanding jenis agen yang lain

    dalam hal efikasi dan keamanan.

    Terapi ajuvan dengan inhibitor glikoprotein (GP) IIb/IIIa abciximab telah

    diujikan dalam suatu trial kecil pemberian trombolisis dengan reteplase. Hasil

    studi tersebut menunjukkan bahwa terapi kombinasi akan memperpendek waktu

    infuse agen trombolitik tanpa meningkatkan komplikasi perdarahan. Efikasi dari

    menggabungkan infuse fibrinolitik dan inhibitor GP IIb/IIIa lebih jauh dievaluasi

    dalam trial RELAX (judul resmi : Phosphodiesterase-5 Inhibition to Improve

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    28/38

    26

    Clinical Status and Exercise Capacity in Diastolic Heart Failure [RELAX]). Pada

    studi ini, 74 pasien dengan oklusi akut menerima berbagai dosis reteplase yang

    diberikan tunggal atau reteplase yang digabung dengan infus abciximab. Pada 90

    hari, hasil akhir yang didapatkan pada pasien dengan terapi rtPA dosis 1 mg/jam

    tidak berbeda, baik yang menerima placebo ataupun kelompok yang menerima

    abciximab. Menariknya, tidak ada kejadian perdarahan intracranial ditemukan

     pada dua kelompok ini. Agen ajuvan tidak disetujui untuk digunakan sebagai

    terapi standard. Di sisi lain, unfractioned heparin seringkali digunakan sebagai

    terapi infuse pada kelompok yang mendapat terapi kateter untuk memperoleh

    angka PTT sekitar 40-50. Analisa subgroup pada trial STILE menunjukkan bahwa

     pemberian heparin selama pemberian infus alteplase berperan menurunkan angka

    kematian, amputasi, morbiditas mayor, dan iskemia berulang. Lebih penting lagi,

    infuse heparin yang ditambahkan pada baik kelompok urokinase atau alteplase

    tidak menyebabkan peningkatan kejadian perarahan. Pemberian infuse heparin

    melalui sidearm juga menurunkan resiko thrombosis kateter. Dengan demikian,

    disarankan untuk diberikan heparin dengan dosis 400-600 unit/jam, beberapa

     penulis merekomendasikan dosis yang lebih rendah yaitu sebesar 100 unit/jam.

    Resiko komplikasi perdarahan meningkat seiring durasi terapi. Telah

    diperkirakan bahwa resiko munculnya komplikasi mayor terkait terapi trombolitik

    meningkat dengan peningkatan durasi infuse, dari 4% pada pemberian infus

    selama 8 jam menjadi 34% pada pemberian infuse selama 40 jam. Durasi optimal

     pemberian infuse trombolitik masih belum bisa ditentukan dengan tegas. Telah

    terjadi penurunan bertahap durasi terapi yang diberikan, dari 48 jam infuse pada

     percobaan-percobaan awal menjadi 6-18 jam durasi infuse yang diberikan pada

    era teknik adjunctive. Monitorisasi level fibrinogen selama pemberian infuse

    trombolitik telah lama ditekankan. Level fibrinogen dicek secara berkala selama

     pemberian infuse, dan jika level fibrinogen menunjukkan angka di bawah 100-150

    mg/dL maka hal tersebut mengindikasikan disfibrinogenemia dan membutuhkan

     penurunan dosis obat atau bahkan penghentian seluruh terapi infuse. Level

    fibrinogen yang lebih rendah terkait dengan kejadian perdarahan pada trial STILE,

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    29/38

    27

    akan tetapi masih belum jelas apakah level fibrinogen merupakan predictor yang

    dapat dipercaya untuk memprediksi munculnya komplikasi perdarahan.

    Satu dari kelemahan catheter-directed thrombolysis adalah pemanjangan

    waktu infuse, harga agen fibrinolitik yang mahal, perlunya pemeriksaan

    angiografi berulang, dan monitoring pasien di intensive care units (ICU).

