PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

16
PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN KEMBALI: SKEMA PEMBERDAYAAN UNTUK PERLINDUNGAN MASYARAKAT TERDAMPAK Dwi Wulan Pujiriyani* Abstract Abstract Abstract Abstract Abstract: One of the trigger for conflict in the case of land acquisition is the idea of resettlement as a form of compensation. There are many cases of resettlement that end up with rejection by the society. Resettlement in the case of land acquisition most likely to be responded as a negative action which related to eviction or expulsion. Furthermore, this paper will reveal the problem of resettlement in the implementation of land acquisition in Indonesia. This can be related to the model of community empowerment which possibly could become a constructive solution to bridge the need of development and the need of persons affected by development project to protect their rights.This study was conducted due to searching and studying secondary source that discussed about development-induced resettlement. The result shows that resettlement could not only be defined as a physical displacement. Resettlement has to be planned and implemented appropriately so that its effect was not exacerbating the affected communities. Keywords Keywords Keywords Keywords Keywords: Land acquisition, compensation, resettlement, empowering Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Salah satu persoalan yang seringkali menjadi pemicu terjadinya benturan akibat pengadaan tanah adalah pemberian ganti kerugian dalam bentuk permukiman kembali. Berbagai kasus pengadaan tanah yang didalamnya terdapat rencana untuk memindahkan warga atau masyarakatnya, seringkali direspon dengan sikap penolakan. Permukiman kembali dalam kasus pengadaan tanah kerapkali direspon secara negatif sebagai salah satu bentuk ‘penggusuran’ atau ‘pengusiran’. Lebih lanjut tulisan ini akan mengungkap secara lebih mendalam mengenai problem permukiman kembali dalam pelaksanaan pengadaan tanah di Indonesia. Problem permukiman kembali ini akan dikaitkan dengan model pemberdayaan masyarakat yang dimungkinkan untuk bisa menjembatani kebutuhan pembangunan dan kebutuhan perlindungan hak masyarakat yang terkena dampak pembangunan. Metode penulisan dilakukan dengan melakukan penelusuran dan pengkajian sumber-sumber sekunder mengenai pelaksanaan pembangunan yang berdampak pada pemukiman kembali. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa pemukiman kembali tidak boleh hanya dimaknai sebagai pemindahan secara fisik. Dalam hal inilah diperlukan upaya perencanaan dan pelaksanaan permukiman kembali yang tepat agar dampaknya tidak semakin memperburuk kondisi masyarakat yang terkena dampak. Kata Kunci Kata Kunci Kata Kunci Kata Kunci Kata Kunci: Pengadaan tanah, ganti rugi, pemukiman kembali, pemberdayaan A. Pengantar Tanah merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pelaksanaan pem- bangunan. Secara langsung maupun tidak lang- sung, kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik, akan membutuhkan tanah. Berbagai alokasi penggunaan dalam desain-desain pem- bangunan menciptakan kebutuhan akan keter- sediaan tanah dalam jumlah tertentu. Dengan meningkatnya kebutuhan akan tanah, ketidak- seimbangan antara persediaan tanah yang terbatas dengan kebutuhan tanah menjadi semakin besar. Salah satu contoh kebutuhan ketersediaan akan tanah dapat dilihat dari proyek-proyek pem- bangunan infrastruktur. Tercatat bahwa pada tahun 2013, proyek pembangunan infrastruktur menembus angka Rp. 459,9 triliun yang terdiri dari Rp. 390 triliun untuk sektor konstruksi dan Rp. 64,9 triliun untuk sektor kelistrikan 1 Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. Email: [email protected] 1 Proyek-proyek tersebut terdiri dari subsektor: transportasi udara, transportasi darat, transportasi air, rel

Transcript of PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

Page 1: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN KEMBALI:SKEMA PEMBERDAYAAN UNTUK PERLINDUNGAN

MASYARAKAT TERDAMPAKDwi Wulan Pujiriyani*

AbstractAbstractAbstractAbstractAbstract: One of the trigger for conflict in the case of land acquisition is the idea of resettlement as a form of compensation. Thereare many cases of resettlement that end up with rejection by the society. Resettlement in the case of land acquisition most likelyto be responded as a negative action which related to eviction or expulsion. Furthermore, this paper will reveal the problem ofresettlement in the implementation of land acquisition in Indonesia. This can be related to the model of community empowermentwhich possibly could become a constructive solution to bridge the need of development and the need of persons affected bydevelopment project to protect their rights.This study was conducted due to searching and studying secondary source thatdiscussed about development-induced resettlement. The result shows that resettlement could not only be defined as a physicaldisplacement. Resettlement has to be planned and implemented appropriately so that its effect was not exacerbating the affectedcommunities.KeywordsKeywordsKeywordsKeywordsKeywords: Land acquisition, compensation, resettlement, empowering

Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Salah satu persoalan yang seringkali menjadi pemicu terjadinya benturan akibat pengadaan tanah adalah pemberian gantikerugian dalam bentuk permukiman kembali. Berbagai kasus pengadaan tanah yang didalamnya terdapat rencana untuk memindahkanwarga atau masyarakatnya, seringkali direspon dengan sikap penolakan. Permukiman kembali dalam kasus pengadaan tanah kerapkalidirespon secara negatif sebagai salah satu bentuk ‘penggusuran’ atau ‘pengusiran’. Lebih lanjut tulisan ini akan mengungkap secaralebih mendalam mengenai problem permukiman kembali dalam pelaksanaan pengadaan tanah di Indonesia. Problem permukimankembali ini akan dikaitkan dengan model pemberdayaan masyarakat yang dimungkinkan untuk bisa menjembatani kebutuhanpembangunan dan kebutuhan perlindungan hak masyarakat yang terkena dampak pembangunan. Metode penulisan dilakukandengan melakukan penelusuran dan pengkajian sumber-sumber sekunder mengenai pelaksanaan pembangunan yang berdampakpada pemukiman kembali. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa pemukiman kembali tidak boleh hanya dimaknai sebagai pemindahansecara fisik. Dalam hal inilah diperlukan upaya perencanaan dan pelaksanaan permukiman kembali yang tepat agar dampaknya tidaksemakin memperburuk kondisi masyarakat yang terkena dampak.Kata KunciKata KunciKata KunciKata KunciKata Kunci: Pengadaan tanah, ganti rugi, pemukiman kembali, pemberdayaan

A. Pengantar

Tanah merupakan salah satu unsur yangsangat penting dalam pelaksanaan pem-bangunan. Secara langsung maupun tidak lang-sung, kegiatan pembangunan baik f isik maupunnon f isik, akan membutuhkan tanah. Berbagaialokasi penggunaan dalam desain-desain pem-bangunan menciptakan kebutuhan akan keter-sediaan tanah dalam jumlah tertentu. Dengan

meningkatnya kebutuhan akan tanah, ketidak-seimbangan antara persediaan tanah yang terbatasdengan kebutuhan tanah menjadi semakin besar.Salah satu contoh kebutuhan ketersediaan akantanah dapat dilihat dari proyek-proyek pem-bangunan infrastruktur. Tercatat bahwa padatahun 2013, proyek pembangunan infrastrukturmenembus angka Rp. 459,9 triliun yang terdiridari Rp. 390 triliun untuk sektor konstruksi danRp. 64,9 triliun untuk sektor kelistrikan 1

Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. Email:[email protected]

1Proyek-proyek tersebut terdiri dari subsektor:transportasi udara, transportasi darat, transportasi air, rel

Page 2: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

634 Bhumi No. 40 Tahun 13, Oktober 2014

Melihat perkembangan yang terjadi, penga-daan tanah bagi pembangunan untuk kepen-tingan umum memang menjadi tuntutan yangtidak dapat dielakkan. Mengacu pada Undang-Undang No.2 Tahun 2012, pengadaan tanahdidef inisikan sebagai kegiatan menyediakantanah dengan cara memberi ganti kerugian yanglayak dan adil kepada pihak yang berhak.2 Secaragaris besar di Indonesia dikenal dua jenis penga-daan tanah yaitu pengadaan tanah untuk keper-luan pemerintah dan pengadaan tanah untukkeperluan swasta. Pengadaan tanah yang dilaku-kan oleh pemerintah dibagi menjadi pengadaantanah bagi kepentingan umum dan bukankepentingan umum (kepentingan komersial).Sementara itu pengadaan tanah bagi kepentinganswasta dapat juga digolongkan menjadi kepen-tingan komersial dan bukan komersial, yakni yangbersifat menunjang kepentingan umum atautermasuk dalam pembangunan sarana umum danfasilitas-fasilitas sosial.3

