UJI ANTIHIPERTENSI CAMPURAN EKSTRAK ETANOL HERBA …lib.ui.ac.id › file?file=digital › 2016-9...

128
UNIVERSITAS INDONESIA UJI ANTIHIPERTENSI CAMPURAN EKSTRAK ETANOL HERBA SELEDRI (Apium graveolens[Jacq.] Lag) DAN DAUN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.) SEBELUM DAN SESUDAH PURIFIKASI TESIS IKE YULIA WIENDARLINA 0706172506 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN DEPOK DESEMBER 2010 Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

Transcript of UJI ANTIHIPERTENSI CAMPURAN EKSTRAK ETANOL HERBA …lib.ui.ac.id › file?file=digital › 2016-9...

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    UJI ANTIHIPERTENSI CAMPURAN EKSTRAK ETANOL HERBASELEDRI (Apium graveolens[Jacq.] Lag) DAN DAUN TEMPUYUNG

    (Sonchus arvensis L.) SEBELUM DAN SESUDAH PURIFIKASI

    TESIS

    IKE YULIA WIENDARLINA0706172506

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN

    DEPOKDESEMBER 2010

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    UJI ANTIHIPERTENSI CAMPURAN EKSTRAK ETANOL HERBASELEDRI (Apium graveolens[Jacq.] Lag) DAN DAUN TEMPUYUNG

    (Sonchus arvensis L.) SEBELUM DAN SESUDAH PURIFIKASI

    TESIS

    Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Farmasi

    IKE YULIA WIENDARLINA0706172506

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN

    DEPOKDESEMBER 2010

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,

    saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka

    memenuhi salahsatu syarat untuk mencapai gelar Magister Jurusan Farmasi pada

    Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Saya

    menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa

    perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

    menyelesaikan tesis ini, oleh karena itu saya mengucapkan terimakasih kepada :

    (1) Prof. Dr.Endang Hanani, MS dan Dra. Azizahwati, MS,Apt selaku dosen

    pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk

    mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.

    (2) Prof. Dr. Effionora Anwar, MS selaku Ketua Program S2 Ilmu Kefarmasian

    F-MIPA UI, serta seluruh karyawan Departemen Farmasi F-MIPA UI.

    (3) Pihak Fakultas Kedokteran Hewan dan Pusat Studi Biofarmaka IPB, Program

    Studi Farmasi F-MIPA Unpak, Bogor serta Laboratorium Fitokimia Jurusan

    Farmasi F-MIPA UI, yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh

    data yang saya perlukan.

    (4) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan material dan

    moral dan

    (5) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.

    Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

    pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan

    ilmu.

    Depok, 27 Desember 2010

    Penulis

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • vi

    ABSTRAK

    Nama : Ike Yulia WiendarlinaProgram Studi : Magister Ilmu FarmasiJudul : Uji Antihipertensi Campuran Ekstrak Etanol Herba Seledri (Apium

    graveolens[Jacq.] Lag) dan Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.)dengan Campuran Ekstrak Yang Sudah di Purifikasi.

    Herba seledri (Apium graveolens[Jacq.] Lag) dan daun tempuyung (Sonchus arvensis L.)telah lama digunakan sebagai obat antihipertensi. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui aktivitas antihipertensi dari campuran kedua ekstrak tersebut sebelum dansesudah purifikasi. Pada penelitian ini digunakan 8 kelompok tikus jantan galur Sprague-Dawley, masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Kelompok 1 sebagai kontrolnormal diberi larutan CMC 0,5 %, kelompok 2 diberi larutan NaCl 2 %, kelompok 3(0,02 g ekstrak herba seledri dan 0,15 g ekstrak daun tempuyung), kelompok 4 (0,036 gekstrak herba seledri dan 0,206 g esktrak daun tempuyung), kelompok 5 (0,045 g ekstrakherba seledri dan 0,25 g ekstrak daun tempuyung), kelompok 6 (purifikasi kelompok 4),kelompok 7 (purifikasi kelompok 5), kelompok 8 sebagai herbal pembanding (0,141 gTensigard) Parameter yang diukur adalah volume urin, tekanan darah, arteri, sistolik dandiastolik tikus, campuran ekstrak diberikan pada hari ke 15 sampai hari ke 30. Hasilpenelitian menunjukkan kelompok 7 mengalami penurunan aktivitas hipertensi,mendekati aktivitas kelompok 4 dan kelompok 8, pemberian sediaan uji tidakmempengaruhi sekresi urin tikus.

    Kata kunci : Apium graveolens[Jacq.] Lag , Sonchus arvensis L.,antihipertensi, purifikasi.

    xiii + 115 halaman : 17 gambar,9 tabelDaftar Pustaka : 70 (tahun 1964 sampai2010)

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • vii

    ABSTRACT

    Name : Ike Yulia WiendarlinaStudy Program : Magister of PharmacyTitle : Comparison antihypertension activity from the mixture extract

    Celery herbs (Apium graveolens[Jacq.] lag) and Sonchi folium(Sonchus arvensis L.) before and after purification.

    Celery herbs (Apium graveolens[Jacq.] lag) and Sonchi folium (Sonchus arvensis L.)were used as antihypertension herbal medicinal for long time ago. Comparison ofantihypertension activity from the mixture extract before and after purification has beendone, used eight groups of Sprague-Dawley strain mail rats, each group containing fourrats.Group 1 as normal control were given 0,5 % CMC solution, group 2 were given 2 %NaCl solution, group 3 (0,02 g of celery herbs extract and 0,15 g of sonchi foliumextract), group 4 (0,036 g of celery herbs extract and 0,206 g of sonchi folium extract),group 5 (0,045 g of celery herbs extract and 0,25 g of sonchi folium extract), group 6(group 4 after purification), group 7 (group 5 after purification) and group 8 as thecomparison (0,141 g of Tensigard).The mixture of extract were given on 15th until 30th.The parameter are, urine excretion and the blood pressure of rats including arteri,systolic, and diastolic. The result showed group 7 has decreased antihypertension effectnearly group 4 and group 8, the mixtured of extract did not have the significant activityon urine excretion.

    Key word : Apium graveolens[Jacq.] Lag , Sonchus arvensis L., antihypertension,purification.xii+115 pages : 17 pictures; 9 tablesBibliography : 70 (1964-2010)

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDULHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITASLEMBAR PENGESAHANKATA PENGANTARLEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAHABSTRAKABSTRACTDAFTAR ISIDAFTAR GAMBARDAFTAR TABELDAFTAR LAMPIRAN

    BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..1.1 Latar Belakang ……………………………………………….1.2. Tujuan Penelitian …………………………………………….1.3. Hipotesis ……………………………………………………..

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................2.1. Apium graveolens [Jacq] Lag ..................................................

    2.1.1. Klasifikasi Tanaman ………………………………….2.1.2. Deskripsi Tanaman …………………………………...2.1.3. Kandungan Kimia ……………………………………2.1.4. Efek Farmakologi …………………………………….2.1.5. Efek Samping dan Efek Tidak Dikehendaki …………

    2.2. Sonchus arvensis Linn ………………………………………..2.2.1. Klasifikasi Tanaman ………………………………….2.2.2. Deskripsi Tanaman …………………………………..2.2.3. Kandungan Kimia ……………………………………2.2.4. Efek Farmakologi …………………………………….2.2.5. Efek Samping ………………………………………...

    2.3. Klorofil dan Sifat-sifatnya ……………………………………2.3.1. Struktur kimia klorofil..................................................

    2.4. Hipertensi …………………………………………………….2.4.1. Definisi dan klasifikasi ……………………………….2.4.2. Etiologi (Hadiyanto, 2002) …………………………..2.4.3. Implikasi-implikasi Terapeutik (Katzung, 2001) .......2.4.4. Pendekatan Pada Penderita Hipertensi (Katzung,

    2001) ………………………………………………….2.4.5. Mekanisme Kerja …………………………………….2.4.6. Pengukuran Tekanan Darah (Hadiyanto, 2009.,

    Kelompok Kerja Ilmiah, 1993).....................................2.4.7. Induksi pada Hewan Percobaan (Kelompok Kerja

    Ilmiah, 1993; Wresdining Tyas, 2007) ........................2.5. Ekstraksi ...................................................................................

    iiiiiiivvviviiviiixixiixiii

    1133

    444455888991010101214141515

    1618

    22

    2424

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • ix

    2.6 Kromatografi ............................................................................2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis ................................................

    2.7 Flavonoid ..................................................................................

    BAB III METODE PENELITIAN ............................................................3.1 Lokasi .......................................................................................3.2 Alat ............................................................................................3.3 Bahan .........................................................................................

    3.3.1 Simplisia ..........................................................................3.3.2 Hewan Coba.....................................................................3.3.3 Bahan kimia ....................................................................

    3.4 Cara Kerja .................................................................................3.4.1 Metode penelitian ............................................................3.4.2 Rancangan Penelitian ......................................................3.4.3 Persiapan Hewan Coba ...................................................3.4.4 Preparasi Ekstrak ............................................................3.4.5 Penetapan Dosis ..............................................................3.4.6 Pembuatan Sediaan Uji....................................................3.4.7 Pembuatan CMC 0, 5 % ..................................................3.4.8 Pembuatan Larutan Natrium Klorida 2 % ......................3.4.9 Purifikasi Ekstrak ............................................................

    3.5 Pengujian terhadap simplisia dan ekstrak .................................3.5.1 Parameter non spesifik ...................................................3.5.2 Parameter spesifik ..........................................................3.5.3 Uji Kandungan Kimia Ekstrak .......................................3.5.4 Pola Kromatogram Dengan Metode Kromatografi Lapis

    Tipis ................................................................................3.6 Purifikasi Campuran Ekstrak Seledri dan Tempuyung .............3.7 Pelaksanaan Percobaan .............................................................3.8 Pemeriksaan Tekanan Darah Tikus …………………………..3.9 Pengamatan ...............................................................................3.10 Analisis Data ...........................................................................

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………4.1.Hasil ..........................................................................................

    4.1.1 Pembuatan Serbuk Simplisia ………………..................4.1.2.Pembuatan Ekstrak ……………...……………..............4.1.3.Pengujian Terhadap Simplisia dan Ekstrak Herba

    Seledri dan Daun Tempuyung ........................................4.1.4.Pengamatan Volume Urin Tikus......................................4.1.5.Pengamatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) ...................4.1.6.Pengamatan Tekanan Darah Arteri (TDA) ………..…...4.1.7. Pengamatan Tekanan Darah Diastolik (TDD) ….…….

    4.2. Pembahasan …………………………………………….……

    BAB V KESIMPULAN …………………………………………………..5.1. Kesimpulan …………………………………………………..5.2. Saran ........................................................................................

    252627

    313131313131313232323232333435353536363738

    404041424343

    45454545

    465152545557

    636363

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • x

    Daftar Pustaka ................................................................................................Lampiran .......................................................................................................