    Keterlambatan dalam mengembalikan patensi pembuluh darah membuat terapi ini

    tidak cocok untuk pasien yang membutuhkan revaskularisasi segera, sehingga

    terapi pembedahan menjadi pilihan strategi terapi untuk pasien dengan gejala

    yang masuk dalam klasifikasi IIb Rutherford. Dorongan untuk mengatasi

     permasalahan ini, penurunan dosis trombolitik dibutuhkan untuk memperoleh

    keberhasilan klinis, dan menurunkan komplikasi perdarahan telah mendorong

     pengembangan sejumlah teknik tambahan dan peralatan yang didesain untuk

    memperoleh hasil reperfusi pada ekstremitas yang terganggu yang lebih cepat.

    Mechanical thrombectomy, pulse-spray thrombectomy, dan ultrasound

    accelerated thrombolysis merupakan contoh-contoh dari teknik ini. Pada praktek

    modern, prosedur endovascular untuk tatalaksana iskemia anggota gerak akut

    mengkombinasikan catheter-directed thrombolysis dengan mechanical

    thrombectomy, pulse-spray thrombectomy, distal embolic protection devices, dan

    angioplasty dan stenting. Meskipun ada macam-macam terapi ajuvan, prinsip-

     prinsip dasar tertentu tetap diaplikasikan untuk trombolisis endovascular yakni :

    seluruh segmen oklusi harus terlewati, dan infuse dengan multiple side holes

    diposisikan melintasi thrombus untuk kemudian secara langsung menginfuskan

    obat trombolitik ke dalam thrombus. Kedua hal ini harus terpenuhi. Rekombinan

    activator plasminogen jaringan merupakan agen trombolitik yang paling sering

    digunakan, diinfuskan dengan kecepatan 0,5-1 mg/jam untuk minimal 12 jam.

    Alat Trombektomi Mekanis

    AngioJet Xpeedior rheolytic thrombectomy catheter (Medrad

    Interventional/Possis, Warrendale, Pa.) merupakan kateter trombektomi mekanik

    yang paling sering digunakan. Kateter dengan diameter kecil ini menggunakan

    system menyemprotkan jet larutan salin dari ujung kateter ke fragmen thrombus,

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    30/38

    28

    sementara fungsi vacuum yang dihasilkan pada bagian proksimal jet penyemprot

    akibat efek Venturi akan membantu mengaspirasi fragmen debris. Modifikasi

    sederhana dapat dilakukan dengan mengganti larutan saline dengan obat

    trombolitik, yang dapat disemprotkan ke dalam thrombus tanpa dilanjutkan

    aspirasi. Sekitar 20-30 menit setelah terapi penyemprotan, thrombus yang

    terinjeksi fibrinolitik akan terpecah-pecah dan diaspirasi dengan mode

    trombektomi standard, mengurangi volume trombotik dan mengembalikan aliran

    arteri. Trombektomi mekanik dapat dilakukan tanpa teknik pulse spray untuk

    mengembalikan aliran darah pada pasien dengan intoleransi terhadap obat

    trombolitik. Pada penelitian awal, trombektomi dengan kateter AngioJet pada

    iskemia anggota gerak akut pada pembuluh arteri native dan graft bypass

    mengembalikan aliran arteri pada 90% pasien. Perbaikan klinis tampak pada 82%

     pasien, dengan angka kejadian embolisasi di distal thrombus terjadi pada hanya

    2%. Catheter-directed thrombolysis secara rutin digunakan dengan terapi ajuvan

    ini, akan tetapi dosis dan durasi terapi fibrinolitik yang diberikan dikurangi.

    Rheolytic thrombectomy diteliti dalam suatu pusat kesehatan yang

    mencatat pasien yang sebagian besar terdiri atas kelompok klasifikasi IIa dan IIb

    yang diterapi dengan catheter directed infusion sebelum atau sesudah diberikan

    terapi rheolytic thrombectomy. Setelah angioplasty ajuvan dan stenting atau

     pembedahan elektif dilakukan pada 80% pasien ini, angka kejadian amputasi

    sebesar 7,1% dan angka mortalitas sebesar 4,0% dalam 30 hari. Pengalaman yang

    didapat dengan menggunakan rheolytic thrombectomy menunjukkan bahwa

    teknik ini cukup efektif digunakan pada kasus thrombosis in situ, tergantung tipe