Mengingat adanya berbagai kepentingan yangharus terakomodasi dalam proses pelaksanaanpengadaan tanah, tidak jarang pada akhirnyabanyak terjadi benturan. Benturan biasanya mun-

cul karena ada berbagai kepentingan yang harusdiakomodir dalam pelaksanaannya. Di satu sisinegara menjamin kepemilikan sah individu atastanah, sementara itu di sisi lain pelaksana kekua-saan negara yakni, pemerintah berkewajibanmenjalankan agenda pembangunan infrastrukturf isik yang seringkali harus mengorbankan nilaikepentingan individu. Kepentingan umum yangdijabarkan dari fungsi sosial tanah tidak kalahpentingnya dengan kepentingan individu pemilikyang dijabarkan dari fungsi ekonomi tanah.Artinya pada saat dibutuhkan demi kepentinganumum, kepentingan individu bisa dikompro-mikan bahkan dikalahkan dan hak milik atastanah harus dilepaskan.4

Salah satu persoalan yang seringkali menjadipemicu terjadinya benturan akibat pengadaantanah adalah pemberian ganti kerugian dalambentuk permukiman kembali. Permukimankembali memang jamak terjadi saat ini dalamkonteks pengadaan tanah untuk pembangunaninfrastruktur seperti: bendungan, proyek irigasi,jalan tol, tambang dan penataan serta pengem-bangan wilayah perkotaan. Tingkatan sertadampak dari permukiman kembali ini bermacam-macam dan bervariasi bergantung pada jenisproyek dan kepadatan populasi yang terkenadampak. Terminski (2013) mencatat bahwa sejaktahun 80-an dan 90-an, diperkirakan bahwa setiaptahunnya terdapat 10 juta orang yang harusdipindahkan akibat pelaksanaan proyek-proyekpembangunan. Jumlah tersebut diperkirakanmeningkat akhir-akhir ini menjadi 15 juta per or-ang setiap tahunnya.

Permukiman kembali merupakan bentuk gantikerugian yang cukup rumit dan banyak menim-bulkan persoalan. Hal ini dikarenakan prosespermukiman kembali merupakan proses yangpanjang dan membutuhkan perencanaan yangmendetail, tidak hanya melibatkan para pihak dan

kereta api, jalan tol, water supply, sanitasi, dan pembangkitlistrik. Terdapat 8 sektor bisnis utama dalam pembangunaninfrastruktur yaitu: sektor air minum (meliputi pembangunanfasilitas untuk ekstraksi air mentah, jaringan penyaluran,jaringan distribusi air dan instalasi pengelolaan air); sektortranrportasi (pelabuhan, bandara, kereta api dan stasiunkereta api); sektor jalan raya (jalan tol dan jembatan); sektorkelistrikan (power plant, jaringan penyaluran dan distribusilistrik); sektor minyak bumi dan gas (pembangunan fasilitaspemrosesan, penyimpanan, penyaluran, dan distribusi);sektor pengelolaan limbah (instalasi pengelolaan limbah cair,pembuangan dan penyaluran); sektor irigasi (bendungan,fasilitas penyaluran air mentah); sektor telekomunikasi9jaringan telekomunikasi). Lebih lanjut lihat: Noer Fauzidan Dian Yanuardy, 2014:61.

2 Siti Rakhma Mary. 2014. Kumpulan Aturan tentangPengelolaan Agraria. Jakarta: Huma.

3Oloan Sitorus, dkk. 1995. Pelepasan atau PenyerahanHak sebagai Cara Pengadaan Tanah”. Jakarta: CV DasaMedia Utama. 4 Lebih lanjut lihat Trie Sakti, 2007:1.

Page 3: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

635Dwi Wulan P.: Pengadaan Tanah dan Problem Pemukiman ..: 633-648

sejumlah uang tunai sebagai pengganti kerugian.Berbagai kasus pengadaan tanah yang didalamnyaterdapat rencana untuk memukimkan warga ataumasyarakatnya, seringkali direspon dengan sikappenolakan.5 Permukiman kembali dalam kasuspengadaan tanah kerapkali direspon secaranegatif sebagai salah satu bentuk ‘penggusuran’atau ‘pengusiran’.6 Persepsi serupa ini menyebab-kan proses pengadaan tanah kerapkali terkendalakarena aspek kesepakatan menjadi salah satubagian yang penting untuk bisa mendukung ter-laksananya proses pengadaan tanah. Kebijakanpemukiman kembali bahkan seringkali dinilaisebagai pelanggaran HAM.7 Kondisi serupa inilahyang juga dijumpai dalam berbagai kasuspermukiman kembali dimana warga merasa bah-wa mereka ‘dipaksa’ meninggalkan tempat yangtelah berpuluh tahun mereka tempati.

Respon-respon yang secara jamak diungkap-kan melalui penolakan ini menunjukkan bahwapengadaan tanah menjadi sangat sensitif jikabersinggungan dengan persoalan pemindahanmasyarakat.8 Sensitifnya persoalan pengadaantanah dapat dilihat dalam Laporan Akhir Tahun2013 yang dikeluarkan oleh Konsorsium Pemba-ruan Agraria (KPA). Dalam laporan tersebut dije-laskan bahwa pengadaan tanah telah berdampak

pada meningkatnya jumlah konflik agraria diIndonesia. Dicatat bahwa DKI Jakarta dan Sumate-ra mengalami banyak konflik akibat pengadaantanah terutama untuk pembangunan infrastruk-tur untuk kepentingan umum. Terjadi kenaikan175% dibandingkan angka di tahun 2012.

Lebih lanjut tulisan ini akan mengungkap se-cara lebih mendalam mengenai problem permu-kiman kembali dalam pelaksanaan pengadaantanah di Indonesia. Problem permukiman kem-bali ini akan dikaitkan dengan model pember-dayaan masyarakat yang dimungkinkan untukbisa menjadi satu solusi dalam menjembatanikepentingan pembangunan dan perlindunganhak masyarakat yang terkena dampak pem-bangunan.

B. Permukiman Kembali sebagai BentukGanti Kerugian dalam PengadaanTanah

Dalam pelaksanaan pengadaan tanah, padaprinsipnya terkait dua kepentingan yang berbeda,yaitu kepentingan masyarakat, pemilik ataupemegang hak atas tanah yang tanahnya diper-lukan untuk kegiatan pembangunan dan kepen-tingan instansi pemerintah yang memerlukantanah.9 Dari sisi pemerintah, kebutuhan untukmelaksanakan pembangunan infrastruktur danfasilitas publik bagi rakyat harus dilaksanakan,sementara itu di sisi lain kebutuhan masyarakatperlu diakomodasi dengan cara pembebasanlahan dengan memberikan alternatif bagi pemiliklahan dengan kompensasai yang diberikan.10

Ganti kerugian merupakan hak (mutlak) dari parapemegang hak atas tanah yang telah melepaskanatau menyerahkan tanahnya. Ganti kerugian da-

5 Contoh nyata dapat dijumpai dalam kasus pengadaantanah untuk pembangunan MIRT, pembangunan Banjir KanalTimur, penataan Waduk Pluit, serta pembangunan pem-bangunan bandara di daerah Kulonprogo, DIY.

6Praktik penggusuran disebutkan sebagai salah satupemicu yang membuat korban yang pada umumnya kelompokmiskin menjadi semakin miskin. Kajian Centre on HousingRights and Evictions (COHRE) tahun 2003 menyebutkanbahwa sebagian besar penggusuran paksa terjadi akibatproyek-proyek pembangunan yang diprakarsai pemerintah.Lebih Lanjut lihat Trie Sakti, 2007:2.

7Dalam kasus normalisasi Waduk Pluit, pemerintahPropinsi DKI Jakarta juga sempat dilaporkan ke KomnasHAM karena dianggap telah melanggar hak asasi warga yangtelah lama bertempat tinggal di wilayah tersebut.

8 Lebih lanjut lihat Laporan Akhir Tahun 2013 KPA,hlm 6-7.

9 Sarjita. 2011. “Manajemen Perolehan dan pelepasanHak Atas Tanah serta Problematika Hukum PenyelesaianKonflik Pertanahn”. Makalah dalam Seminar NasionalBenang Merah di Balik Hukum Masalah PertanahanKontemporer dan Kaitannya dengan Keamanan InvestasiJangka Panjang (Long Term Profit). Hlmn 27.

10 Lebih lanjut lihat Trie Sakti, 2007: 4-5.

Page 4: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

636 Bhumi No. 40 Tahun 13, Oktober 2014

pat dikatakan merupakan imbalan yang diterimaoleh pemegang hak atas tanah sebagai penggantidari nilai tanah yang ada di atasnya yang telahdilepaskan atau diserahkan.