    6571

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Apium graveolens [Jacq] Lag ...............................................Gambar 2.2 Struktur Kimia Apigenin …………………………………..Gambar 2.3 Struktur Kimia Apiin ………………………………………Gambar 2.4 Struktur Kimia Kumarin …………………………………...Gambar 2.5 Sonchus arvensis L ...............................................................Gambar 2.6 Struktur Kimia 7-glukosilluteolin (cynaroside) ....................Gambar 2.7 Struktur Kimia Klorin ...........................................................Gambar 2.8 Klorofil a dan b .....................................................................Gambar 2.9 Klorofil c1 .............................................................................Gambar 2.10 Klorofil c2 .............................................................................Gambar 2.12. Klorofil d ..............................................................................Gambar 2.12 Cara Kerja Diuretik Tiazid ....................................................Gambar 2.13 Renin Angiotensin Aldosteron System .................................Gambar 2.14 Kerangka Dasar Flavonoid ...................................................Gambar 2.15 Struktur Kimia Golongan Flavonoid ....................................Gambar 4.1 Pola kromatogram ekstrak herba seledri, fasa gerak hexan

    : etil asetat (2:3) pada sinar ultraviolet panjang gelombang366 nm, dengan alat Reprostar ..............................................

    Gambar 4.2 Pola kromatogram ekstrak daun tempuyung setelahdihidrolisis dengan asam asetat glasial, fasa gerak kloroform: metanol (11:1) pada sinar ultraviolet panjang gelombang366 nm, dengan alat Reprostar .............................................

    4677910121313141419212829

    49

    49

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Perbedaan Struktur Klorofil ......................................................Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Manusia Dewasa Pada JNC 7 ……Tabel 2.3 Sifat Berbagai Golongan Flavonoid ............................................Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Perlakuan Hewan Coba ...........................Tabel 4.1 Kandungan Kimia Ekstrak ..........................................................Tabel 4.2 Data Volume Urin Tikus (mL), n = 4 ekor tikus ………………Tabel 4.3 Data Tekanan Darah Sistolik (mm Hg), n = 4 ekor tikus ...........Tabel 4.4 Data Tekanan Darah Arteri Rata-Rata (mm Hg), n = 4 ekor

    tikus ……………………………………………………………Tabel 4.5 Data Tekanan Darah Diastolik (mm Hg), n= 4 ekor tikus ……

    12153042485152

    5455

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran I. Gambar ………………………………………………..Lampiran II. Tabel ………………………………………………….Lampiran III. Hasil Determinasi Tanaman .........................................Lampiran IV. Skema Proses Ekstraksi Simplisia ...............................Lampiran V. Deskriptif (Gambaran Umum Data) Berat Badan

    Tikus .............................................................................Lampiran VI. Deskriptif (Gambaran Umum) Volume Urin Tikus .....Lampiran VII. Analysis Of Variance Tekanan Darah Sistolik ………Lampiran VIII. Arteri …………………………………………………Lampiran IX. Analysis Of Variance TDD ……………………………Lampiran X. Uji Beda : Arteri ……………………………………….Lampiran XI. Uji Beda : Diastolik ......................................................Lampiran XII. Uji Beda : TDS ...............................................................

    70768889

    909396100105109113118

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB IPENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang lazim, ditandai

    dengan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu tekanan darah di atas

    nilai 140/90 mm Hg, pengukuran ini didasarkan pada tekanan darah sistolik

    dan diastolik. Penyebab tekanan darah meningkat adalah akibat peningkatan

    denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi

    dan peningkatan volume aliran darah. Kenaikan tekanan darah ini dapat

    disebabkan antara lain oleh faktor usia, karena pada usia lanjut pembuluh

    darah cenderung menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang, akibatnya

    pembuluh darah menjadi sklerosis (aterosklerosis) dan meningkatkan

    resistensi dinding pembuluh darah, hal ini akan memicu jantung untuk

    meningkatkan denyutnya agar aliran darah dapat mencapai seluruh tubuh dan

    mengakibatkan terjadinya hipertensi (Azwar, 2010).

    Kenaikan tekanan darah secara kronis dapat meningkatkan resiko

    kerusakan pembuluh-pembuluh darah pada ginjal, jantung dan otak, serta

    dapat mengakibatkan insiden gagal ginjal, penyakit koroner, gagal jantung

    dan stroke. Hipertensi dapat diatasi dengan penurunan tekanan darah secara

    farmakologis yang efektif, karena itu pengobatan hipertensi yang terkontrol

    baik tetap merupakan tujuan pengobatan (Hadiyanto, 2009; Katzung, 2001).

    Pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obat

    yang berasal dari bahan alam atau dengan obat-obat sintetis, tetapi pada saat

    ini kecenderungan masyarakat untuk menggunakan obat-obatan yang berasal

    dari bahan alam meningkat, karena banyak yang beranggapan bahwa

    penggunaan obat dari bahan alam lebih aman dibandingkan obat sintesis,

    walaupun obat-obatan ini belum terbukti secara klinis, tapi lebih berdasarkan

    pengalaman empiris, tanaman yang sering digunakan sebagai obat

    antihipertensi contohnya adalah seledri (Apium graveolens [Jacq.] Lag) yang

    mengandung apigenin dan mempunyai aktivitas sebagai vasodilator, tetapi

    bila digunakan berlebihan dapat menurunkan tekanan darah secara tajam

    bahkan dapat menimbulkan syok. Tanaman lain yang dapat digunakan

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 2

    Universitas Indonesia

    sebagai antihipertensi adalah tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang bersifat

    diuretik lemah, kandungan zat aktif dalam tempuyung antara lain flavonoid

    kaemferol, luteolin-7-O-glukosida, apigenin-7-O-glukosida dan senyawa lain

    seperti kumarin dan asam fenolat.

    Berdasarkan sifat-sifat seledri dan tempuyung, kombinasi keduanya

    diharapkan dapat menghasilkan obat antihipertensi yang lebih baik (Nien

    et al.,1991; Dalimarta, 2000; Joint Mender, 2010).

    Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau yang terdapat pada

    kloroplast sel tanaman, sebagian besar klorofil terdapat pada daun sehingga

    sering disebut sebagai zat hijau daun. Tidak hanya pada daun, klorofil juga

    terdapat pada jaringan tanaman yang berwarna hijau, misalnya pada akar dan

    batang yang berwarna hijau dalam jumlah terbatas. Klorofil bersifat non polar

    sehingga tidak larut dalam air dan dapat terjadi agregasi bila dicampur

    dengan air (Chandra et al., 2010; Saptono dkk, 2010).Klorofil mempunyai

    inti magnesium, dalam Differing Forms of Magnesium Supplement (2010)

    disebutkan bahwa suplemen yang mengandung magnesium dalam dosis

    tinggi dapat menyebabkan denyut jantung yang tidak teratur, diare dan

    mengurangi nafsu makan.

    Pada penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas antihipertensi

    campuran ekstrak etanol herba seledri dan daun tempuyung, serta campuran

    kedua ekstrak tersebut yang telah dipurifikasi dengan cara penyaringan

    menggunakan pelarut air, terhadap tikus putih jantan yang telah dibuat

    hipertensi. Sebagai pembanding digunakan obat herbal standar yang sudah

    beredar di pasaran, purifikasi diharapkan dapat menghasilkan campuran

    ekstrak yang mempunyai aktivitas hipertensi lebih baik daripada campuran

    ekstrak sebelum dipurifikasi.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 3

    Universitas Indonesia

    1.2. Tujuan Penelitian.

    Mengetahui perbedaan aktivitas antihipertensi dari campuran ekstrak

    etanol herba seledri (Apium graveolens [Jacq.]Lag) dan daun tempuyung

    (Sonchus arvensis L.) sebelum dan sesudah dipurifikasi.

    Mengetahui aktivitas diuretik dari campuran ekstrak etanol herba

    seledri (Apium graveolens [Jacq.]Lag) dan daun tempuyung (Sonchus

    arvensis L.) sebelum dan sesudah dipurifikasi.

    1.3. Hipotesis

    Purifikasi dapat memberikan perbedaan aktivitas antihipertensi dan

    aktivitas diuretik dari campuran ekstrak etanol herba seledri (Apium

    graveolens [Jacq.]Lag) dan daun tempuyung (Sonchus arvensis L.)

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 4 Universitas Indonesia

    BAB IITINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Apium graveolens [Jacq.] Lag (Tjitrosoepomo, 1997)

    2.1.1. Klasifikasi Tanaman

    Dunia : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Bangsa : Umbelliflorae/Apiales

    Suku : Umbelliferae/ Apiaceae

    Marga : Apium

    Jenis : Apium graveolens [Jacq.] Lag

    Sinonim : Apium graveolens L.

    2.1.2. Deskripsi Tanaman

    Gambar 2.1 Apium graveolens [Jacq.] Lag

    Apium graveolens [Jacq.] Lag merupakan tumbuhan terna, tumbuh

    tegak, tinggi sekitar 50 cm dengan bau aromatis yang khas. Batang

    bersegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang banyak, berwarna

    hijau pucat. Daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3-7 helai.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 5

    Universitas Indonesia

    Anak daun bertangkai yang panjangnya 1-2,7 cm, helaian daun tipis dan

    rapuh, pangkal dan ujungnya runcing, tepi beringgit, panjangnya

    2,7-5 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau keputih-putihan. Bunga

    majemuk berbentuk payung 8-12 buah, kecil-kecil berwarna putih, mekar

    secara bertahap. Buahnya buah kotak, berbentuk kerucut, panjang

    1-1,5 mm, berwarna hijau kekuningan.

    2.1.3. Kandungan Kimia

    Apium graveolens [Jacq.] Lag banyak mengandung senyawa aktif

    dengan kandungan utama flavonoid apiin dan apigenin, minyak atsiri

    dengan komponen utama isokarlofilen, stearaldehid, senyawa kumarin

    dengan komponen utama umbelliferon (Badan POM RI, 2004).

    2.1.4. Efek Farmakologi

    Apium graveolens [Jacq.] Lag herba memiliki efek hipotensi, baik

    pada penderita hipertensi maupun pada hewan uji yang dibuat hipertensi.

    Fraksi etanol memiliki efek menurunkan tekanan darah yang tidak terlalu

    besar tetapi stabil (Depkes RI, 2000a). Efek hipotensif herba berkaitan

    dengan efek apigenin sebagai vasodilator primer. Tekanan darah

    umumnya mulai turun setelah satu hari pengobatan, diikuti dengan

    meningkatnya volume urin yang dikeluarkan (Nien et al., 1991).

    Seledri dilaporkan memiliki efek antirematik, obat penenang,

    diuretik ringan dan antiseptik pada saluran kemih, juga telah digunakan

    untuk radang sendi, encok, terutama untuk rheumatoid (Bisset, 1994).

    Pada tikus, efek sedatif dan aktifitas antispasmodik telah dilaporkan untuk

    komponen phthalide (Duke, 1985). Minyak biji seledri dilaporkan

    memperlihatkan efek bakteriostatik (Kar, 1971).