     pembuluh darah yang terkena. Alat-alat trombektomi tidak mampu untuk

    memindahkan thrombus yang sudah padat dan melekat dan alat-alat trombektomi

    ini paling baik digunakan untuk menterapi thrombus akut. Secara keseluruhan

    angka keberhasilan teknik dengan AngioJet berkisar antara 56% sampai 95%,

    dengan angka kejadian munculnya emboli di dista sebasar 9,5% dan angka

    keselamatan bebas amputasi mencapai 75% dalam 2 tahun. Peralatan ini juga

    dapat digunakan tanpa diikuti trombolitik, dengan angka keselamatan anggota

    gerak mencapai 95%.

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    31/38

    29

    Beberapa alat lain digunakan untuk metode trombektomi mekanik

     perkutan. Trellis merupakan suatu alat yang terdiri dari kateter dengan lubang

    infuse multiple yang dibatasi oleh balon di bagian proksimal dan distal yang

    ketika balon tersebut dikembangkan, akan melokalisir obat trombolitik pada

    segmen thrombus dan berpotensi membatasi efek sistemik agen tersebut. Suatu

    sinusoidal wire (kawat sinusoid) yang bersumberdaya baterai berotasi di sekeliling

    kateter, secara efektif mencampur thrombus dengan agen trombolitik. Sebelum

     balon dikempiskan, debris yang berada di antara balon diaspirasi. Peralatan ini,

    lebih sering digunakan pada thrombosis vena, peralatan ini juga telah

    diaplikasikan pada sejumlah pasien dengan oklusi arteri, akan tetapi

     penggunaannya terkait dengan angka kejadian embolisasi di distal sebesar 11,5%.

    Alat Rotarex (Straub Medical AG, Wangs, Switzerland) tersedia di Eropa dan

    telah diujicobakan aman dan efektif digunakan pada kasus tromboemboli di arteri

     perifer. Kateter jenis over-the-wire ini didesain untuk membuang thrombus dari

     pembuluh darah perifer. Bagian ujung kateter yang berbentuk spiral berotasi

    dengan kecepatan 40.000 rpm dan akan memecahkan partikel-partikel trombul

    kemudian mengaspirasinya dengan kecepatan 180 ml/min. Kateter ini kemudian

    akan bergerak maju ke dalam thrombus dan secara perlahan akan ditarik selama

     proses aspirasi. Kekuatan penghisapan dapat diatur untuk menghindari terjadinya

    kolaps dan injuri pembuluh darah di sekitar kateter. Kateter Hydrolyser (Cordis,

    Warren, N.J) awalnya didesain untuk terapi trombolisis dengan akses dialisa.

    Kateter 6F 0.018-inch guidewire-compatible ini menggunakan efek Venturi untuk

    menciptakan kondisi vakum ketika diberi tenaga oleh injector kontras standar

    yang berisi larutan salin. Alat ini telah terbukti efektif dalam menterapi

    thrombosis pada pembuluh darah hasil cangkokan/graft, dan dari penelitian in

    vitro didapatkan angka kejadian embolisasi distal yang lebih rendah dibandingkan

    dengan menggunakan AngioJet. Angka keberhasilan teknik ini sebesar 88% pada

     pembuluh darah cangkokan dan 73% pada arteri native, dengan angka kejadian

    amputasi sebesar 11%.

    Semua alat trombektomi membutuhkan pemakaian trombolisis berulang.

    Tidak ada satupun dari peralatan ini yang diteliti secara mendetail, akan tetapi

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    32/38

    30

     peralatan ini sudah menjadi bagian terapi ajuvan yang penting dalam

    mempercepat proses reperfusi dan menurunkan jumlah obat trombolitik yang

    digunakan. Efek positif berupa pengurangan lama waktu prosedur dan dosis

    trombolitik, cenderung diimbangi dengan efek buruk berupa efek traumatik yang

    lebih besar dibanding efek farmakoterapi yang akan didapat. Obat-obat

    trombolitik juga berperan untuk menciptakan patensi pada cabang-cabang

     pembuluh darah dan pembuluh kolateral yang terlalu kecil untuk mendapat terapi

    dengan peralatan ini.