Sebagai imbalan, maka prinsip pemberianganti kerugian harus seimbang dengan nilaitanah, termasuk segala benda yang terdapat diatasnya, yang telah diserahkan atau dilepaskan.Idealnya jumlah ganti kerugian yang diterimapemegang hak atas tanah harus sama dengan nilaitanah, termasuk benda-benda yang terdapat diatasnya.11 Dalam hal ini ditambahkan bahwa padaprinsipnya ganti kerugian harus merupakanimbalan yang layak dan tidak menjadikan peme-gang hak atas tanah (yang melepaskan ataumenyerahkan tanah) mengalami kemunduransosial atau tingkat ekonominya.

Pemberian ganti kerugian merupakan wujudkonkrit dari penghormatan terhadap hak atastanah sebagai bagian dari hak asasi manusia dibidang ekonomi (property right). Ganti kerugianyang diterima oleh pemegang hak atas tanah tidakboleh membuat seseorang menjadi lebih kayaatau sebaliknya menjadi lebih miskin dari keadaansemula. Selain melindungi kepentingan parapemegang hak atas tanah yang dibebaskan, pem-berian ganti kerugian juga harus melindungikepentingan pihak yang akan memperoleh gantikerugian dan kepentingan pihak yang akanmemperoleh tanah. Dalam ganti kerugian, tidakboleh ada keinginan untuk menekan pihak lain.12

Pemberian ganti kerugian menjadi salah satutahapan penting dalam pelaksanaan pengadaantanah yang harus dilaksanakan secara layak danadil kepada pihak yang berhak dalam prosespengadaan tanah.13 Penegasan mengenai hal ini,

secara eksplisit dapat dijumpai dalam PenjelasanAtas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 ten-tang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untukKepentingan Umum Pasal 2 huruf b dan Pasal 2huruf d. Dalam Penjelasan atas UU No 2 Tahun2012 Pasal 2 huruf b disebutkan bahwa ‘pihak yangberhak’ dalam proses pengadaan tanah, menda-patkan jaminan penggantian yang layak sehinggamendapatkan kesempatan untuk melangsungkankehidupan yang lebih baik. Sementara itu dalamPenjelasan atas UU No 2 Tahun 2012 Pasal 2 hurufd disebutkan bahwa Pihak yang berhak harusmendapatkan ganti kerugian yang layak. Keduapenegasan ini merupakan wujud nyata dari ‘asaskeadilan’dan ‘asas kepastian.’ Mereka yang dika-tegorikan berhak ini antara lain: pemegang hakatas tanah; pemegang hak pengelolaan, nadzir,pemilik tanah bekas milik adat, masyarakat hu-kum adat, pihak yang menguasai tanah denganitukad baik, pemegang dasar penguasaan atastanah dan/atau pemilik bangunan, tanaman ataubenda lain yang berkaitan dengan tanah.

Pemukiman kembali adalah salah satu bentukganti kerugian dalam proses pengadaan tanahselain beberapa bentuk ganti kerugian yang lainseperti: uang, tanah pengganti, kepemilikansaham serta bentuk lain yang disetujui oleh keduabelah pihak. Yang dimaksud dengan ‘permu-kiman kembali’ adalah proses kegiatan penyediaantanah pengganti kepada Pihak yang Berhak kelokasi lain sesuai dengan kesepakatan dalam pro-ses pengadaan tanah. Dalam Peraturan PresidenNo. 71 Tahun 2012 tentang PenyelenggaraanPengadaan Tanah Bagi Pembangunan untukKepentingan Umum disebutkan bahwa gantikerugian dalam bentuk permukiman kembalidiberikan oleh instansi yang memerlukan tanah.Permukiman kembali dilakukan bersamaandengan pelepasan hak oleh Pihak yang Berhaktanpa menunggu selesainya pembangunan per-mukiman kembali. Pelaksanaan penyediaannyadilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak

11 Sitorus dan Sitepu (1994) dalam Sitorus dkk (1995).Pelepasan atau Penyerahan Hak sebagai Cara PengadaanTanah. Jakarta: CV Dasa Media Utama.

12 Maria W Sumardjono dalam Sitorus dan Sitepu,loc.cit.

13 Lihat Pasal 9 UU No.2 Tahun 2012.

Page 5: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

637Dwi Wulan P.: Pengadaan Tanah dan Problem Pemukiman ..: 633-648

penetapan bentuk Ganti Kerugian oleh PelaksanaPengadaan Tanah. Dalam hal ini, lokasi untukpermukiman kembali didasarkan atas kese-pakatan dalam musyawarah.14 Ganti Kerugiandalam bentuk permukiman kembali, nilainyasama dengan nilai ganti kerugian dalam bentukuang.15

C. Masyarakat Terdampak dan ProblemPermukiman Kembali

Masyarakat terdampak adalah masyarakatyang berbatasan langsung dengan lokasi penga-daan tanah.16 Masyarakat terdampak adalahkategori yang diberikan bagi mereka yang dalamhal ini tanah atau tempat tinggal yang dimilikinyamasuk ke dalam desain pengembangan proyekpembangunan yang membutuhkan perluasanatau penambahan tanah (pengadaan tanah).‘Penduduk Terkena Proyek’ atau ‘PTP’ adalahistilah lain yang juga diberikan untuk menyebutkelompok ini. Mereka ini adalah penduduk yangtinggal atau berusaha di sekitar lokasi proyek yangseluruh atau sebagian tanah, bangunan, tanaman,aset lain maupun kegiatan usahanya terkenaproyek. Dalam konteks permukiman kembali,mereka diistilahkan sebagai masyarakat terdam-

pak atau PTP yang terpindahkan yaitu masyarakatterkena dampak atau PTP yang terpaksa pindahdari lokasi semula karena seluruh atau sebagianbesar tanah dan bangunannnya terkena proyek.Sementara itu, World Bank menyebut kelompokmasyarakat terdampak dengan istilah Project Af-fected Persons (PAPs) yang didefinisikan sebagaiberikut:

“Project affected persons” (PAPs) means personswho, for reasons of the involuntary taking or volun-tary contribution of their land and other assets un-der the project, result in direct economic and orsocial adverse impacts,regardless of whether or notthe said. Project Affected Persons physically relo-cate..17

Project Affected Persons adalah orang-orangyang secara sukarela maupun terpaksa harusmemberikan tanah atau aset-aset mereka yang lainuntuk suatu proyek yang berdampak langsungbaik secara ekonomi maupun sosial. Mereka inisecara f isik harus dipindahkan, harus beralih kelokasi. Masyarakat yang dikategorikan sebagai‘orang yang terkena dampak’, berhak menda-patkan ganti rugi atau kompensasi atau bantuankarena pada prinsipnya tidak boleh ada pembe-basan lahan atau aset-aset dari orang yang akandipindahkan sebelum mereka menerima kom-pensasi yang telah disepakati. Pembayarankompensasi, pemindahan penduduk, pengga-rapan lokasi pemukiman kembali, harus sudahselesai dilaksanakan sebelum proyek dimulai.

Pengembangan proyek pembangunan yangmembutuhkan penambahan atau perluasantanah (pengadaan tanah) yang mengharuskanpemindahan masyarakat memang merupakanproblem yang kompleks. Hal ini berkaitan eratdengan proses pemindahan atau pemukimankembali yang tidak bisa dimaknai semata ber-

14 Dalam kasus pengadaan tanah untuk pembangunanpembangkit tenaga listrik PLTA Upper Cisokan Pump Stor-age, problem permukiman kembali yang dihadapi adalahsulitnya mencari lahan pengganti bagi korban. Kesulitan lainjuga terjadi karena harga yang semakin tinggi dan semakinsempitnya lahan atau lokasi pengganti yang tidak diminatioleh para korban pembebasan tanah. Terhambatnyapermukiman kembali juga terjadi karena proses pemberianganti rugi yang memerlukan negosiasi dengan PanitiaPengadaan Tanah setempat. Lebih lanjut lihat Supriyono.2012. “kajian atas Pelaksanaan Pengadaan Tanah untukKepentingan Umum: Studi Pembangunan PembangkitTenaga Listrik PLTA Upper Cisokan Pump Storage 1040MW. Jurnal Supremasi Hukum Vol. 1, No 2, Desember2012.

15Lebih Lanjut lihat Perpres No 71 Tahun 2012 Pasal 78Jo Perkaban No 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk TeknisPelaksanaan Pengadaan dalam pasal 30 dan 31.

16Penjelasan UU No 2 Tahun 2012 pasal 19 ayat 2.

17 Environmental resources Management Ltd. 2007. Re-settlement Policy Framework. Regional Communications In-frastructure Program (RCIP) Phase 1. siteresources.worldbank.org. Diakses 10 Oktober 2014.