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 6

    Universitas Indonesia

    2.1.4.1 Apigenin

    Gambar 2.2 Struktur Kimia Apigenin (KEGG Encyclopedia, 2010)

    Apigenin adalah senyawa aktif dalam seledri yang termasuk dalam

    kelas flavon, berupa kristal jarum kuning yang tidak larut dalam air, agak

    larut dalam etanol panas, larut dalam larutan alkalis, apigenin adalah

    aglikon dari apiin.

    Apigenin yang terdapat pada tanaman seledri, diketahui memiliki

    banyak khasiat, beberapa penelitian melaporkan khasiat apigenin, antara

    lain :

    Mencherini et al., (2007) menyebutkan bahwa apigenin berkhasiat

    sebagai antiradang.

    Liu et al., (2008) menyebutkan bahwa apigenin mempunyai aktivitas

    sebagai antiinfluenza.

    Ko et al., (1991) menyebutkan bahwa apigenin dapat menghambat

    kontraksi cincin arteri tikus, jadi dapat bersifat sebagai vasodilator.

    Torkin et al., (2005) menyebutkan bahwa apigenin mampu mencegah

    pertumbuhan dan menimbulkan apoptosis dari sel neuroblastoma pada

    manusia.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 7

    Universitas Indonesia

    2.1.4.2 Apiin

    Gambar 2.3 Struktur Kimia Apiin (ChEBI, 2010)

    Apiin adalah senyawa aktif yang terdapat pada tanaman seledri,

    merupakan suatu glikosida, aglikon dari apiin adalah apigenin.

    Seperti apigenin, apiin juga dilaporkan memiliki banyak khasiat,

    diantaranya adalah :

    Mencherini et al., (2007) menyebutkan bahwa apiin, seperti halnya

    apigenin mempunyai khasiat sebagai antiradang.

    Occhiuto et al., (2006) menyebutkan bahwa apiin berkhasiat sebagai

    antiaritmia dan antiiskemi.

    2.1.4.3 Kumarin

    Gambar 2.4 Struktur Kimia Kumarin (Friedli ,2010)

    Kumarin adalah suatu senyawa benzo-alpha- pyrones (lakton dari

    asam o-hidroksinamat) yang terbentuk dari jalur sikimat. Kumarin dalam

    tanaman memiliki satu gugus hidroksil atau gugus metoksi pada C7,

    substitusi ini terdapat pada scopoletin, aesculetin dan umbelliferon yang

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 8

    Universitas Indonesia

    terdapat dalam jumlah besar pada tumbuhan dan sering terdapat dalam

    bentuk glikosida (Friedli,2010).

    Kumarin mempunyai bau yang mirip dengan vanilla dan terdapat pada

    banyak tanaman antara lain pada wortel dan seledri.

    Kumarin disebutkan mempunyai aktivitas, antara lain :

    Sebagai antiradang, antiodema, meningkatkan kekebalan tubuh,

    antihipertensi, dismenorae dan sebagai antikanker (Mills et al., 2000).

    Arora and Mathur (1963) menyebutkan bahwa kumarin bersifat

    sebagai antikoagulan.

    Peneliti lain (Teixeria et al.,) menyebutkan bahwa kumarin bersifat

    sebagai antioksidan.

    2.1.5 Efek Samping dan Efek Tidak Dikehendaki

    Apium graveolens [Jacq.] Lag dikontraindikasikan untuk pasien

    penderita inflamasi ginjal karena minyak esensialnya dalam jumlah

    tertentu menghasilkan efek iritasi pada epithelial. Kandungan

    furanokumarin dapat menyebabkan fotodermatitis atau alergi, tapi hal ini

    jarang sekali terjadi (Czygan et al., 1994).

    2.2 Sonchus arvensis L. (Steenis, 1997)

    2.2.1. Klasifikasi Tanaman

    Dunia : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Bangsa : Asterales

    Suku : Asteraceae

    Marga : Sonchus

    Jenis : Sonchus arvensis L.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 9

    Universitas Indonesia

    2.2.2. Deskripsi Tanaman

    Gambar 2.5 Sonchus arvensis L.

    Sonchus arvensis L. merupakan terna tahunan, tinggi 1-2 m, akar

    tunggang yang kokoh, batang berusuk, bergetah putih. Daun bagian

    bawah terpusar membentuk roset, bentuk lonjong dan lanset, berlekuk

    menjari atau berlekuk tidak teratur, pangkal daun berbentuk panah atau

    jantung, ujung daun bercuatan pendek, panjang daun 6-48 cm, lebar

    daun 10 cm, daun bagian atas lebih kecil, duduknya berjauhan dan

    bergantian serta memeluk batang. Perbungaan berbentuk bonggol yang

    bergantung dalam malai, bonggol bunga berukuran 2-2,5 cm, panjang

    gagang bonggol 1-8 cm, mahkota bunga panjangnya 2-2,5 cm, mula-

    mula berwarna kuning terang, lama kelamaan berwarna merah

    kecoklatan. Biji panjang 4-4,5 mm, berusuk.

    2.2.3. Kandungan Kimia

    Sonchus arvensis L. mengandung senyawa flavonoid dengan

    kandungan utama 7-glukosilluteolin, komponen lain 7-glukosilapigenin,

    kaemferol, senyawa kumarin dan garam kalium (Badan POM RI, 2004).

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 10

    Universitas Indonesia

    2.2.4. Efek Farmakologi

    2.2.4.1 Cynaroside

    Gambar 2.6 Struktur Kimia 7-glukosilluteolin (cynaroside)(Chemical Book,2010)

    Cynaroside adalah senyawa aktif yang banyak terdapat dalam tanaman

    tempuyung, termasuk flavonoid golongan flavon.

    Penelitian yang pernah dilakukan menyebutkan bahwa cynaroside

    berkhasiat sebagai antikolesterol (Gebhart, 2002). Odontuya (2005)

    menyebutkan bahwa cynaroside berkhasiat sebagai antiradang.

    2.2.5. Efek Samping

    Tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.) sampai saat ini belum

    diketahui efek sampingnya.

    2.3. Klorofil dan Sifat-sifatnya

    Klorofil adalah suatu kelompok pigmen yang terdapat didalam kloroplas

    tanaman dan menyerap cahaya sebagai energi untuk berlangsungnya proses

    fotosintesis. Sebagian besar klorofil terdapat pada daun sehingga disebut zat

    hijau daun. Klorofil terdapat juga pada seluruh jaringan tanaman yang berwarna

    hijau seperti pada batang, akar, buah dan biji dalam jumlah terbatas. Jika diamati

    lebih lanjut ternyata klorofil memiliki struktur yang mirip dengan struktur

    hemoglobin, perbedaannya terletak pada atom pusat dari molekul, klorofil

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 11

    Universitas Indonesia

    mempunyai atom pusat Magnesium (Mg) sedangkan hemoglobin mempunyai

    atom pusat besi (Chandra et al., 2010; Bahri , 2007). Magnesium yang terdapat

    dalam klorofil bersifat sebagai relaksan otot, bekerja sebagai kalsium antagonis

    pada otot jantung dan ujung syaraf, serta menghambat pelepasan hormon

    paratiroid yang mengakibatkan penurunan kadar kalsium dan menimbulkan

    relaksasi otot. Magnesium juga bersifat menghambat pelepasan katekolamin

    sehingga bersifat sebagai antikejang dan vasodilator (Osalusi et al., 2008).

    Klorofil bersifat non polar sehingga tidak larut dalam air, bila terdapat air,

    akan menyebabkan klorofil yang terdapat di dalamnya mengalami proses

    agregasi. Proses agregasi tersebut disebabkan pusat logam magnesium yang

    bersifat nukleofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air yang bersifat

    elektrofilik, kemudian satu atom hidrogen yang lain akan mengikat monomerik

    klorofil lain atau senyawa lain seperti protein atau pigmen lain sehingga akan

    membentuk agregat. Jika jumlah air cukup banyak, maka ikatan tersebut akan

    terus menerus dan akan membentuk agregat yang lebih besar (Saptono, 2010).

    Penggunaan klorofil dalam jangka panjang dapat mengakibatkan diare, mual dan

    muntah, maka tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan wanita yang sedang

    menyusui, pada beberapa orang dapat menimbulkan reaksi alergi (Healthline,

    2010).

    Berdasarkan sifat klorofil yang non polar, maka pada penelitian ini

    dilakukan purifikasi campuran ekstrak seledri dan tempuyung dengan

    penyaringan menggunakan pelarut air, untuk melihat apakah klorofil dapat

    mengurangi aktivitas antihipertensi dari campuran ekstrak tersebut, karena

    klorofil dapat membentuk agregat yang mungkin bisa menghambat proses

    adsorpsi dari campuran ekstrak herba seledri dan ekstrak daun tempuyung.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 12

    Universitas Indonesia

    2.3.1. Struktur Kimia Klorofil.

    Klorofil adalah suatu pigmen klorin yang mempunyai beberapa rantai

    samping yang berbeda, yang paling banyak terdapat dalam tumbuhan

    adalah klorofil a yang ditemukan oleh Hans Fischer pada tahun 1940.

    Klorofil a dan b banyak terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi,

    klorofil a dan c banyak terdapat pada alga cokelat, sedangkan klorofil a dan

    d banyak terdapat pada alga merah.

    Gambar 2.7 Struktur Kimia Klorin (Real, 2010)

    Penelitian selanjutnya menghasilkan bermacam-macam klorofil

    seperti yang terdapat pada tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Perbedaan Struktur Klorofil (Citizendia Dictionary, 2010)

    Chlorophyll a Chlorophyll bChlorophyllc1

    Chlorophyllc2

    Chlorophyll d Chlorophyll f

    Molecularformula

    C55H72O5N4Mg C55H70O6N4Mg C35H30O5N4Mg C35H28O5N4Mg C54H70O6N4Mg C55H70O6N4Mg

    C2 group -CH3 -CH3 -CH3 -CH3 -CH3 -CHO

    C3 group -CH=CH2 -CH=CH2 -CH=CH2 -CH=CH2 -CHO -CH=CH2

    C7 group -CH3 -CHO -CH3 -CH3 -CH3 -CH3

    C8 group -CH2CH3 -CH2CH3 -CH2CH3 -CH=CH2 -CH2CH3 -CH2CH3

    C17 group-CH2CH2COO-Phytyl

    -CH2CH2COO-Phytyl

    -CH=CHCOOH

    -CH=CHCOOH

    -CH2CH2COO-Phytyl

    -CH2CH2COO-Phytyl

    C17-C18bond

    Single Single Double Double Single Single

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 13

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.8 Klorofil a dan b (Bil 226-Lecture 10)

    Gambar 2.9 Klorofil c1(Mc Graw Hill Encyclopedia, 2010)

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 14

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.10 Klorofil c2 (Museum of Learning,2010)

    Gambar 2.11 Klorofil d (Citizendia Dictionary,2010)

    2.4. Hipertensi

    2.4.1.Definisi dan Klasifikasi

    Hipertensi adalah kenaikan tekanan arterial di atas nilai relatif

    normal.Tekanan darah di atas nilai 140/90 mm Hg dikatakan tekanan darah

    tinggi (hipertensi), pengukuran tekanan darah didasarkan pada pengukuran

    tekanan darah sistolik dan diastolik. Klasifikasi tekanan darah manusia

    dewasa, menurut The Joint National Committee on the Prevention,

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 15

    Universitas Indonesia

    Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ke 7 (JNC7)

    dalam Hadiyanto (2009) dapat dilihat pada tabel 2.2.

    Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Manusia Dewasa Pada JNC 7

    Klasifikasi Tekanan Darah TDS(mmHg)

    TDD(mmHg)

    NormalPre hipertensiHipertensi stadium 1Hipertensi stadium 2

    160

    danatauatauatau

    100

    2.4.2.Etiologi (Hadiyanto, 2009)

    Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esensial

    dan hipertensi sekunder.

    a. Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik,

    adalah hipertensi yang tidak jelas penyebabnya, lebih dari 90 % kasus

    hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Penyebab hipertensi esensial

    adalah multifaktor yang terdiri dari faktor lingkungan dan genetik.

    Faktor genetik ini dapat berupa sensitivitas terhadap garam natrium,

    kepekaan terhadap stres, peningkatan terhadap vasokonstriktor dan

    resistensi insulin. Paling sedikit ada tiga faktor lingkungan pemicu

    hipertensi, yaitu makan garam (natrium) berlebih, stres dan obesitas.

    b. Hipertensi sekunder prevalensinya hanya 5-8 % dari seluruh penderita

    hipertensi. Hipertensi sekunder dapat disebabkan karena penyakit

    ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat

    dan penyakit lain.

    2.4.3. Implikasi-implikasi Terapeutik (Katzung, 2001)

    Terapi antihipertensi pada umumnya tidak langsung ditujukan pada

    penyebab khusus, tetapi bergantung pada pengaruhnya terhadap

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 16

    Universitas Indonesia

    mekanisme fisiologis normal yang meregulasi tekanan darah. Terapi

    antihipertensi diberikan pada pasien yang asimtomatis, terapi tersebut tidak

    dapat langsung meredakan rasa tidak nyaman, tetapi keuntungannya

    terletak pada pencegahan penyakit dan kematian pada masa yang akan

    datang. Masalah yang dihadapi adalah kepatuhan pasien pada terapi, karena

    pemberian obat antihipertensi biasanya dalam suatu regimen dan jangka

    waktu yang lama, sehingga banyak pasien merasa tidak nyaman karena

    harus terus menerus minum obat. Pemberian obat antihipertensi tidak sama

    pada setiap pasien, karena setiap penderita hipertensi mempunyai

    karakteristik sendiri, sehingga tidak ada model tunggal pengobatan yang

    sesuai untuk digunakan penderita hipertensi secara umum.

    2.4.4.Pendekatan pada penderita Hipertensi (Katzung, 2001)

    2.4.4.1. Modifikasi Gaya Hidup

    Terapi non farmakologik untuk hipertensi dapat dilakukan

    dengan cara :

    a. Mengurangi berat badan.

    b. Diet rendah garam dan lemak jenuh, tingkatkan konsumsi buah-

    buahan, sayur-sayuran, kurangi produk lemak.

    c. Olah raga

    d. Berhenti merokok

    e. Kurangi konsumsi alkohol yang berlebihan (>30 mL alkohol per

    hari)

    Terapi non farmakologik dapat menurunkan tekanan darah

    sama dengan obat antihipertensi, disamping itu dapat mencegah onset

    dan atau progresivitas hipertensi. Sensivitas setiap pasien berbeda-

    beda, misalnya dengan mempertahankan berat badan normal dan

    meningkatkan aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah pada

    hampir semua individu yang kurang aktivitas atau kelebihan berat

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 17

    Universitas Indonesia

    badan, sedangkan pembatasan asupan natrium dapat menurunkan

    tekanan darah pada penderita hipertensi yang termasuk ’salt sensitive’.

    Terapi non farmakologik relatif aman dibandingkan dengan

    pemakaian obat-obatan, tetapi mempunyai keterbatasan, yaitu reduksi

    darah kecil dan kurangnya kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi

    obat antihipertensi.

    2.4.4.2 Pengobatan dengan Obat Antihipertensi (Hadiyanto,2009)

    Pengobatan antihipertensi bertujuan untuk menurunkan

    tekanan darah di bawah 140/90 mm Hg. Pada pengobatan awal dapat

    digunakan monoterapi dengan satu obat, jika perlu dosis dapat

    ditingkatkan secara gradual sampai pada tingkat efektivitas atau timbul

    efek samping terbatas. Walaupun monoterapi dapat meningkatkan

    kepatuhan pasien, dua per tiga pasien memerlukan lebih dari satu jenis

    obat. Jika digunakan dua atau lebih jenis obat, harus dipilih obat

    dengan mekanisme fisiologik yang berbeda, misalnya lebih

    menguntungkan mengkombinasikan diuretik dengan vasodilator

    daripada menggunakan dua jenis obat yang sama-sama bekerja

    mengurangi kontraksi otot polos.

    Pemilihan obat pada hipertensi esensial selain perlu diperhatikan

    umur, ras, riwayat penyakit kardiovaskuler, merokok, obesitas dan

    juga aktivitas yang berkurang (sedentary life), juga perlu diperhatikan

    adanya penyakit lain seperti penyakit ginjal, penyakit jantung iskemik,

    gagal jantung, stroke terdahulu atau diabetes, masing-masing faktor

    tersebut harus dipertimbangkan.

    Diuretik dapat diindikasikan sebagai terapi awal pada hipertensi

    tanpa komplikasi,biasanya dikombinasikan dalam dua atau lebih jenis

    obat. Penggunaan obat multipel biasanya menimbulkan kerja

    sinergistik, sehingga memungkinkan pengurangan dosis obat dan juga

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 18

    Universitas Indonesia

    mengurangi efek samping. Jika diuretik tidak dapat digunakan atau

    terdapat indikasi mendesak (compelling indication), maka pergantian

    dengan obat lain dipertimbangkan untuk monoterapi atau

    dikombinasikan dengan diuretik.

    2.4.5. Mekanisme Kerja

    a. Diuretik

    Diuretik adalah obat yang bekerja untuk meningkatkan volume urin

    pada ginjal karena menyebabkan ekskresi natrium dan mengurangi volume

    darah dengan menghambat transport elektrolit di dalam tubulus renal,

    karena itu sering disebut natriuretik. Diuretik yang paling sering digunakan

    adalah diuretic golongan tiazid, diuretik loop dan antagonis reseptor

    aldosteron (Katzung, 2001).

    Tiazid menghambat kotransporter natrium/kalium/klorida pada ginjal

    dan menimbulkan diuresis, natriuresis dan kaliuresis, bermanfaat terutama

    pada penderita dengan fungsi ginjal yang baik dan merupakan diuretik

    yang paling banyak digunakan pada penderita hipertensi, diuretik ini

    menurunkan tekanan darah melalui ekskresi natrium dan air. Pada

    pemberian pertama kali pada pasien, obat ini mengurangi volume darah

    sehingga curah jantung berkurang. Pemberian obat ini dalam jangka waktu

    beberapa minggu atau bulan, dapat menurunkan tekanan darah perifer,

    oleh karena itu dapat digunakan untuk pengobatan jangka panjang (gambar

    2.12). Penurunan tahanan perifer disebabkan karena reduksi natrium dalam

    sel otot polos, sehingga mengurangi kontraksi otot sebagai respon terhadap

    zat vasopressor (Hadiyanto, 2009).

    Diuretik loop bekerja menghambat transpor elektrolit pada ginjal dan

    bermanfaat pada penderita dengan gangguan ginjal dan yang resisten

    terhadap tiazid. Diuretik loop mempunyai efek diuresis yang lebih kuat

    daripada tiazid, tapi masa kerjanya lebih singkat, jadi pemberian dosis

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 19

    Universitas Indonesia

    dilakukan dua kali atau lebih dalam sehari. Kedua sediaan ini dapat

    menyebabkan berkurangnya ion kalium, untuk mengatasinya dapat

    diberikan diuretik hemat kalium yang bekerja sebagai antagonis reseptor

    aldosteron pada ginjal, dapat menghambat reabsorpsi natrium sehingga

    tidak terjadi hipokalemia, diuretik hemat kalium dapat menimbulkan

    natriuresis dan mempunyai sifat hipotensif ringan (Hadiyanto,2009).

    Gambar 2.12 Cara Kerja Diuretik Tiazid

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 20

    Universitas Indonesia

    b. Simpatolitik

    Sistem saraf simpatis memegang peranan penting dalam mengatur

    tekanan darah. Simpatolitik dapat menurunkan tekanan darah melalui

    hambatan terhadap pusat vasomotor di otak dengan mengurangi tonus

    simpatis secara sentral. Secara perifer simpatolitik dapat bekerja terhadap

    neurotransmiter pada ganglion presinaptik atau postsinaptik, atau pada

    reseptor yang diaktivasi epinefrin dan norepinefrin. Simpatolitik yang

    sering digunakan dalam pengobatan hipertensi adalah antagonis reseptor

    adrenergik-β dan agonis reseptor-α2 yang bekerja di sentral (Hadiyanto,

    2009).

    Antagonis reseptor adrenergik-β (β-blocker) digunakan secara luas

    dalam pengobatan hipertensi karena obat ini relatif aman dan efektif pada

    pasien. Obat ini jarang menimbulkan efek samping dan dapat

    dikombinasikan dengan obat antihipertensi lainnya untuk mendapatkan

    penurunan tekanan darah lebih besar. Sebagai obat antihipertensi β-blocker

    bekerja dengan mengurangi curah jantung, menghambat pelepasan renin

    dan produksi angiotensin II, blokade terhadap presinaptik α-adrenoseptor

    yang meningkatkan pelepasan norepinefrin dari terminal saraf simpatis dan

    mengurangi aktivitas vasomotor sentral (Hadiyanto,2009)

    Agonis reseptor-α2 adalah suatu simpatolitik yang bisa bekerja sentral

    atau bekerja di perifer, simpatolitik yang bekerja secara sentral mengurangi

    aktivasi rangsangan saraf simpatis yang dimediasi oleh aktivasi reseptor

    adrenergik-α2 di susunan saraf pusat, sedangkan yang bekerja di perifer

    dapat menurunkan tekanan darah dengan mengganggu sintesis,

    penyimpanan dan atau pelepasan norepinefrin dari terminal saraf simpatis

    (Hadiyanto, 2009).

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 21

    Universitas Indonesia

    c. Penghambat Angiotensin

    Penghambat angiotensin termasuk ACE inhibitor (penghambat enzim

    konversi angiotensin) dan angiotensin receptor blocker (ARB)

    diindikasikan untuk pengobatan hipertensi dengan penyakit kardiovaskuler

    dan diabetes. ACE inhibitor dapat menurunkan tekanan darah dengan

    menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin

    inhibitors dapat menurunkan kadar angiotensin II plasma dan sangat

    penting dalam pengobatan hipertensi, karena angiotensin II berperan dalam

    sejumlah respon yang dapat meninggikan tekanan arterial dan fungsi renal,

    sehingga angiotensin II memberikan kontribusi terhadap patogenesis

    hipertensi, penyakit arterial, gagal jantung dan penyakit renal diabetik.