    Suction Embolectomy

    Percutaneous aspiration thrombectomy dapat menjadi metode yang efektif

    untuk pembuluh darah popliteal dan tibial. Kateter dengan lumen yang besar (6F-

    8F) dihubungkan dengan syringe 60 cc digerakkan menuju bagian proksimal

    oklusi, vakum diperoleh dengan melakukan aspirasi syringe dan thrombus

    diaspirasi ke dalam kateter dan disingkirkan dari arteri. Kombinasi antara catheter

    suction embolectomy dengan trombolisis dapat meningkatkan angka kesuksesan

    hingga 90%, dengan angka keselamatan ekstremitas sebesar 86% setelah follow

    up selama 4 tahun.

    Ultrasound Assisted Thrombolysis

    Ultrasound-emitting catheters (kateter yang dapat dideteksi dengan

    ultrasound) telah digunakan untuk membantu dan mempercepat proses

    trombolisis. Pemakaian ultrasound energy tinggi dapat secara mekanik memecah-

    mecah thrombus, dimana ultrasound dengan energy rendah dapat mempercepat

     proses lisis thrombus secara enzimatik dengan meleburkan benang-benang fibrin,

    mengekspose lebih banyak titik ikatan dengan fibrin, dan meningkatkan

     permeabilitas thrombus sehingga mudah dipenetrasi oleh trombolitik. Efek-efek

    ini dapat berpotensi mempercepat reperfusi dan menurunkan angka komplikasi

     perdarahan pada terapi trombolitik.

    Empat studi kecil meneliti tentang penggunaan teknik trombolisis yang

    dipandu ultrasound untuk iskemia anggota gerak akut. Sistem rendah energy

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    33/38

    31

    EKOS EndoWave (EKOS Corp., Bothell, Wash.) telah diujikan pada 25 pasien

    dengan oklusi arteri di ekstremitas bawah. Resolusi thrombus komplit didapatkan

     pada 88% pasien setelah mendapat waktu terapi rata-rata hanya sekitar 16,9 +

    10,9 jam. Suatu studi lain membandingkan antara penggunaan ultrasound

    accelerated thrombolysis dengan trombektomi mekanik yang menggunakan

    Rotarex pada 20 pasien yang mengalami oklusi pembuluh darah cangkokan

    femoropopliteal akut. Motarjeme menggunakan ultrasound-accelerated

    thrombolysis untuk menterapi 24 kasus oklusi arteri subakut, dengan angka

    keberhasilan teknik sebesar 100% dan lisis thrombus komplit pada 96% kasus

    setelah pemberian terapi dengan durasi rata-rata 16,4 jam (rentang 3-25 jam).

    Rata-rata durasi pemberian infuse trombolitik pada kelompok yang menggunakan

    teknik ultrasound adalah 15 jam, dengan angka kesuksesan sebesar 90%. Suatu

    studi prospektif lainnya menggunakan 21 pasien yang diterapi dengan

    menggunakan ultrasound-accelerated thrombolysis menunjukkan bahwa sebanyak

    20 pasien mendapatkan hasil lisis thrombus komplit, tanpa komplikasi perdarahan

     patensi pembuluh darah baik native maupun cagkokan sebesar 18%. Studi Dutch

    DUET akan membandingkan efikasi dari pemberian terapi catheter-directed

    thrombolysis dengan ultrasound-assisted thrombolysis pada suatu penelitian acak

     pada kasus thrombosis akut dan kronik pembuluh darah native maupun pembuluh

    darah infrainguinal postbypass dengan gejala kategori I dan IIa.

    Pelarutan thrombus secara bertahap dapat memicu terjadinya embolisasi

    distal dari fragmen-fragmen yang lebih kecil yang masuk ke sirkulasi distal.

    Komplikasi ini dapat terjadi pada 5% prosedur dan bermanifestasi sebagai

    keluhan berupa rasa nyeri yang memberat mendadak atau hilangnya pulsasi distal.