Page 6: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

638 Bhumi No. 40 Tahun 13, Oktober 2014

pindahnya lokasi secara f isik. International Finan-cial Corporation mendef inisikan pemukimankembali sebagai ‘physical displacement’ dan ‘eco-nomic displacement’.18 Physical displacement ataupemindahan f isik berarti hilangnya tempat tinggalsecara f isik, sementara economic displacementberarti hilangnya aset atau akses terhadap aset.Economic displacement bisa menjadi permanenketika tanah yang berkualitas baik atau suburmenjadi prasyarat atau keharusan dari prosespemukiman kembali yang dilakukan, sementarabisa menjadi temporer ketika hasil panenan men-jadi terganggu hanya pada saat proses pemin-dahan untuk pemukiman kembali terjadi. Physi-cal dan economic displament bisa terjadi secarabersamaan atau terpisah, sebagai contoh ketikaproyek pembangunan berdampak pada tanah-tanah produktif yang berada di sekitar tempattinggal atau pemukiman, tetapi tidak berdampakpada tempat tinggal atau pemukiman penduduk.

Dalam panduan yang dikeluarkan oleh Inter-national Finance Corporation (IFC) dalam IFCPerfomance Standard 5 on Land Land Acquisitionand Involuntary resettlement (IFC PS 5) disebut-kan bahwa hak untuk permukiman kembalisangat penting karena pemukiman kembaliberdampak pada kehidupan masa depan, repro-duksi sosial dan sumber penghidupan (liveli-hood). Dalam konteks ini perlu diperhatikanbahwa problem pemukiman kembali sangatkompleks. Meninggalkan tanah dan rumah sertamasa depan yang masih belum pasti bisamenimbulkan perasaan tertekan dan emosional.19

Drydyk (2009) menyebutkan beberapa kompleksi-tas persoalan yang dapat muncul akibat permu-kiman kembali yang tidak disiapkan dengan baik.Skema permukiman kembali yang tidak tepat,tidak hanya gagal dalam memberikan manfaatbagi masyarakat yang dipindahkan namun dapatsemakin memperburuk kondisi mereka dan men-ciptakan kesenjangan baru. Hal inilah yang kemu-dian dilekatkannya dengan istilah ‘injustice’ atauketidakadilan yaitu satu bentuk kesenjangan yangtidak memberikan manfaat bagi semua orang.20

Secara umum, permukiman kembali memangmemiliki resiko bagi kelompok masyarakat yangharus berpindah, tidak semata kepada persoalanindividu.21 Dampak dari proyek pembangunanyang mengharuskan dilakukannya pemukimankembali bisa memunculkan resiko-resiko eko-nomi, sosial dan lingkungan yang menyebabkan

18 Ibid, Harvey, 2011.19Harvey (2011) menambahkan beberapa persoalan lain,

yang bisa muncul akibat permukiman kembali antara lain:konflik dan perpecahan akibat persaingan untuk memperolehkeuntungan dari pemukiman yang baru; kesulitan untukmengakses sumberdaya alam yang sebelumnya aksesibelserta kerawanan pangan; terbatasnya akses padainfrastruktur publik, pelayanan dan berbagai fasilitas sosial;hilangnya sumber penghidupan; Kualitas kehidupan yangsemakin memburuk (kemiskinan); serta depresi dan tekananpsikologis.

20 Wealth/income, liberty/opportunity serta base of selfrespect adalah 3 hal utama yang menjadi wujud dariketidakadilan tersebut. Ketidakadilan dalam konteks wealthdan income mencakup 5 hal yaitu: landlessness, joblesness,homelessness, marginalisation, dan loss of acces to common prop-erty. Dalam konteks liberty, ketidakadilan berkaitan denganhilangnya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalammenentukan solusi terbaik berkaitan dengan permukimankembali yang akan dilaksanakan. Sementara itu dalam konteksbase of self respect, dapat dimaknai kaitannya dengan prob-lem ‘loss of place’ dan ‘social disarticulation’. Dalam hal inimasyarakat kehilangan identitas dan ruang kulturalnya yangmemunculkan terjadinya proses disintegrasi sosial.

21Konsekuensi atau dampak dari pemukiman kembalisangat besar diantaranya yaitu: dapat merusak mode produksidan cara hidup, mempengaruhi kekerabatan dan organisasidan jaringan sosial, menimbulkan persoalan lingkungan dankemiskinan, mengancam identitas kultural kelompok etnik.Selain itu pemindahan secara paksa akan menimbulkan tekananpsikologis dan psikososial serta tingkat kematian dan penya-kit yang lebih tinggi. Perpindahan populasi menyebabkandisrupsi struktur sosiokultural dan ekonomi. Masyarakatyang terpaksa harus berpindah mengalami tekanan yang besarakibat mereka kehilangan sumber-sumber produktif mereka.Memukimkan kembali kelompok miskin, yang terisolir dansecara ekonomi agak kurang, merupakan pekerjaan yang tidakmudah. Lebih lanjut lihat Zaman M. 1990. “Land Acquisi-tion and Compensation in Involuntary Resettlement. http://www.culturalsurvival.org.

Page 7: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

639Dwi Wulan P.: Pengadaan Tanah dan Problem Pemukiman ..: 633-648

terganggunya sistem sosial. Masyarakat bisamengalami kondisi yang lebih buruk akibat aset-aset produktif dan sumber pendapatan merekamenghilang. Hal ini akan semakin kompleks keti-ka masyarakat dipindahkan di lingkungan di-mana kemampuan produktif mereka tidak bisadigunakan lagi.

Hal ini dapat dicermati salah satu contohnyadalam pelaksanaan pembangunan A Loui hydro-power di sungai A Sap, di wilayah Vietnam (perba-tasan Laos) yang dilaksanakan pada tahun 2007.Total luasan pengadaan tanah sekitar 2,080 hektaryang 95% diantaranya merupakan kawasan tanahpertanian dan hutan. Pembangunan dam yangdilakukan berdampak pada pemindahan 218 KKyang sebagian besar merupakan kelompok etnikminoritas di Vietnam. Bentuk penyiapan kawasanuntuk permukiman kembali (resetllement) dapatdicermati dalam gambar berikut ini:

Gambar 1. Pembangunan Resettlement dalamProyek Pembangunan Hydropower di Vietnam.

Sumber: Huu Ty, 2013 : 686

Desa tempat tinggal masyarakat berada dilereng pegunungan.22 Pasca rencana pemba-ngunan dam terealisasi, ganti rugi f inansial mulaidiberikan kepada masyarakat pada tahun 2010dan masyarakat memperoleh pemberitahuanrencana permukiman kembali pada tahun 2011.Lokasi permukiman kembali (resettlement) yang

diberikan ke masyarakat berjarak 15 km dari desalama. Pada kenyataannya ganti rugi yang diberi-kan menimbulkan banyak resistensi. Hal ini terja-di karena masyarakat merasa ganti rugi yang dibe-rikan tidak sepadan seperti dapat dicermati dalamilustrasi berikut ini:

Gambar. 2. Respon Masyarakat TerdampakTerhadap Skema Ganti Rugi dalam Pembangunan

Hydropower (dam) di Vietnam. Sumber: HuuTy, 2013: 691

Sekitar 86% masyarakat menyatakan bahwaganti rugi yang diberikan terlalu rendah diban-dingkan dengan nilai aset yang mereka miliki,selain itu sekitar 80% masyarakat juga tidakmenyetujui harga yang diberikan karena diang-gap lebih rendah dibandingkan dengan hargapasar. Masyarakat merasa tidak mempunyai pi-lihan untuk menolak karena penolakan akanmenyebabkan mereka kehilangan semua bentukganti rugi termasuk harus menghadapi resiko ta-nah-tanah mereka akan terkena banjir (tergenangair). Salah seorang warga menyebutkan bahwaaset-aset yang hilang sebelumnya seperti sawahyang sudah ditanami padi, ketela dan jagung, ti-dak mendapat ganti rugi, termasuk juga yang su-dah ditanami akasia. Di resettlement yang baru,mereka tidak memperoleh penggantian lahanyang sama dengan yang dimiliki sebelumnya.Kompleksitas persoalan yang muncul dalamproses pembangunan yang berdampak padakeharusan menyiapkan ganti rugi dalam bentukpermukiman kembali seperti yang terjadi dalamkasus diatas menjadi satu gambaran bahwa tidakhanya persoalan proses yang rentan gesekan/

22 Setiap rumah dikelilingi dengan sebuah kebun yangbiasanya ditanami tanaman campuran seperti: ketela pohon,jagung, kopi, sayuran dan buah-buahan. Di sekitar rumahjuga dijumpai kandang ternak yang digunakan untukmemelihara sapi dan kerbau. Di samping kebun, terdapatsawah dan kolam ikan yang terletak di sepanjang aliran sungai.Masyarakat yang tinggal disini adalah etnik Ta Oi yangberasal dari Laos.