    (Hadiyanto, 2009).

    Gambar 2.13 Renin Angiotensin Aldosteron System

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 22

    Universitas Indonesia

    Gambar di atas menunjukkan pelepasan renin merangsang konversi

    angiotensinogen (dari hati) menjadi angiotensin I, yang selanjutnya

    dikonversi ke angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme (ACE).

    Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, pelepasan aldosteron dari

    korteks adrenal dan retensi natrium, akibatnya tekanan darah meningkat

    dan terjadi penurunan renin, sehingga terjadi proses homeostatis (Page

    et al.,2006).

    d. Vasodilator ( Penghambat Kanal Kalsium)

    Vasodilator langsung menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi

    otot polos vaskular sehingga mendilatasi pembuluh darah resistans dan

    pada berbagai tingkat meningkatkan kapasitans pula. (Hadiyanto, 2009).

    Mekanisme kerja penghambat kanal kalsium adalah hambatan

    terhadap masuknya kalsium ke dalam otot jantung dan otot polos arteri.

    Hambatan terhadap otot jantung menyebabkan efek inotropik negatif dan

    terhadap otot polos menyebabkan relaksasi, dengan mengurangi

    kontraktilitas otot jantung dan otot polos, obat ini dapat digunakan sebagai

    obat antihipertensi dan antiangina, juga menyebabkan depresi otot jantung

    (Hadiyanto,2009; Katzung, 1998).

    2.4.6. Pengukuran Tekanan Darah (Hadiyanto, 2009; Kelompok Kerja Ilmiah,

    1993)

    Pengukuran tekanan darah dilakukan untuk menilai kesehatan

    kardiovaskuler, termasuk skrining hipertensi dan monitoring pengobatan

    pasien hipertensi. Pengukuran dilakukan secara tidak langsung, karena itu

    cara pengukuran sangat penting untuk memastikan pengukuran yang benar,

    dapat dipercaya dan menuntun pengobatan. Ketepatan dalam pengukuran

    darah secara berulang merupakan dasar penegakan diagnostik sekaligus

    keputusan dalam pengobatan. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 23

    Universitas Indonesia

    posisi pasien duduk bersandar dengan meletakkan tangan di atas meja atau

    berbaring.

    Dengan menggunakan manset sesuai dengan ukuran lengan, manset

    kemudian dililitkan pada lengan atas kira-kira 2 cm di atas siku, kemudian

    meletakkan stetoskop di atas arteri brakialis. Tekanan dinaikkan dengan

    memencet alat pompa sampai 20-30 mm Hg di atas tekanan sistolik,

    kemudian tekanan diturunkan dengan kecepatan 2 mm Hg per detik sambil

    mendengar bunyi Korotkoff. Turbulensi aliran darah dalam arteri brakialis

    menyebabkan bunyi Korotkoff yaitu bunyi yang dihasilkan oleh gelombang

    pulsasi arteri, saat munculnya bunyi Korotkoff dicatat sebagai tekanan

    sistolik dan saat hilangnya bunyi Korotkoff dicatat sebagai tekanan

    diastolik.

    Pengukuran tekanan darah pada hewan bisa secara langsung dan tidak

    langsung, yang sering dilakukan adalah cara langsung. Hewan dianestesi

    terlebih dahulu, kemudian ke dalam arteri karotid dimasukkan sebuah

    kanula yang dihubungkan dengan alat manometer untuk mengetahui

    tekanan darahnya.

    Pengukuran tekanan darah pada hewan secara tidak langsung dapat

    dilakukan dengan menggunakan alat” Rat tail blood pressure monitoring

    system”, cara kerjanya mirip dengan pengukuran tekanan darah pada

    manusia, dimana hewan coba (tikus) dimasukkan ke dalam tempat yang

    seukuran badannya, kemudian didiamkan selama 10 menit supaya hewan

    percobaan tenang, setelah itu ekor tikus dimasukkan ke dalam cuff (mirip

    manset) dan tekanan dinaikkan sampai di atas tekanan sistolik, tekanan

    diturunkan perlahan-lahan dan alat pada monitor akan mulai bekerja,

    tekanan sistolik dapat dibaca pada grafik yang keluar dari alat monitor.

    Alat ini mempunyai kelebihan yaitu hewan coba tidak perlu dibunuh dan

    hasil pengukuran cukup akurat.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 24

    Universitas Indonesia

    2.4.7. Induksi Pada Hewan Percobaan (Kelompok Kerja Ilmiah, 1993;

    Wresdining Tyas, 2007)

    Untuk penapisan terarah aktivitas farmakologik antihipertensi, dapat

    digunakan tikus yang hipertensif. Keadaan hipertensi pada hewan dapat

    dibuat dengan induksi pada hewan percobaan. Ada berbagai cara untuk

    menginduksi, antara lain dengan pemberian larutan Natrium Klorida

    (NaCl) 2-2,5 % pada tikus, dimana setelah 6 minggu rata- rata tekanan

    darahnya meningkat. Pada hipertensi renal hewan coba dapat diinduksi

    dengan cara menjepit atau mengikat arteri renalis tikus. Hipertensi renal

    juga dapat terjadi apabila dilakukan penekanan pada ginjal dengan cara

    membungkusnya dengan selofan.

    2.5. Ekstraksi

    Di dalam Depkes RI (2000b) disebutkan bahwa ekstraksi adalah kegiatan

    penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan-

    bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair, sedangkan ekstrak adalah

    sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari

    simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

    kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk

    yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang

    ditetapkan (Depkes, 1995).

    Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beragam cara, salahsatunya

    dengan menggunakan metode maserasi, yaitu ekstraksi cara dingin, dilakukan

    dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari, kemudian

    dilakukan pengocokan beberapa kali secara kontinyu yang bertujuan untuk

    mencapai konsentrasi yang seimbang, sehingga proses pelarutan zat aktif yang

    terdapat di dalam sel tanaman akan berlangsung lebih cepat, proses ini

    dilakukan berulang kali sampai terjadi keseimbangan antara larutan di luar

    dengan di dalam sel.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 25

    Universitas Indonesia

    2.6 Kromatografi

    Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan

    perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Metode

    kromatografi dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif,

    hampir setiap campuran kimia mulai dari yang berbobot molekul rendah sampai

    tinggi, dapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan beberapa

    metode kromatografi.

    Jenis pemisahan, baik pemisahan analitik maupun preparatif tidak

    didasarkan pada ukuran cuplikan, tapi lebih didasarkan untuk keperluan khusus.

    Kromatografi analitik biasanya digunakan pada tahap permulaan untuk semua

    cuplikan dan kromatografi preparatif hanya dilakukan bila diperlukan fraksi

    murni dari campuran (Gritter et al., 1991).

    Pemisahan kromatografi dilakukan dengan memperhatikan sifat-sifat

    fisika umum dari suatu molekul, seperti :

    a. Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan).

    b. Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus

    (adsorpsi, penjerapan).

    c. Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke dalam bentuk uap

    (keatsirian).

    Pada sistem kromatografi, campuran yang akan dipisahkan, ditempatkan

    dalam keadaan sedemikian rupa sehingga komponen-komponennya harus

    menunjukkan dua dari ketiga sifat tersebut (Gritter et al., 1991).

    2.6. 1 Kromatografi Lapis Tipis

    Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik pemisahan campuran

    berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium

    tertentu. Komponen- komponen zat aktifnya dipisahkan antara dua buah

    fasa yaitu fasa diam yang akan menahan komponen dan fasa gerak yang

    akan melarutkan dan membawa komponen zat aktif. Komponen yang

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 26

    Universitas Indonesia

    mudah tertahan pada fasa diam akan tertinggal pergerakannya

    dibandingkan dengan komponen yang mudah larut dalam fasa gerak.

    Menurut Stahl (1985), fasa diam dapat berupa fasa polar maupun non

    polar, diantaranya silika gel, alumina, kieselguhr, magnesium silikat,

    selulosa dan resin. Silika gel merupakan fasa diam yang dapat digunakan

    sebagai fasa polar maupun non polar. Sebagai fasa polar, merupakan

    silika yang dibebaskan dari air, bersifat sedikit asam, sedangkan sebagai

    fasa non polar digunakan silika yang dilapisi dengan senyawa non polar,

    misalnya lemak, parafin, atau lilin.

    Fasa gerak ialah medium penggerak dan terdiri atas satu atau

    beberapa pelarut. Sistem pelarut ini harus berupa campuran sesederhana

    mungkin, maksimum tiga komponen pelarut. Jarak pengembangan

    senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan Rf atau hRf ,

    yaitu perbandingan antara jarak tempuh komponen aktif senyawa dari

    titik awal dengan jarak tempuh fasa gerak.

    Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awalJarak garis depan dari titik awal

    Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00, hanya ditentukan dua

    desimal, sedangkan hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h)

    sehingga menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100. Jika dipilih 10 cm

    sebagai jarak pengembangan, maka Rf dikalikan 10 menjadi harga hRf,

    karena Rf merupakan fungsi sejumlah faktor, angka ini dipakai sebagai

    petunjuk saja, untuk menunjukkan letak suatu senyawa pada suatu

    kromatogram digunakan hRf (Stahl, 1985).

    Untuk mendeteksi senyawa yang terdapat pada kromatogram, dapat

    dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 27

    Universitas Indonesia

    a. Fluoresensi dengan lampu UV.

    Cara ini merupakan alat deteksi yang paling sederhana, jika senyawa

    menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi

    utama pada kira-kira panjang gelombang 254 nm) atau jika senyawa

    itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan

    atau gelombang panjang (365 nm).

    b. Deteksi dengan pereaksi kimia.

    Bila senyawa tidak terdeteksi dengan menggunakan sinar UV, maka

    dapat digunakan pereaksi kimia dengan cara penyemprotan untuk

    menampakkan bercak senyawa, pertama dilakukan tanpa pemanasan

    dan bila perlu dapat dilakukan pemanasan karena pembentukan warna

    yang optimum seringkali memerlukan peningkatan suhu dalam waktu

    yang tertentu.

    c. Deteksi biologi.

    Deteksi biologi dapat dilakukan untuk senyawa-senyawa yang secara

    khas mempunyai aktivitas fisiologi tertentu. Prosedur tersebut meliputi

    deteksi langsung pada pelat KLT dan pengerokan bercak

    kromatogram, kemudian dialihkan ke deteksi biologi.