    Komplikasi ini membutuhkan peningkatan dosis trombolitik secara temporer dan,

     jika gejala tidak membaik dalam waktu 1-2 jam berikutnya, maka perlu dilakukan

    angiografi ulang.

    Pada praktek modern, perbedaan antara teknik pembedahan dan

    endovascular seringkali tidak jelas, dan pasien dengan gejala iskemik akut sering

    diterapi dengan catheter-directed thrombolysis yang diikuti dengan terapi

    endovascular, gabungan, atau prosedur pembedahan. Pada seri penelitian terbaru

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    34/38

    32

    yang melibatkan 119 pasien dengan iskemia ekstremitas akut, 54% kasus

    diberikan terapi teknik endovascular tunggal, 13% mendapat terapi pembedahan,

    dan 25% teknik gabungan. Trombosis femoropopliteal dan tibial cenderung

    memiliki prognosis yang kurang baik dibandingkan pasien yang menderita oklusi

     pada segmen aortoiliaka. Setelah 30 hari, 82% pasien yang dilibatkan dalam

     penelitian ini dapat bertahan hidup tanpa harus mengalami amputasi. Komplikasi

    yang dapat terjadi berupa hematoma di lokasi akses terjadi pada 11% pasien,

     perdarahan yang membutuhkan tranfusi pada 8% pasien, dan sindroma

    kompartemen pada 4% pasien. Angka kematian dalam 30 hari ditemukan pada 6%

     pasien, kebanyakan dari mereka telah mendapatkan terapi pembedahan amputasi,

    sedangkan angka keselamatan ekstremitas dalam waktu 1 tahun adalah sebesar

    74,6% dan angka keselamatan dalam waktu 1 tahun sebasar 85,7%.

    Terapi Pembedahan pada Iskemia Anggota Gerak Akut

    Terapi pembedahan modern untuk kasus iskemia anggota gerak akut

    diperkenalkan pada tahun 1963 dalam studi landmark yang dilakukan oleh

    Fogarty dkk. Sebelum adanya pengembangan kateter Fogarty, tatalaksana emboli

    adalah dengan secara langsung memaparkan arteri yang tersumbat dan dilakukan

    eksplorasi dengan menggunakan berbagai instrument dan alat suction yang rigid.

    Metode-metode ini tidak hanya sangat tidak efektif tapi juga dapat merusak arteri.

    Teknik milik Fogarty dilakukan dengan memaparkan arteri jauh dari segmen yang

    mengalami sumbatan, dengan resiko injuri arteri yang jauh lebih rendah.

    Pemeriksaan fisik dapat membantu dalam menentukan tempat paparan

     pembedahan; pada kasus nadi popliteal tidak teraba, dilakukan pembedahan untuk

    mengekspose arteri femoral tanpa menghiraukan ada atau tidaknya nadi femoral.

    Pendekatan ini memungkinkan dilakukan embolektomi pada arteri iliac, femoralis

    superfisialis, femoralis profunda, dan popliteal. Pemeriksaan fisik yang

    mendukung diagnose adanya oklusi infrapopliteal akan menjadi panduan untuk

    mengekspose arteri popliteal dan memungkinkan untuk dilakukan kanulasi pada

     pembuluh darah tibial. Pada kasus-kasus dengan iskemia anggota gerak atas akut,

    lokasi paparan lebih dipilih di arteri brachial. Kateter embeloektomi yang

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    35/38

    33

    memiliki balon dengan ukuran yang telah disesuaikan di ujungnya didorong

    masuk ke dalam arteri yang mengalami oklusi, bagian distalnya dikembangkan

    dan kemudian ditarik balik sehingga thrombus ikut tertarik keluar. Pilihan teknik

    yang tepat sangat penting untuk mencegah diseksi arteri dan injuri endotel

     berlebih.