Page 8: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

640 Bhumi No. 40 Tahun 13, Oktober 2014

konflik tetapi juga pasca pelaksanaan permu-kiman kembali yang sangat rentan untukmenciptakan kondisi yang lebih buruk padamasyarakat yang terkena dampak.

D. Pertimbangan dalam KebijakanPermukiman Kembali

“Proses permukiman kembali tidak sekedar memin-dahkan mereka yang hidup, tetapi juga kehidupannya,proses menjadi rumit dan panjang. Mengingatmemindahkan sekelompok orang dengan berbagaitatanan sosial yang mapan bukan perkara mudah.Tantangannya, warga yang dipindah harus merasaaman dan nyaman di lokasi baru, sehingga tidak lagiingin kembali ke tanah asal. Perasaan aman dannyaman bisa tercipta, ketika kehidupan ekonomi lebihmapan, interaksi sosial antarwarga terjadi lebih positifdan terciptanya hubungan harmonis antarwargapermukiman kembali.23

Permukiman kembali merupakan salah satualternatif untuk memberikan kesempatan kepadamasyarakat untuk menata kembali dan melan-jutkan kehidupannya di tempat yang baru.24

Prinsip utama permukiman kembali adalahkesukarelaan masyarakat untuk bersama-samapindah ke lokasi yang baru. Untuk itu, diperlukantransparansi dan akses informasi bagi masyarakatyang bersedia ikut dalam program permukimankembali berkenaan dengan fasilitas yang akanmereka peroleh dalam lokasi yang baru. Penge-tahuan yang cukup tentang hak-hak dan fasilitasyang akan diperoleh akan membantu merekamembuat keputusan mengikuti program danberperan serta dalam prosesnya. Hal ini dapatmeminimalkan kemungkinan untuk meninggal-kan tempat yang baru tersebut dengan segaladampaknya.

Program permukiman kembali memang bu-kan hal yang mudah. Dalam konteks inilah perlu

dipikirkan beberapa hal untuk merancang prog-ramnya. Pertama, perlunya koordinasi semenjaktahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.25

Kedua, diberikan alternatif bagi masyarakat untukmenentukan pilihannya. Masyarakat diberikanprioritas untuk turut serta dalam program permu-kiman kembali. Ketiga, pemilihan areal permu-kiman kembali.26 Keempat, pendataan jumlahkepala keluarga yang akan mengikuti programpermukiman kembali. Kelima, hak masyarakatyang akan dipindahkan. Kepada masyarakat,disampaikan informasi tentang calon lokasi dandiberi kesempatan untuk meninjau lokasi yangsudah dibangun sebelum secara resmi diserah-kan. Hal ini diperlukan agar masyarakat dapatmenentukan pilihannya secara bebas. Keenam,kelengkapan f isik lokasi pemukiman kembali. Jikapilihan sudah ditetapkan, lokasi pemukimankembali harus dilengkapi dengan: a. Akses jalan

23Hes. 2014. “Selain Dipermukiman kembali, KorbanButuh Dukungan Usaha.” www.radarjogja.co.id. Diaksestanggal 10 Oktober 2014.

24 Sumardjono, 2001: 92.

25 Hal ini perlu dilakukan karena masalah permukimankembali adalah masalah yang kompleks karena menyangkuttiga hal yakni kebutuhan dasar manusia akan tanah dan tempattinggal, ketersediaan tanah/areal untuk permukiman kembalidan jaminan untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Bagimasyarakat yang dipindahkan, kesempatan untuk berperanserta dalam program permukiman kembali semenjak tahapawal dan keyakinan yang kuat bahwa program akan berjalanbaik dan berhasil sesuai dengan harapan dapat diperolehbila masyarakat yakin bahwa program ini dikoordinasikandengan baik, disertai dengan akses informasi bagi masya-rakat.

26 Hal ini menyangkut masalah fisik ketersediaan lahandan status hukum tanah yang bersangkutan. Masalah fisikketersediaan lahan terkait dengan kondisi geografis dantopografis tanah yang memungkinkan untuk dipilih sebagaiareal permukiman kembali yang memenuhi syarat untukmenjadi tempat permukiman dengan berbagai fasilitaspenunjangnya, yang ditetapkan melalui keterlibatan dankoordinasi berbagai instansi terkait.Berkenaan dengan sta-tus hukum dari tanah yang akan dijadikan areal permukimankembali, prioritas adalah tanah negara yakni tanah yang tidakdilekati dengan suatu hak atas tanah, atau tanah-tanah negaralainnya yakni antara lain tanah kehutanan, tanah perkebunan(BUMN atau swasta), atau tanah ulayat masyarakat hukumadat yang telah dilepaskan secara sukarela oleh pemeganghaknya kepada negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 9: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

641Dwi Wulan P.: Pengadaan Tanah dan Problem Pemukiman ..: 633-648

yang layak; b saluran drainase; c. penyediaan airbersih; d. Sambungan listrik; e. Fasilitas umum,antara lain: fasilitas pendidikan, tempat usaha,tempat ibadah, pasar, lapangan olahraga, fasilitaskesehatan; kemudahan transportasi. Ketujuh,bentuk rumah dan bangunan lain yang relevan.Masalah permukiman kembali berkaitan denganmasalah ekonomi dan sosial budaya, disampingmasalah pemulihan kondisi psikologis. Olehkarena itu, berkaitan dengan bentuk rumah danbangunan lain yang relevan agar dikonsultasikandengan masyarakat yang akan dipindahkan agarsesuai dengan budaya dan kearifan lokal. Perha-tian terhadap ciri-ciri lokal ini akan memperkuatrasa memiliki karena tinggal di lingkungan yangditinggalkan, bahkan mungkin dengan fasilitasyang lebih baik dari keadaan semula. Dengandemikian, penguatan masyarakat melalui pem-bentukan jaringan sosial yang baru dapat terlak-sana dengan lebih mudah. Kedelapan, status hakatas tanah. Terhadap tanah dan bangunan yangtelah diserahterimakan kepada masyarakat, dibe-rikan kepastian dan perlindungan hukum berupahak milik. Walaupun secara resmi masyarakatsudah menempati areal permukiman kembali,pemantauan dan evaluasi harus tetap dilaksana-kan untuk mengetahui masih adanya kekurangandalam pelaksanaannya sehingga dapat dilakukanperbaikan-perbaikan yang diperlukan. Kesem-bilan, dukungan terhadap pemulihan tingkatkehidupan masyarakat. Permukiman kembalimemerlukan dukungan faktor nonf isik disam-ping ketersediaan dan kelengkapan sarana f isik.Secara ekonomis, untuk melanjutkan atau me-mulai kehidupan baru diperlukan berbagai kemu-dahan atau bantuan, antara lain: a. Bantuan kredituntuk memulai atau melanjutkan kembali usaha;b. Pelatihan keterampilan yang dibutuhkanuntuk menunjang usaha atau pekerjaan baru; c.Pembukaan lapangan kerja baru; d. Bantuan un-tuk pindah dan fasilitas transportasi.

Pertimbangan pemilihan lokasi dan kualitas

tempat permukiman kembali adalah faktorpenting dalam perencanaan permukiman kem-bali. Memilih lokasi yang sama baik dengankawasan yang dahulu dari segi karakteristik ling-kungan, sosial, budaya dan ekonomi akan lebihmemungkinkan permukiman kembali dan pemu-lihan matapencaharian berhasil. Pemilihan lokasiharus dipertimbangkan sebagai bagian dari studikelayakan. Pemilihan lokasi harus memperhi-tungkan dampak terhadap masyarakat setempat.Dalam hal ini ada empat tahapan yang perludiperhatikan yaitu:

Gambar.2. Tahapan Pemilihan Lokasi PermukimanKembali.27 Sumber: Rina Kumala Sari, 2006

Tahap pertama adalah tahap pemilihan lokasidan alternatif. Memilih lokasi yang baik adalahunsur yang paling penting. Mulai dengan pilihan-pilihan alternatif, yang melibatkan pemukimankembali yang potensial dan penduduk setempatdalam proses tersebut. Selanjutnya tahap keduaadalah studi kelayakan. Tahapan ini dilakukandengan melakukan studi kelayakan lokasialternatif dan mempertimbangkan potensi ka-wasan dari segi persamaan ekologi, harga lahandan peluang ekonomi lainnya untuk matapencarian masyarakat setempat. Tahap ketigaadalah susunan dan rancangan kawasan permu-kiman kembali. Susunan dan rancangan kawasanpermukiman kembali harus sesuai dengan spe-sif ikasi dan kebiasaan budaya. Hal ini dilakukandengan mengidentif ikasi lokasi sekarang terha-dap berbagai prasarana f isik dan sosial di masya-rakat yang terkena dampak yaitu bagaimana ang-gota keluarga, kerabat, terkait satu sama lain di

27 Lebih lanjut lihat Rina Kemala Sari. 2006. SistemPenentuan Daerah Relokasi Pemukiman Masyarakat di KotaBanda Aceh Berbasis Sistem Informasi Geografis.www.gunadarma.ac.id.