    2.7 Flavonoid

    Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6, terdiri atas dua inti

    fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki

    karakteristik bentuk hidroksilasi phloroglusinol atau resorsinol dan cincin B

    biasanya 3’,4’,5’ terhidroksilasi.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 28

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.14 Kerangka Dasar Flavonoid (Friedli,2010)

    Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan dan merupakan zat warna

    tumbuhan, jarang terdapat sebagai senyawa tunggal, pada umumnya terdapat

    dalam bentuk campuran dan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon

    flavonoid. Gugus hidroksil selalu terdapat pada karbon no. 5 dan no. 7 pada

    cincin A, pada cincin B gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon

    no. 3´ dan no. 4´.

    Senyawa ini terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh, tetapi hanya

    beberapa kelas yang tersebar lebih banyak dalam tanaman, misalnya flavon dan

    flavonol, sedangkan isoflavon dan biflavonol hanya terdapat pada beberapa suku

    tumbuhan (Harborne, 1987). Pada saat ini lebih dari 2000 jenis flavonoid yang

    terdapat dalam bentuk bebas (aglikon) sisanya terdapat dalam bentuk O atau C

    glikosida.

    Flavonoid merupakan senyawa fenol, sehingga larut dalam air (bersifat

    polar), bila diberi senyawa yang bersifat basa atau ammonia, akan berubah warna

    sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid

    mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi, oleh karena itu menunjukkan

    pita serapan yang kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak.

    Menurut Sirait (2007) semua flavonoid, merupakan turunan senyawa induk

    flavon dan dikenal sekitar 11 kelas flavonoid, yaitu : flavon, flavonol, flavanon,

    flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin,katekin, flavan-

    3,4-diol

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 29

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.15 Struktur Kimia Golongan Flavonoid (Sirait,2007)

    Dari klasifikasi di atas, ada 3 kelas yang paling banyak terdapat di alam, yaitu

    flavon, flavonol dan flavonon.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 30

    Universitas Indonesia

    Tabel 2.3 Sifat Berbagai Golongan Flavonoid

    Golongan Flavonoid Penyebaran Ciri khasAntosianin Zat warna merah tua,

    merah, biru kehijauandan biru pada bunga,daun dan jaringan lain

    Larut dalam air, λmaks 515-545nm..

    Flavonol Merupakan co-pigmen pada bunga,tersebar luas padadaun berwarna kuning

    Sesudah dihirolisis oleh asam,bercak berwarna kuning terangdengan sinar UV padakromatogram maks 350-386 nm.

    Flavon Seperti flavonol Sesudah dihidrolisis oleh asam,bercak berwarna coklat padakromtaogram maks 330-350 nm

    Calkon Zat warna kuningpada bunga, kadangterdapat pada jaringanlain.

    Memberikan warna merahdengan ammonia maks 370-410nm

    Iso flavon Sering terdapat dalamakar, hanya terdapatdalam familiaLeguminosae. Tidakberwarna

    Tidak ada reaksi yang khas.

    Flavonoid mempunyai banyak kegunaan, antara lain :

    1. Bagi Tumbuhan :

    a. Untuk menarik serangga, yang membantu proses penyerbukan.

    b. Untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji.

    2. Bagi manusia :

    a. Dosis kecil, flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, hesperidin

    mempengaruhi pembuluh darah kapiler.

    b. Flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan

    pada lemak.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 31 Universitas Indonesia

    BAB IIIMETODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi

    Penelitian dilakukan di 3 tempat, proses ekstraksi dilakukan di

    Laboratorium Fitokimia Farmasi FMIPA UI, Uji karakteristik kimia

    dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka IPB, pengukuran tekanan darah

    dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

    3.2 Alat

    Shaker, rotary evaporator (Janke & Kunkel), waterbath (Lab line), tanur

    (Thermolyne), oven (Jumo), bejana kromatografi (Camag), lempeng silica gel

    60 F2544, sonde lambung, kandang metabolit, Rat Tail Blood Pressure

    Monitoring System (Harvard), Reprostar (Camag).

    3.3 Bahan

    3.3.1 Simplisia

    Simplisia herba seledri varietas besar dengan panjang 30-40 cm

    diperoleh dari pasar Bogor, daun tempuyung diperoleh dari kebun

    F-MIPA UI dan sekitarnya, Depok. Kedua tanaman ini dideterminasi di

    Kebun Raya Bogor.

    Obat herbal pembanding yang digunakan adalah Tensigard yang

    diperoleh dari Apotik Bogor Baru, Bogor.

    3.3.2 Hewan Coba

    Hewan yang digunakan dalam percobaan adalah tikus putih jantan

    (Rattus novergicus) galur Sprague-Dawley yang berumur kurang lebih

    2 bulan dan berbobot antara 135-225 gram, diperoleh dari Fakultas

    Kedokteran Hewan IPB.

    3.3.3 Bahan Kimia

    Pelarut dan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

    pelarut teknis etanol 96 % yang telah didestilasi, aquadest, pelarut p.a

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 32

    Universitas Indonesia

    antara lain asam klorida (Merck), asam sulfat (Merck), n- heksan

    (Merck), metanol (Merck), n-butanol (Merck), kloroform (Merck),

    asam asetat glasial (Merck)

    3.4 Cara Kerja

    3.4.1 Metode Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode eksperimental

    3.4.2 Rancangan Penelitian

    Rancangan penelitian menggunakan Rancang Acak Lengkap

    (RAL) dengan 9 kelompok perlakuan. Jumlah ulangan tikus yang

    digunakan dalam setiap kelompok ditentukan berdasarkan rumus

    Federer :

    (t-1) (n-1) ≥ 15

    Dimana, t = jumlah kelompok perlakuan hewan coba

    n = ulangan tikus

    beda perlakuan kelompok adalah 8 (t=8), jumlah minimum tikus yang

    diperlukan untuk masing-masing kelompok yaitu 3 ekor, dalam

    penelitian ini digunakan 4 ekor tikus untuk tiap kelompok sehingga

    tikus yang dibutuhkan untuk seluruh kelompok yaitu n ≥ 4x8 ≥ 32 ekor

    tikus.

    3.4.3 Persiapan Hewan Coba

    Hewan coba diaklimatisasi terlebih dahulu selama kurang lebih

    dua minggu di laboratorium Farmakologi FKH IPB agar dapat

    menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

    3.4.4 Preparasi Ekstrak (Wresdining Tyas,2007; Depkes RI, 2000a)

    Ekstrak herba seledri dan daun tempuyung dibuat dengan cara

    maserasi dalam botol coklat yang terpisah, dengan pelarut yang sesuai

    sampai seluruh serbuk terendam. Maserasi dilakukan secara total

    dengan penggantian pelarut setiap 24 jam, sampai filtrat tidak berubah

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 33

    Universitas Indonesia

    warna lagi. Serbuk simplisia sebanyak 1500 gram, dibagi dalam empat

    buah botol coklat dimaserasi dengan 1 L pelarut pada hari pertama,

    kemudian dilakukan penggantian pelarut yang baru sebanyak 750 mL

    pada hari-hari berikutnya. Pelarut yang digunakan adalah etanol 30 %

    untuk seledri dan etanol 50 % untuk tempuyung.

    Maserasi dilakukan dengan pengocokan berulang-ulang setiap jam

    nya sebanyak 6 kali pengocokan, kemudian didiamkan selama 24 jam

    Ekstrak hasil maserasi dipekatkan dengan rotary evaporator sampai

    volumenya menjadi sepertiga volume awal, selanjutnya ekstrak tersebut

    dipekatkan lagi dengan waterbath pada suhu 50o C sampai menjadi

    ekstrak kental yang siap pakai (kadar air di bawah 10 %). Kemudian

    masing-masing ekstrak disimpan dalam lemari pendingin 4-11o C

    dalam wadah tertutup rapat.

    3.4.5 Penetapan Dosis

    Dosis yang digunakan yaitu dosis normal, berdasarkan hasil

    penelitian sebelumnya (Wresdining Tyas, 2007) diperoleh dosis sbb :

    a. Campuran 1, 75 % dari dosis awal (0,02 g ekstrak seledri dan 0,15

    g ekstrak tempuyung/200 g bb tikus)

    b. Campuran 2, dosis awal (0,036 g ekstrak seledri dan 0,206 g

    ekstrak tempuyung/200 g bb tikus).

    c. Campuran 3, 125 % dari dosis awal (0,045 g ekstrak seledri dan

    0,25 g ekstrak tempuyung/200 g bb tikus)

    d. Campuran 4/Purifikasi 2 ( Campuran 2 yang dipurifikasi dengan

    penyaringan menggunakan pelarut aquadest).

    e. Campuran 5/Purifikasi 3 (Campuran 3 yang dipurifikasi dengan

    penyaringan menggunakan pelarut aquadest)

    g. Sediaan herbal pembanding Tensigard (0,141 g tensigard /200 g bb

    tikus).

    Perhitungan dosis di atas adalah hasil konversi dari penelitian

    sebelumnya, yaitu untuk rendemen seledri 26,92% dan rendemen

    tempuyung 34,01 % (Wresdining Tyas, 2007). Pada percobaan ini

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 34

    Universitas Indonesia

    diperoleh rendemen seledri sebesar 25,11 % dan rendemen tempuyung

    28,20 %, jadi perhitungan dosisnya dikonversikan sesuai dengan

    rendemen sekarang, contoh :

    Dosis campuran 1 (0,034 mg ekstrak seledri dan 0,171 mg esktrak

    tempuyung/ 200 g bb tikus), maka dosis yang diperlukan :

    Ekstrak seledri : 26,92/25,11 x 0,034 mg = 0,036 mg /200 g tikus

    Ekstrak tempuyung : 34,01/28,20 x 0,171 mg = 0,206 mg/ 200 g tikus

    Jadi untuk dosis awal digunakan dosis 0,036 mg ekstrak seledri dan

    0,206 mg ekstrak tempuyung.

    Perhitungan herbal standard (Tensigard)

    Komposisi obat herbal yang digunakan sebagai pembanding yaitu

    Tensigard , setelah dilakukan keseragaman bobot, diperoleh :

    Dalam 1 kapsul 262,12 mg mengandung :

    92 mg ekstrak seledri (Apium graveolens)

    28 mg ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphons staminae)

    Dosis pengobatan pada manusia 3x1 kapsul/ hari

    Perhitungan dosis untuk tikus :

    Perhitungan dosis untuk tikus menggunakan rumus konversi dari

    Lawrence & Bacharach (1964) dan rumus faktor keamanan dari Lu

    (1995), yaitu :

    Tikus dengan berat badan 200 gram, faktor farmakokinetik /faktor

    keamanan 10 dan faktor konversi dari manusia ke tikus = 0,018.

    Banyak obat herbal yang dibutuhkan :

    0,262 x 0,018 x 10 x 3= 0, 141 g/200 g BB tikus per hari

    3.4.6 Pembuatan Sediaan Uji.

    Masing-masing ekstrak kental herba seledri dan daun tempuyung

    ditimbang sesuai jumlah yang dibutuhkan ke dalam tempat yang sama,

    kemudian campuran tersebut disuspensikan ke dalam CMC 0,5 %

    sesuai dengan dosis yang akan diberikan, caranya sediaan digerus

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 35

    Universitas Indonesia

    dengan CMC 0,5 % dan diencerkan perlahan-lahan sambil

    dihomogenisasi hingga mencapai volume suspensi yang diinginkan.