    Ketika embolektomi tidak dapat mengembalikan perfusi bagian distal,

    maka angiografi intraoperatif dilakukan untuk menentukan apakan perlu

    dilakukan terapi pembedahan ajuvan atau intervensi endovascular untuk

    menangani sisa-sisa thrombus distal. Eksplorasi langsung pada pembuluh darah

    tibia pada bagian pergelangan kaki bertanggung jawab dalam tingginya angka

    kejadian rethrombosis, sehingga terapi fibrinolitik intraoperatif dapat menjadi

    terapi yang efektif. Angiografi intraoperatif harus dilakukan untuk

    mengkonfirmasi embolektomi komplit. Sisa thrombus dapat dilihat dalam 30%

     prosedur embolektomi. Demikian juga, pemeriksaan Doppler harus dilakukan

    setelah angiografi untuk mengetahui kembalinya perfusi arteri, meskipun adanya

    spasme arteri dapat melemahkan sinyal yang dideteksi. Ruptur arteri, perforasi

    arteri, injuri intima, dan embolisasi distal dapat mempersulit proses embolektomi

    dan mengabaikan pentingnya melakukan angiografi.

    Pada kasus iskemia anggota gerak akut yang disebabkan oleh emboli,

    embolektomi biasanya cukup sebagai terapi. Pembuangan debris intravascular dari

     pembuluh darah yang sehat dapat mengembalikan perfusi tanpa harus diberikan

    intervensi tambahan. Pasien dengan iskemia akut akibat thrombosis, harus dicari

    terlebih dulu ada atau tidak penyakit atherosklerotik yang mendasari, baik dengan

    operasi bypass atau pendekatan campuran endovascular dengan angioplasty atau

     pemasangan stent. Memang, karena populasi yang menderita iskemia anggota

    gerak akut sudah bergeser ke pasien-pasien yang lebih tua dengan riwayat PAD

    dan thrombosis in situ, Embolektomi Fogarty telah terbatasi menjadi teknik yang

     berjalan sendiri. Meskipun demikian, terapi pembedahan modern untuk mengatasi

    iskemia anggota gerak akut tersusun atas rekonstruksi vaskular komplit,

    angiografi, embolektomi, dan teknik endovascular gabungan.

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    36/38

    34

    Terapi Medis Tambahan

    Selain penyakit yang mendasari, reperfusion injury  merupakan penyebab

    utama mortalitas dan morbiditas setelah dilakukannya revaskularisasi. Untuk

    menurunkan kejadian ischemic reperfusion injury, telah dilakukan penelitian pada

    model hewan berupa reperfusi bertahap menggunakan reperfusat yang

    dimodifikasi. Hipotermia dan tingkat aliran awal yang lambat terbukti dapat

    menurunkan keparahan reperfusion injury  pada otot bergaris pada hewan.

    Reperfusi terkontrol terdiri atas pemberian infus selama 30 menit berupa solusi

    reperfusi kristaloid yang dicampur dengan darah teroksigenasi langsung ke arteri

    revaskularisasi dan otot. Reperfusi terkontrol ini tidak menghilangkan reperfusion

    injury  sama sekali namun tetap dapat menurunkan kejadian reperfusion injury 

    secara signifikan dengan menurunkan edema jaringan serta menjaga otot tetap

    hidup dan dapat berkontraksi. Strategi lain juga telah diusulkan bertahun-tahun

    sebelumnya, namun belum pernah dipraktekkan secara klinis. Pemberian

    scavenger radikal bebas dan agen antiinflamasi juga terbukti dapat menurunkan

    efek buruk reperfusi. Reperfusi terkontrol dengan menggunakan darah yang

    dicampur dengan kristaloid untuk mendapatkan sebuah cairan reperfusat yang

    alkalotik, hipokalsemik, dan kaya substrate, terbukti dapat menurunkan derajat

    reperfusion injury. Pasien yang diberikan reperfusi terkontrol akan mengalami

     perbaikan fungsional yang lebih baik dan tingkat amputasi yang lebih rendah.

    Iloprost, sebuah analog prostacyclin sintetis, telah diteliti sebagai terapi

    tambahan untuk menurunkan komplikasi tungkai dengan memperbaiki

    mikrosirkulasi. Pada sebuah studi acak terhadap 300 pasien dengan iskemia

    tungkai akut, pasien yang diterapi dengan infus iloprost intraarteri maupun

    intravena memiliki tingkat kematian 90 hari yang jauh lebih rendah dibandingkan

     pasien yang diberikan placebo. Namun, tidak ada perbedaan pada tingkat

    amputasi. Belum ada satupun dari terapi tahap penelitian ini yang sudah dipakai

    luas dalam praktek klinis modern.