Page 10: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

642 Bhumi No. 40 Tahun 13, Oktober 2014

kawasan sekarang, serta berapa sering dan siapa(jenis kelamin/umur) yang menggunakan berba-gai sarana dan prasarana sosial. Penting mema-hami pola pemukiman dan rancangan yang adasupaya dapat menaksir kebutuhan di kawasanpemukiman yang baru. Masukan masyarakatharus menjadi bagian integral proses rancangan.Tahapan terakhir dari perencanaan permukimankembali adalah pembangunan Lokasi PemukimanKembali. Luas lahan untuk pembangunan rumahharus berdasarkan tempat tinggal sebelumnyadan kebutuhan di kawasan baru. Pemukim kem-bali harus diijinkan membangun rumah merekasendiri daripada diberikan rumah yang sudahdisediakan. Seluruh sarana dan prasarana f isikdan sosial harus sudah siap sebelum pemukimdiminta untuk pindah ke lokasi. Pihak yang ter-kait dan perkumpulan masyarakat harus diajakbermusyawarah dalam pembangunan lokasi pe-mukiman kembali.

Dalam UN Declaration of Human Rightsdinyatakan bahwa setiap orang berhak atas sum-ber penghidupan, sehingga sumber kehidupanyang menjadi semakin buruk akibat pemukimankembali dapat disebut sebagai pelanggaran ter-hadap hak asasi manusia.28 Dalam konteks ini per-timbangan bahwa pemukiman kembali tidaksekedar pemindahan secara f isik, merupakanbagian dari nilai non f isik (immaterial) daripengadaan tanah yang memang dalam PenjelasanUU No 2 Tahun 2012 disebutkan secara eksplisitbahwa ganti kerugian yang masuk dalam kategoriini adalah kerugian nonfisik yang bisa disetarakandengan uang. Kerugian nonfisik yang dimaksuddidalamnya adalah kehilangan usaha atau peker-jaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi,dan nilai atas properti sisa dan akan menjadi prob-lem ketika putusan besaran ganti kerugian initidak disepakati.

Ketika pemukiman kembali terpaksa harus

dilakukan atau tidak bisa dihindari, tujuan pemu-kiman kembali harus menyertakan upaya untukmeminimalkan resiko sosial, tekanan-tekanan,kerusakan dan penderitaan, perlindungan bagihak-hak dan kehidupan masyarakat, fasilitasirehabilitasi mereka di lingkungan yang baru danmendukung untuk pembangunan kembali sertapeningkatan penghidupan pada saat kedatanganmereka. Untuk menghindari kemiskinan, kebi-jakan yang baik, perencanaan pemukiman kem-bali yang dilakukan dengan hati-hati dan alokasisumber daya yang mencukupi adalah isu-isu yangkrusial. Prinsip free, prior dan informed consentsebagai prakondisi pemukiman kembali adalahsalah satu upaya untuk membangun interaksiantara masyarakat lokal dan pemerintah padaserangkaian proyek pembangunan berskala besar.Upaya pemukiman kembali harus mempertim-bangkan faktor sosiokultural terhadap lokasi-lokasi pemukiman yang hendak dituju. Hal inipenting untuk menghindari sikap penolakan danmeminimalisir gangguan keseimbangan sosialwarga setempat.

Ada berbagai karakteristik yang harus diper-hatikan dalam rencana pemukiman kembali yangtidak hanya didasarkan pertimbangan sebagaitempat berlindung semata, tetapi juga tempatuntuk mencari nafkah (food and supply work),tempat mengembangkan keturunan dan mendi-diknya (self reproduction), sebagai sarana integ-rasi sosial (social integration) dan arena aktualisasidiri (self actualization) yang sehat. Fungsi-fungsisosial inilah yang seringkali diabaikan dalamperencanaan dan pengembangan pemukimanpenduduk, terutama bagi mereka yang tergusurdari lokasi pemukiman asal. Kecenderungan pe-mukiman seperti ini akan mempersulit pengem-bangan adaptasi bagi mereka yang dimukimkansehingga kegagalannya akan sangat tinggi. Kelimafungsi sosial lingkungan ini harus diperhatikansebagai persyaratan untuk mempermudah peng-huni menyesuaikan diri secara aktif dan mewu-28 Lebih lanjut lihat Harvey, 2011:3.

Page 11: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

643Dwi Wulan P.: Pengadaan Tanah dan Problem Pemukiman ..: 633-648

judkan pola adaptasi yang menjamin keberlan-jutan (sustainability).

Perencanaan dan pelaksanaan pemukimankembali yang baik akan mendatangkan beberapamanfaat diantaranya adalah mengubah resiko-resiko dari keberadaan resettlement menjadi ke-sempatan untuk meningkatkan standar kehi-dupan dan sumber penghidupan bagi masyarakatyang terkena dampak. Hal ini lebih lanjut dapatmeningkatkan stabilitas dan keberlanjutan sosialpada masyarakat yang berada di sekitar danmengurangi ketergantungan masyarakat padaproyek yang sedang dikembangkan. Selain itupemukiman kembali yang berhasil dilakukandengan baik dapat meningkatkan tingkat keper-cayaan kepada masyarakat lokal, pemerintah danstakeholder yang lain. Kemitraan dan kesempatanpeningkatan kapasitas dapat bermanfaat padapelaksanaan kegiatan lanjutan serta bisa mem-perkuat citra positif dan distribusi kemanfaatanyang lebih merata.

Salah satu instrumen yang digunakan dalampengadaan tanah yang berkaitan dengan pemu-kiman kembali adalah LARAP - Rencana TindakPengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali(Land Acquisitions and Resettlement Action Plan).Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Permu-kiman Kembali (LARAP) wajib disusun apabilasuatu proyek perlu melakukan pengadaan tanahsecara terpaksa yang menyebabkan permukimankembali secara terpaksa, kehilangan lahan, asset,sumber penghasilan dan gangguan atau kehi-langan mata pencaharian atau akses terhadap sum-ber daya. LARAP dilakukan sebelum pem-bangunan proyek agar bisa secara lebih akuratmemperhitungkan keuntungan dan kerugiandari proyek yang dilakukan dan dampaknya bagimasyarakat. Kajian LARAP secara keseluruhanmencakup: (1) survei identif ikasi karakteristiksosio-ekonomi dari masyarakat yang terkena dam-pak, (2) perencanaan menyeluruh untuk pembe-basan lahan dan pemukiman kembali; (3) skema

kompensasi yang sesuai. Salah satu aspek dalamkajian LARAP mensyaratkan bahwa area permu-kiman kembali harus sedekat mungkin denganwilayah pelaksanaan proyek dan tidak adanyakeberatan di pihak masyarakat untuk dipindah-kan.29 Wilayah permukiman kembali terbaikadalah wilayah yang secara ekonomi dan ling-kungan bermanfaat bagi masyarakat yang ter-dampak.30 Dalam pelaksanaan pengadaan tanahdengan pendekatan LARAP, Masyarakat yangterkena dampak berhak mendapatkan ganti rugiuntuk nilai tanah,bangunan, tanaman dan asetlainnya yang terkena proyek.

Dalam konteks permukiman kembali, gantirugi sebaiknya dilakukan dengan prinsip ‘land forland.’31 Land based resettlement atau land of land

29 Pada prinsipnya LARAP disusun berdasarkaninformasi langsung dari warga yang terkena proyek, baikmelalui wawancara maupun melalui diskusi kelompokterfokus yang melibatkan kelompok-kelompok masyarakat.Informasi ini diperoleh melalui survei sosial ekonomi.