    Suspensi ini dimasukkan ke dalam beberapa botol kecil dan

    disimpan didalam freezer selama percobaan , hal ini dilakukan untuk

    menjaga stabilitas suspensi tersebut , satu hari sebelum diberikan pada

    hewan coba, satu botol suspensi dikeluarkan dari freezer dan disimpan

    di lemari pendingin. Pemberian pada hewan coba dilakukan secara oral

    dengan menggunakan teknik sonde.

    3.4.7 Pembuatan CMC 0, 5 %

    Sebanyak 500 mg CMC ditimbang seksama, kemudian ditaburkan

    secara merata pada lumpang yang berisi air panas kurang lebih 20 kali

    berat CMC, didiamkan selama 10 menit hingga CMC mengembang,

    lalu digerus homogen dan ditambahkan aquadest sampai mencapai

    volume 100 mL.

    3.4.8 Pembuatan Larutan Natrium Klorida 2 %

    Sebanyak 2 gram natrium klorida ditimbang seksama, kemudian

    dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, ditambahkan aquadest sedikit

    demi sedikit sampai tanda batas, dikocok berulangkali hingga larutan

    menjadi homogen.

    Pemberian larutan natrium klorida 2 % pada hewan coba dilakukan

    secara oral dengan menggunakan teknik sonde, sebanyak 2 ml tiap 200

    gram bb tikus.

    3.4.9 Purifikasi Ekstrak

    Sebanyak 1,48 g ekstrak herba seledri dan 11,17 g ekstrak daun

    tempuyung (Campuran 1), 2,67 g ekstrak herba seledri dan 15,33 g

    ekstrak daun tempuyung (Campuran 2) dan 3,375 g ekstrak herba

    seledri dan 19,50 g ekstrak daun tempuyung (Campuran 3)ditimbang

    seksama. Masing-masing campuran ekstrak dimasukan ke dalam

    mortar, kemudian ditambahkan 25 ml aquadest dan digerus, disaring

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 36

    Universitas Indonesia

    berulang kali sampai filtrat tidak berwarna lagi, aquadest yang

    dibutuhkan adalah 600 ml. Filtrat yang diperoleh dikeringkan dengan

    menggunakan alat freeze dryer selama 48 jam sampai diperoleh ekstrak

    kering. Pada saat akan digunakan serbuk ekstrak tersebut dibuat

    suspensi dengan CMC 0,5 % dan diencerkan sampai volume yang

    diinginkan. Sediaan ini dibuat untuk pemakaian selama 14 hari,

    disimpan dalam beberapa botol kecil dan tertutup rapat kemudian

    ditaruh di freezer, sehari sebelum digunakan dikeluarkan dari freezer

    dan ditaruh di lemari pendingin sampai ekstrak siap digunakan.

    3.5 Pengujian terhadap simplisia dan ekstrak

    3.5.1 Parameter Non Spesifik

    3.5.1.1 Kadar Air

    Prosedur penentuan kadar air simplisia dan ekstrak dilakukan

    dengan menggunakan alat moisture balance. Sebanyak 1 gram

    simplisia/ekstrak disimpan di atas punch, kemudian diratakan sampai

    menutupi permukaan punch, lalu ditutup, kemudian alat dinyalakan,

    maka kadar air akan tertera secara otomatis pada alat setelah proses

    penentuan kadar air selesai.

    3.5.1.2 Kadar Abu Total

    Lebih kurang 2-3 gram simplisia dan ekstrak ditimbang seksama ,

    masukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara . Zat

    dipijar dalam tanur dengan suhu 600oC hingga arang habis, lalu

    didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung

    terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000b).

    3.5.1.3 Kadar Abu yang Tidak Larut Asam.

    Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dilarutkan dalam 25

    mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam

    asam disaring melalui kertas saring bebas abu dan dipijar hingga bobot

    tetap, kemudian ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 37

    Universitas Indonesia

    dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI,

    2000b).

    3.5.1.4. Penetapan Susut Pengeringan

    Lebih kurang 2 gram ekstrak ditimbang seksama dalam wadah

    yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105oC selama 5 jam dan

    ditimbang. Pengeringan dilanjutkan pada jarak 1 jam sampai perbedaan

    antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 % (Depkes

    RI, 2000b).

    3.5.2 Parameter spesifik

    3.5.2.1 Identitas

    Parameter identitas simplisia dinyatakan dengan menguraikan

    deskripsi tata nama meliputi nama simplisia, nama latin tanaman,

    bagian tanaman yang digunakan dalam bahasa Indonesia.

    3.5.2.2 Organoleptik

    Parameter ini dilakukan dengan menggunakan pancaindera dalam

    mendeskripsikan bentuk, bau dan warna simplisia/ekstrak tersebut.

    3.5.2.3 Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu

    a. Kadar Senyawa yang Larut Dalam Air.

    Sebanyak 2 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100

    mL air-kloroform (1:1) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-

    kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian didiamkan selama 18

    jam, kemudian disaring dan 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam

    cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan residu dipanaskan

    pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen

    senyawa yang larut dalam air terhadap ekstrak awal (Depkes RI, 1995).

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 38

    Universitas Indonesia

    b. Kadar Senyawa yang Larut Dalam Etanol

    Sebanyak 2 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100

    mL etanol 95% menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali

    dikocok selama 6 jam pertama, kemudian didiamkan selama 18 jam.

    Saring dengan cepat untuk menghindari penguapan etanol, setelah itu

    20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar

    rata yang telah ditara, residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot

    tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut dalam etanol

    95 % terhadap ekstrak awal (Depkes RI, 1995).

    3.5.3 Uji Kandungan Kimia Ekstrak

    3.5.3.1 Uji Alkaloid

    Sebanyak 500 mg ekstrak dilarutkan dalam 10 mL kloroform dan 4

    tetes amonium hidroksida kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan

    ke dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung

    reaksi dikocok dengan 6 mL asam sulfat 2 M dan lapisan asamnya

    dipisahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini

    diteteskan pada lempeng kaca, bila ditambahkan pereaksi Meyer akan

    menimbulkan endapan putih, dengan pereaksi Wagner akan

    menimbulkan warna coklat, sedangkan dengan pereaksi Dragendorf

    akan menimbulkan endapan berwarna merah jingga (Depkes RI, 1995).

    3.5.3.2 Uji Triterpenoid dan Steroid

    Sebanyak 500 mg ekstrak dilarutkan dalam 250 mL etanol panas

    (50°C) kemudian hasilnya disaring ke dalam pinggan porselein dan

    diuapkan sampai kering. Residu ditambah eter dan ekstrak eter di

    pindahkan ke dalam lempeng tetes, kemudian ditambahkan 3 tetes

    anhidrida asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat (uji Liebermann-

    Bourchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid

    dan warna hijau menunjukkan adanya steroid (Depkes RI, 1995).

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 39

    Universitas Indonesia

    3.5.3.3 Uji Saponin dan Flavonoid

    Sebanyak 500 mg ekstrak dimasukkan ke dalam gelas piala,

    kemudian ditambahkan 100 mL air panas dan dididihkan selama 5

    menit, setelah itu disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian.

    Saponin diuji dengan cara 10 mL filtrat dalam tabung reaksi dikocok

    selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit, adanya saponin

    ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil. Uji saponin

    dilakukan dengan cara 10 mL filtrat dimasukkan ke dalam tabung

    reaksi, ditambah 0,5 g serbuk magnesium, 2 mL alkohol klorhidrat

    (campuran asam klorida 37 % dan etanol 95 % 1:1) dan 20 mL amil

    alkohol, kemudian dikocok dengan kuat, terbentuknya warna merah,

    kuning, jingga pada lapisan alkohol menunjukkan adanya flavonoid

    (Depkes RI, 1995).

    3.5.3.4 Uji Kuinon

    Sebanyak 500 mg ekstrak ditambahkan 100 mL air panas, didihkan

    selama 5 menit dan disaring, 10 mL filtrat yang dihasilkan kemudian

    ditambah beberapa tetes larutan natrium hidroksida 0,1 N, terbentuknya

    warna merah menunjukkan adanya kuinon (Depkes RI, 1995).

    3.5.3.5 Uji Tanin

    Sejumlah 0,2 g fraksi aktif dimasukan dalam tabung reaksi dan

    ditambahkan 10 mL air panas, didihkan selama 5 menit, saring dengan

    kertas saring dinginkan kemudian dibagi menjadi dua bagian. Kedalam

    larutan pertama ditambahkan larutan besi (III) klorida, terbentuknya

    warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa

    golongan tannin. Kedalam larutan kedua ditambahkan pereaksi Stiasny

    ( formaldehid 30% : asam klorida p (2:1),kemudian dipanaskan dalam

    penangas air terbentuknya endapan warna merah muda menujukan

    adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrate dijenuhkan

    dengan natrium asetat, ditambahkan larutan besi (III) klorida

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 40

    Universitas Indonesia

    terbentuknya warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat (Fong

    et al., 1980).

    3.5.3.6 Uji Kumarin

    Sebanyak 500 mg ekstrak ditambahkan 10 mL kloroform P

    kemudian dipanaskan selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat

    diuapkan , kemudian ditambahkan 10 mL air panas dan didinginkan, ke

    dalam campuran kemudian ditambahkan 0,5 mL ammonia 10 % P,

    adanya fluoresensi hijau atau biru pada sinar UV 366 nm menunjukkan

    adanya kumarin (Depkes RI, 1995).

    3.5.4 Pola Kromatogram Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis

    Pola kromatogram dilakukan terhadap ekstrak metanol seledri dan

    ekstrak metanol tempuyung , juga terhadap fraksi air seledri dan fraksi

    air tempuyung.

    Ekstrak ditotolkan pada lempeng kromatografi Silica gel 60 F254

    yang telah diaktifkan, kemudian dicoba dengan berbagai fasa gerak,

    antara lain n-heksan-etil asetat (1:1, 1:2, 1:4, 2:3), kloroform – metanol

    (1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 dan seterusnya sampai perbandingan 14:1),

    n-butanol-asam asetat glasial-air (7:1:2, 4 :1: 5), etil asetat : metanol

    (4:1), Hexan : etanol (1:9), diklormetan : metanol (9:1), asam klorida :

    asam asetat : air (3:30:10).