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    37/38

    35

    2.9  Prognosis

    Pasien dengan iskemik lengan dan tungkai akut biasanya memiliki faktor

     pencetus berupa gangguan kardiovaskuler, yang dapat memungkinkan

    timbulnya suatu iskemik. Populasi ini memiliki prognosis jangka panjang

    yang buruk. Angka kelangsungan hidup rata-rata dalam lima tahun pada

    iskemik lengan dan tungkai akut yang disebabkan oleh thrombosis adalah

    sekitar 45%, dan jika disertai dengan emboli, akan berkurang menjadi sekitar

    20%. Angka kelangsungan hidup rata-rata pada 1 bulan penderita yang

     berusia diatas 75 tahun dengan iskemik tungkai dan lengan akut adalah

    sekitar 40%. Resiko untuk kehilangan anggota gerak tergantung kepada

     beratnya iskemik dan lamanya waktu yang telah lewat sebelum tindakan

    revaskularisasi dilakukan. 

    Skema mengenai klasifikasi yang membagi derajat berat ringannya

    iskemik dan kemampuan dari anggota gerak untuk tetap bertahan, sejalan dan

     berhubungan dengan temuan neurologis dan kriteria Doppler, telah

    dikembangkan oleh Perkumpulan Bedah Vaskuler dan Perkumpulan

    Internasional Bedah kardiovaskuler. Anggota gerak yang masih berfungsi dan

    dapat bertahan, pada kategori 1, yaitu yang tidak bersifat mengancam dengan

    seketika, begitu pula dengan kelainan fungsi sensori maupun motorik, dan

    adanya aliran darah yang dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan

    Doppler. Ancaman kelangsungan hidup, pada kategori II, mengindikasikan

     bahwa derajat beratnya suatu iskemik yang akan menyebabkan kehilangan

    anggota gerak kecuali suplai darah terpenuhi dengan segera. Kategori tersebut

    terbagi lagi secara garis besar yaitu yang bersifat perlahan mengancam

    anggota gerak dan yang bersifat seketika, yang ditandai dengan adanya rasa

    nyeri, berkurangnya rasa sensoris, dan kelemahan otot. Pemeriksan Doppler

    tidak dapat mendeteksi aliran darah arteri. Iskemik lengan dan tungkai yang

    tidak dapat diperbaiki akan memicu terjadinya kehilangan jaringan dan

    tindakan amputasi, kategori III, ditandai dengan hilangnya sensasi,

    kelumpuhan, dan tidak terdeteksinya aliran darah pada pemeriksaan Doppler

     pada arteri dan vena distal sampai ke tempat sumbatan.

  • 8/18/2019 Referat Acute Limb Ischemia

    38/38

    DAFTAR PUSTAKA

    Arrasyid Arfan. 2003.  Makalah Pemeriksaan Dupleks Sonography pada Pasien

     Akut Limb Iskemik di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.

    Teknik Kardiovaskuler Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

    Prof. Dr Hamka.

    Callum Ken, Bradbury Andrew. 2000.  ABC of Arterial and Venous Disease:

     Acute Limb Ischaemia. British Medical Journal. Volume: 320.

    Creager Mark A., Kaufman John A., Conte Michael S. 2012.  Acute Limb

     Ischemia. The New England Journal of Medicine. 366:23.

     Nehler Mark R. 2008.  Diagnosis and Tratment of Acute Limb Ischemia. Inter

    Society Consensus for the Management of PAD.

    Patel Nilesh, Sacks David, Patel Rajesh I., et al. 2001. SIR Reporting Standards

     for the Treatment of Acute Limb Ischemia with Use of Transluminal Removal of

     Arterial Thrombus. J Vasc Interv Radiol. 12:559-570.

    Utomo Vidi P. 2013. Tugas Kardiologi Acute Limb Ischemia: Terjemahan

    Vascular Disease A Handbook Chapter 46. Fakultas Kedokteran Universitas

    Brawijaya Malang.