30Dalam penelitian Kurniati mengenai pembangunan damdi daerah Praya-Lombok, masyarakat terkena dampak lebihmemilih desa yang berada di dekat lokasi pembangunanyaitu di Desa Mujur dan Desa Kawo. Wilayah ini selainkarena tidak terlalu jauh, juga memiliki topografi yang datar,memiliki fasilits umum serta interaksi sosial yang baik.Masyarakat di kedua desa ini juga memiliki karakteristikyang tidak jauh berbeda yaitu dari segi mata pencahariansebagai petani padi dan tembakau.Kurniati, dkk. 2013. “LandAcquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) ofDam Project Using Analytical Hierarchical process(AHP): A Case Study in Mujur Dam, Lombok TengahDistrict-West Nusa Tenggara, Indonesia. ProcediaEnviromental Sciences, 17 (2013). www.sciencedirect.com

31 Berkaitan dengan ganti rugi ini, Drydyk (2009)menyebutkan istilah compensation yang diartikan sebagai‘penggantian dari peluang-peluang atau kesempatan-kesem-patan yang hilang (replacing lost opportunities). Penggantiantidak sekedar money for land, land for land dan house forhouse karena bentuk kompensasi atau ganti rugi serupa initerbukti meninggalkan banyak dampak buruk bagi masyarakatseperti: tanah yang tidak seproduktif tanah yang ditinggalkanatau tidak sesuainya penggantian tanah dengan kebutuhanmasyarakat. Ada 3 prasyarat yang harus dipenuhi agar gantirugi tidak semata hanya merupakan praktek penggantianmaterial, 1) masyarakat tidak boleh semakin buruk kondisiaset/kepemilikan dan akses sumberdayanya pasca

Page 12: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

644 Bhumi No. 40 Tahun 13, Oktober 2014

approach merupakan pendekatan yang terbaikkarena bagaimanapun tanah adalah kunci untukmembangun kembali dan berkontribusi padakeamanan kultural (cultural security). Mengacupada Guggenheim (1990), pendekatan land forland sangat mendasar sebagai bentuk kritik padakeberadaan pemukiman kembali atau resettlementyang seringkali mengingkari hak untuk memilihbagi dirinya sendiri dan dimana ganti rugi dalambentuk uang tidak mampu untuk memberikankesempatan untuk membuka bisnis keluarga.Ganti rugi dalam bentuk uang memiliki banyakkonsekuensi negatif khususnya bagi kelompokmasyarakat kesukuan yang belum mengenal per-tukaran dengan uang (barter), dalam konteks inimasyarakat tidak terbiasa mengelola uang tunai.

Salah satu mekanisme untuk mengimplemen-tasikan strategi land for land adalah dengan meng-identif ikasi beberapa situs permukiman kembaliyang memungkinkan sebagai alternatif pilihanbagi para penduduk yang akan dipindahkan.Potensi produktif itas, kualitas tanah, ketersediaanair irigasi, dan keuntungan tempat dari situspermukiman kembali yang baru harus secara ideallebih baik atau serupa dengan situs yang hilanguntuk membuat masyarakat lebih tertarik. Selan-jutnya, dalam memilih tempat permukiman kem-bali, harus diperhatikan kemungkinan penda-patan non pertanian (off farm income) seperti:mencari ikan, buruh musiman, atau darimengumpulkan hasil hutan untuk menambahpendapatan keluarga. Ditambah lagi, biaya untukmepermukiman kembali, transport, materialmembangun rumah dan lain-lain dapat menjadihambatan bagi masyarakat. Dalam hal inilah gantirugi uang harus bisa menggantikan aset-aset (re-placement assets) (rumah, tanah, dan toko)untuk masyarakat yang berpindah untuk bisa ber-

mukim kembali.Ganti rugi untuk pengadaan tanah seharusnya

tidak hanya terbatas pada pembayaran secaraindividu tetapi juga garus bisa memberikan gantirugi untuk masyarakat agar bisa membangunkembali komunitas-komunitas baru mereka.Kompensasi dalam bentuk uang tunai jugaseringkali menguntungkan kelompok tuan-tuantanah (landlord) dan tidak bagi kelompok miskindan petani kecil, petani tak bertanah dan kelom-pok perempuan. Tuan-tuan tanah memperolehbanyak keuntungan dari permukiman kembalikarena mereka tanah-tanah mereka banyak yangtidak digarap atau disewakan. Banyak tuan tanahyang kemudian bisa menginvestasikan uang gantirugi untuk sektor non pertanian. Kelompokburuh tak bernah adalah kelompok yang palingberat tekanannya karena mereka tidak memilikihak milik dan sertif ikat.

Rencana pemukiman kembali tidak hanyaharus mampu mengatasi kebutuhan-kebutuhanpermukiman kembali dan rehabilitasi bagi parapemilik properti, namun juga bagi mereka yangtidak memiliki tanah. Dengan kata lain, desainresettlement harus bisa menjaga keutuhan komu-nitas, bukan secara individual. Dalam hal iniharus secara hati-hati mempertimbangkan sistempenguasaan tanah dan pola pewarisan yang sudahada serta praktik-praktik hukum adat yang dila-kukan untuk mengatur penggunaan dan hakkepemilikan bersama. Kajian mengenai praktik-praktik hukum adat akan membantu dalam me-nentukan aturan kompensasi dan hak pemu-kiman. Karena dasar hukum pengadaan tanahberbeda pada masing-masing negara dan wilayah,maka kebijakan pengadaan tanah nasional dankebijakan pemukiman kembali harus cukupfleksibel sebagai instrumen, panduan.

Perencanaan resettlement harus dimulai padaawal pembangunan proyek. Harus didasarkanpada informasi yang akurat mengenai skala pe-mindahan, dampak dan konsekuensi pada

dimukimkan kembali; 2) permukiman kembali harus benar-benar dinegosiasikan secara bebas dengan masyarakatsebelum diimplementasikan dan 3) kondisi sosio kulturalmasyarakat tidak rusak akibat relokasi.

Page 13: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

645Dwi Wulan P.: Pengadaan Tanah dan Problem Pemukiman ..: 633-648

kehidupan dan sumber penghidupan masyarakat,besarnya aset yang hilang serta kerusakan infra-struktur dan pelayanan. Sebuah strategi yang baikuntuk dilakukan adalah melakukan survei sosialekonomi yang menyeluruh pada masyarakat yangterdampak dengan dilengkapi jumlah anggotarumah tangga, usia, jenis kelamin, tingkat pen-didikan, dan latarbelakang pekerjaan. Survei jugaharus mencakup pertanyaan tentang perilakumasyarakat, harapan dan pilihan-pilihan tentangmasa depan di resettlement. Mengacu pada Par-tridge dan Salam, partisipasi masyarakat dalammerencanakan dan melaksanaan pemukimankembali dapat sangat membantu untuk bisamenghasilkan sistem produksi dan ekonomiberkelanjutan yang lebih realistis. Pada akhirnya,survei juga dapat digunakan untuk membangunprogram-program pelatihan yang baru untukalternatif pekerjaan jika tanah yang tersedia tidakmampu mengakomodasi semua masyarakat yangterkena dampak proyek.32

Mengacu pada Resettlement Policy Frame-works (RPF) atau kerangka kebijakan pemukimankembali dari Bank dunia, prinsip-prinsip dankebijakan yang diterapkan pada mekanismepemukiman kembali yaitu:1. Permukiman kembali secara terpaksa harus

dihindari apabila memungkinkan atau dimi-

nimalkan sepanjang memungkinkan. Selamaproses persiapan subproyek, potensi dampakpengadaan tanah harus dinilai sehingga,apabila memungkinkan, alternatif-alternatifdesain untuk meminimalkan dampak-dampakyang merugikan dapat diidentif ikasi sedinimungkin;

2. Warga yang kehilangan lahan dan/atau asetlainnya sebagai akibat pengadaan tanah untuksubproyek harus segera menerima ganti rugisecara adil;

3. Warga yang Terkena Dampak Proyek (PAP)yang harus pindah ke lokasi lain sebagai akibatdari pengadaan tanah untuk subproyek harus(i) benar-benar diajak berkonsultasi tentangpilihan-pilihan ganti rugi dan permukimankembali, (ii) memperoleh kesempatan untukberpartisipasi dalam perencanaan dan pelak-sanaan rencana permukiman kembali, dan (iii)memperoleh bantuan selama proses permu-kiman kembali;

4. PAP yang kehilangan sumber penghasilan ataumata pencaharian sebagai akibat pengadaantanah untuk subproyek harus memperolehbantuan dalam upaya mereka untuk memu-lihkan mata pencaharian dan standar kehi-dupan mereka.Dalam konteks permukiman kembali ini,

diinformasikan juga mengenai hak-hak wargaterkena proyek yaitu warga akan mendapatkanLokasi permukiman kembali yang menawarkankondisi perumahan yang setidaknya setaradengan kondisi di lokasi lama. Permukiman ter-sebut akan dilengkapi dengan prasarana dasar danakses ke pelayanan dasar. Tempat permukimankembali dipilih melalui konsultasi dengan wargaterkena proyek dan jika diperlukan, dengan ma-syarakat setempat di tempat tujuan permukimankembali. Dalam hal ini warga terkena proyek akan:i) diberikan informasi lengkap tentang tempatpermukiman kembali yang dipilih, termasukpelayanan dan prasarana, serta hasil konsultasi

32 Dislokasi populasi atau pemukiman kembali jugasering menjadi konsekuensi yang umum saat terjadi perang,konflik masyarakat, dan bencana alam. Meskipun memilikiperbedaan antara kelompok masyarakat yang berpindahdikarenakan bencana alam dan karena pembangunan, ma-syarakat yang terpaksa harus dipermukiman kembali karenabencana juga kurang lebih mengalami problem yang serupa.Misalnya dalam kasus pembangunan jalan yang memerlukantambahan/pengadaan lahan maka Rencana Pengadaan Tanahdan Pemukiman Kembali (Land Acquisition and Resettle-ment Plan) harus disiapkan dengan mengacu pada kebijakanpengadaan tanah dan pemukiman kembali yang dikeluarkanoleh Bank Dunia (IBRD). Proyek peningkatan jalan ini diha-rapkan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagimasyarakat sekitarnya. Bagi penduduk yang terkena proyek,diharapkan dapat meningkatkan kehidupan sosial ekono-minya atau paling tidak setara kondisi sebelumnya.