    3.6 Purifikasi Campuran Ekstrak Seledri dan Tempuyung

    Purifikasi dilakukan terhadap campuran ekstrak seledri dan tempuyung

    dengan cara penyaringan menggunakan pelarut air. Campuran ekstrak

    dengan berbagai variasi dosis disaring dengan sejumlah tertentu pelarut air

    secara terpisah sampai filtrat jernih , residu dikeringkan di udara terbuka dan

    ditimbang, sedangkan filtratnya dikeringkan dengan menggunakan alat freeze

    dryer selama 2 hari hingga diperoleh ekstrak kering.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 41

    Universitas Indonesia

    3.7 Pelaksanaan Percobaan

    Dalam percobaan ini tikus dibagi dalam 8 kelompok perlakuan, masing-

    masing kelompok uji menggunakan 4 ekor tikus. Tikus yang digunakan

    adalah tikus normal dan tikus yang dibuat hipertensi. Tikus hipertensi dibuat

    dengan menginduksi tikus dengan larutan natrium klorida 2 % setiap hari satu

    kali pemberian, selama 4 minggu terhadap tikus normal. Setiap perlakuan

    terhadap hewan coba diberi jarak satu jam, hal ini dilakukan untuk

    mengurangi stres pada hewan coba setelah mendapat perlakuan yang pertama.

    Pengukuran tekanan darah dilakukan pada hari ke satu sebelum

    diinduksi dengan larutan natrium klorida 2 %, kemudian pada hari ke

    limabelas sebelum pemberian sediaan uji dan pada hari ke tigapuluh.

    Adapun pengelompokannya sebagai berikut :

    Kelompok 1 = tikus normal, diberi air minum biasa, pada minggu ke tiga

    disonde dengan CMC 0,5 % selama 14 hari.

    Kelompok 2 = tikus disonde dengan larutan natrium klorida 2 % selama

    4 minggu berturut-turut dan disonde larutan CMC 0, 5 % selama 14 hari.

    Kelompok 3 = tikus disonde dengan larutan natrium klorida 2 % selama

    4 minggu berturut-turut, pada minggu ke 3 diberi sediaan uji campuran 1

    selama 14 hari

    Kelompok 4 = tikus disonde dengan larutan natrium klorida 2 % selama

    4 minggu berturut-turut, pada minggu ke 3 diberi sediaan uji campuran 2

    selama 14 hari

    Kelompok 5 = tikus disonde dengan larutan natrium klorida 2 % selama

    4 minggu berturut turut, pada minggu ke 3 diberi sediaan uji campuran 3

    selama 14 hari

    Kelompok 6 = tikus disonde dengan larutan natrium klorida 2 % selama

    4 minggu berturut-turut, pada minggu ke 3 diberi sediaan uji purifikasi

    campuran 2 selama 14 hari.

    Kelompok 7 = tikus disonde dengan larutan natrium klorida 2 % selama

    4 minggu berturut-turut, pada minggu ke 3 diberi sediaan uji purifikasi

    campuran 3 selama 14 hari.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 42

    Universitas Indonesia

    Kelompok 8 = tikus disonde dengan larutan natrium klorida 2 % selama

    4 minggu berturut-turut, pada minggu ke 3 diberi sediaan uji sediaan herbal

    selama 14 hari.

    Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Perlakuan Hewan Coba

    Kelompokperlakuan

    PerlakuanHari ke

    1Hari ke

    2-14Hari ke

    15Hari ke16-30

    Hari ke31

    1(Normal)

    a+b+c a a+b+c a a+b+c

    2(NaCl)

    b+c+d d b+c+d d b+c+d

    3(Campuran 1)

    b+c+d d b+c+d+e d+e b+c+d+e

    4(Campuran 2)

    b+c+d d b+c+d+e d+e b+c+d+e

    5(Campuran 3)

    b+c+d d b+c+d+e d+e b+c+d+e

    6(Purifikasi 2)

    b+c+d d b+c+d+e d+e b+c+d+e

    7(Purifikasi 3)

    b+c+d d b+c+d+e d+e b+c+d+e

    8(Obat herbal)

    b+c+d d b+c+d+e d+e b+c+d+e

    Keterangan : a = air, b = berat badan, c = volume urin, d = NaCl 2 %, e = sediaan

    uji.

    3.8. Pemeriksaan Tekanan Darah Tikus

    Pengukuran tekanan sistolik tikus dilakukan dengan cara tidak langsung

    dengan menggunakan alat Rat tail blood pressure monitoring system. Tikus

    yang akan diukur dimasukkan ke dalam kandang khusus seukuran badannya

    supaya tidak bisa banyak bergerak, kemudian didiamkan selama 10 menit

    supaya tikus tenang, setelah itu ekor tikus dimasukkan kedalam cuff dan

    tekanan dinaikkan sampai di atas tekanan sistolik, tekanan kemudian

    diturunkan perlahan-lahan dan hasilnya dapat diamati pada kertas grafik yang

    keluar dari monitor.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 43

    Universitas Indonesia

    3.9 Pengamatan

    Selama percobaan yang diamati adalah berat badan tikus, volume urin,

    tekanan sistolik tikus, tekanan arteri rata-rata, tekanan diastolik dihitung

    dengan cara tekanan arteri rata-rata dikalikan dua, dikurangi tekanan sistolik.

    3.10 Analisis Data

    Data tekanan sistolik tikus, volume urin dan berat badan tikus yang

    diperoleh diuji homogenitasnya dan normalitasnya, selanjutnya dilakukan

    analisis varian satu arah (one way anova) untuk melihat hubungan antara

    kelompok perlakuan. Bila terdapat pengaruh nyata, maka untuk mengetahui

    perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan analisis peragam.

    Analisis Peragam (Covariance Analysis)

    Analisis peragam adalah analisis yang digunakan dalam perancangan

    percobaan yang di dalamnya terdapat peubah pengiring (concomitant

    variable). Peubah pengiring adalah peubah tertentu yang tidak dapat

    dikendalikan, tetapi sangat mempengaruhi peubah respon yang diamati.

    Peubah pengiring ini digunakan untuk mengurangi keragaman percobaan.

    Peubah pengiring yang digunakan dapat lebih dari satu, seperti dalam regresi.

    Oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa analisis peragam merupakan

    gabungan dari analisis ragam dan regresi (Gaspersz 1995).

    Model linear analisis peragam dalam RAL.

    dengan i = 1, …, t dan j = 1, …, n

    dimana:

    Yij = nilai respon yang dihasilkan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

    µ = nilai rata-rata respon yang sesungguhnya

    τi = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

    β = koefisien regresi yang menunjukkan ketergantungan Yij pada Xij

    Xij = pengukuran peubah pengiring pada perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

    yang berkaitan dengan Yij.

    = nilai rata-rata peubah pengiring yang diukur

    = komponen galat yang timbul pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j.

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 44

    Universitas Indonesia

    Hipotesis yang diuji:

    Pengaruh perlakuan

    H0 : τi = … = τt = 0 (perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang

    diamati)

    H1 : minimal ada satu i dimana τi ≠ 0 (perlakuan berpengaruh terhadap respon

    yang diamati.

    Pengaruh peubah pengiring

    H0 : β = 0 (peubah pengiring tidak berpengaruh terhadap respon yang

    diamati)

    H1 : β ≠ 0 (peubah pengiring berpengaruh terhadap respon yang diamati).

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • 45 Universitas Indonesia

    BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    4.1.1 Pembuatan Serbuk Simplisia

    Simplisia yang digunakan adalah herba seledri yang diperoleh dari

    pasar Bogor, Jawa Barat dan daun tempuyung diperoleh dari kebun Farmasi,

    FMIPA-UI dan sekitarnya, Depok. Masing-masing simplisia kemudian

    dikeringkan dengan menggunakan oven pada temperatur 50°C, lalu digiling

    dan diayak hingga diperoleh serbuk simplisia.

    Serbuk simplisia yang diperoleh adalah 1529 gram serbuk simplisia

    herba seledri dari 15 kg herba segar dan 1375 gram serbuk simplisia daun

    tempuyung dari 13,5 kg daun tempuyung segar. Rendemen serbuk simplisia

    herba seledri adalah 10,19 % dan untuk daun tempuyung adalah 10,18 %.

    (Lampiran 13).

    4.1.2 Pembuatan Ekstrak

    Serbuk simplisia herba seledri dimaserasi dengan menggunakan pelarut

    etanol 30 %, sedangkan serbuk simplisia daun tempuyung menggunakan

    pelarut etanol 50 %, maserasi dilakukan berulangkali sampai filtrat tidak

    berwarna , proses maserasi ini membutuhkan waktu satu minggu, filtrat yang

    terkumpul kemudian dipekatkan di atas waterbath dengan suhu 50°C hingga

    diperoleh ekstrak kental, proses pemekatan ini membutuhkan waktu dua

    minggu.

    Ekstrak herba seledri yang diperoleh sebanyak 384 gram dari

    1529 gram serbuk simplisia dan ekstrak daun tempuyung yang diperoleh

    sebanyak 387,75 gram dari 1375 gram serbuk simplisia. Rendemen yang

    diperoleh untuk herba seledri adalah 25, 11% dan rendemen untuk daun

    tempuyung adalah 28,20 %. (Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 14).

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • Universitas Indonesia

    46

    4.1.3 Pengujian Terhadap Simplisia dan Ekstrak Herba Seledri dan

    Daun Tempuyung.

    4.1.3.1 Parameter Spesifik.

    a. Identitas

    Simplisia yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba seledri

    yang berasal dari seluruh bagian tanaman kecuali akar dan daun

    tempuyung dengan panjang daun 15-30 cm, keduanya telah

    dideterminasi di Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, Jawa

    Barat. (Lampiran 27).

    b. Organoleptik

    Hasil permeriksaan organoleptik pada serbuk simplisia diperoleh

    hasil serbuk simplisia berwarna hijau tua, terasa agak pedas, bau

    aromatis khas, sedangkan serbuk simplisia tempuyung berwarna hijau

    kecoklatan, rasa agak pahit dan kelat. Pemeriksaan organoleptik pada

    ekstrak seledri, berwarna coklat tua, berbau aromatis khas, rasa agak

    pedas, sedangkan ekstrak tempuyung berwarna coklat kehitaman, bau

    khas, rasa agak pahit dan sedikit terasa asin. (Lampiran 1, Lampiran 2).

    c. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

    Penetapan kadar sari yang larut dalam air menghasilkan kadar

    37, 03 % untuk ekstrak herba seledri dan 35,61 % untuk ekstrak daun

    tempuyung. Hal ini menunjukkan senyawa yang larut dalam air cukup

    tinggi, walaupun tidak sesuai dengan ketentuan dalam Depkes RI

    (1995) yang menyebutkan bahwa kadar sari yang larut dalam air tidak

    kurang dari 40 %. (Lampiran 15).

    d. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol.

    Hasil percobaan diperoleh kandungan senyawa yang larut dalam

    etanol untuk ekstrak herba seledri adalah 12,08 % dan 22,14 % untuk

    ekstrak daun tempuyung, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam buku

    Uji Antihipertensi..., Ike Yulia Wiendarlina, FMIPA UI, 2010

  • Universitas Indonesia

    47

    Depkes RI (1995) yang mensyaratkan kadar senyawa yang larut dalam

    etanol tidak kurang dari 11 %. (Lampiran 16).

    4.1.3.2 Parameter Non Spesifik

    a. Penetapan kadar air

    Kadar air yang diperoleh untuk simplisia herba seled