Page 14: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

646 Bhumi No. 40 Tahun 13, Oktober 2014

dengan masyarakat setempat di lokasi tujuanpermukiman kembali, jika ada; dan ii) diberikaninformasi tentang selesainya pembangunan lokasipermukiman kembali setidaknya minimal satubulan sebelum pemindahan, dan warga diundanguntuk melihat lokasi baru.

E. Permukiman Kembali dan SkemaPemberdayaan Masyarakat Terdampak

Salah satu persoalan mendasar yang harusdiperhatikan dalam proses pemukiman kembaliadalah masa depan masyarakat yang tinggal dipemukiman yang baru.33 Pembinaan dan fasilitasimutlak dilakukan mengingat masyarakat harusbenar-benar membangun kembali kehidupan danmasa depannya di pemukiman yang baru terse-but. Kegiatan penyuluhan, peningkatan keteram-pilan, kewirausahaan dan kemitraan harus dibe-rikan agar memberikan kemandirian bagi masya-rakat dan selanjutnya bisa menemukan sumberpenghidupan yang baru untuk menggantikansegala konsekuensi dari economic displacementyang telah terjadi. Program pemberdayaan yangdilakukan bisa dilakukan bersamaan dengan pro-ses evaluasi dan monitoring pelaksanaan pemu-kiman kembali. Program pemberdayaan meru-pakan bagian dari ‘transitional support’ ataudukungan pada fase peralihan yang sangat pentinguntuk memastikan bahwa masyarakat terdampakbisa kembali memulihkan sumber-sumber peng-hidupannya seperti sedia kala.

Dalam konteks pembangunan ekonomi,pemberdayaan dapat dikatakan sebagai sebuahproses peningkatan sumberdaya dan kapasitasmasyarakat miskin untuk berpartisipasi, berne-gosiasi, mempengaruhi, mengontrol dan pada

akhirnya menuntut akuntabilitas dari lembagayang mempengaruhi kehidupan mereka. Secaraumum pengertian pemberdayaan mengerucutpada usaha atau proses untuk mengatasi ketim-pangan struktural yang mempengaruhi kelom-pok sosial,mengimbangi kekuasaan dan mening-katkan kontrol atas pengambilan keputusan dansumber daya yang menentukan kualitas hidupindividu. Pemberdayaan merupakan bagian pen-ting yang tidak terpisahkan dari proses dan out-put pembangunan.34

Salah satu problem yang tidak mendapatperhatian dalam konteks permukiman kembaliadalah pemberdayaan yang berkelanjutan. Pro-gram-program yang diberikan bersifat insidentaltanpa melalui sebuah perencanaan yang matang.Dalam hal ini diperlukan proses assesment untukbisa mengetahui sekaligus menyepakati terlebihdahulu bentuk pelatihan yang dibutuhkan dandiminati oleh masyarakat terdampak. Hal inidiperlukan untuk bisa menjamin keberhasilanprogram secara keseluruhan, sehingga intervensiyang diberikan tidak sia-sia atau hanya berhentipada formalitas. Salah satu contoh dapat dilihatdari hasil evaluasi Asian Development Bank padaproyek pembangunan infrastruktur di BengaliBarat India yang dilakukan pada tahun 2006. Hasilevaluasi menunjukkan bahwa program pember-dayaan yang diberikan berdampak sangat kecilpada upaya pemulihan sumber penghidupan bagimasyarakat terdampak. Hal ini ditengarai terjadikarena jadual pemberian pelatihan yang tidakteratur. Pelatihan hanya diberikan satu kali se-hingga tidak bisa memberikan bekal yang cukupbagi masyarakat yang terkena dampak untuk bisamemulihkan pendapatan mereka.

Upaya membangun kehidupan ekonomi yanglebih mapan menjadi target yang juga tidak bolehdiabaikan.‘People empowerment’ menjadi bagian

33 Bollin (2011) dalam penelitiannya di tiga negara yaituIndonesia, Sierra Leone dan Etiopia mencatat bahwa penga-daan tanah menyebabkan meningkatnya penggusuran.Kehilangan kepemilikan tidak disertai dengan pemberdayaanmasyarakat yang pada akhirnya membuat masyarakat menjadisemakin terpuruk/tersingkir.

34 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 2014. KajianMP3EI Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Jakarta:Komnasham, hlm 29.

Page 15: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

647Dwi Wulan P.: Pengadaan Tanah dan Problem Pemukiman ..: 633-648

dari ‘cost’ dalam pelaksanaan pemukiman kem-bali. ‘Cost’ dalam hal ini bukan diartikan secaratekstual sebagai beban, tetapi harus dilihat sebagaikewajiban. Kewajiban ini menjadi bagian darikonsekuensi logis dari ‘benef it’ yang sudah diper-oleh dari keberhasilan pembangunan yang didu-kung dengan kesukarelaan masyarakat melaluipembebasan tanah yang tanpa harus menimbul-kan benturan atau gesekan.

F. Kesimpulan

Semakin maju masyarakat, semakin banyakpula diperlukan tanah-tanah untuk kepentinganumum. Dalam persoalan tanah untuk pem-bangunan, ada berbagai kepentingan yang harusbisa diakomodasi. Di satu pihak pembangunansangat memerlukan tanah sebagai sarana utama,sedangkan di lain pihak sebagian besar wargamasyarakat memerlukan juga tanah tersebutsebagai tempat tinggal dan sumber penghi-dupannya. Salah satu persoalan yang munculdalam pelaksanaan pengadaan tanah adalahpemberian ganti kerugian dalam bentuk permu-kiman kembali.

Permukiman kembali pada kenyataannya tidakhanya dimaknai sebagai pemindahan secara f isik(physical displacement). Ada banyak problemyang muncul saat pemukiman kembali masyara-kat terdampak atau warga terkena proyek dila-kukan. Pemukiman kembali memiliki dampakpada kehidupan masa depan, reproduksi sosialdan sumber penghidupan (livelihood). Olehkarena itu pada dasarnya, permukiman kembalimembutuhkan perencanaan yang baik. Perenca-naan dan pelaksanaan pemukiman kembali yangbaik akan mendatangkan beberapa manfaatdiantaranya adalah mengubah resiko-resiko darikeberadaan resettlement menjadi kesempatanuntuk meningkatkan standar kehidupan dansumber penghidupan bagi masyarakat yang ter-kena dampak.

Pendekatan yang digunakan untuk pelaksa-

naan pemukiman kembali yang baik sudah dila-kukan diantaranya dengan kajian Land Acquisi-tion and Resettlement Action Plan (LARAP). Instru-men atau pendekatan yang digunakan secaratidak langsung sebenarnya sudah menjadi satuupaya untuk pemenuhan hak masyarakat terdam-pak. Kemampuan dan suara masyarakat menjadiaspek penting untuk kemudian melahirkan kese-pakatan bersama dimana proyek yang dibangunpada akhirnya tidak semata diupayakan sematauntuk merealisasikan satu proyek pembangunan,tetapi juga tidak menghilangkan manfaat yangseharusnya bisa dirasakan masyarakat terdampakyang terpaksa/dengan sukarela harus dimukim-kan atau dipindahkan ke permukiman yang baru.Dalam kajian atau pendekatan ini pulalah sebe-narnya kegiatan pembinaan yang merupakanbagian dari upaya pemberdayaan sebenarnyasudah dimunculkan. Pembinaan atau pemberda-yaan dalam konteks ini merupakan kegiatanuntuk meningkatkan kemampuan dan kehi-dupan sosial ekonomi masyarakat terdampak atauwarga terkena proyek atau warga terkena proyek.Kelemahan yang dijumpai dalam proses pember-dayaan dalam proses pelaksanaan permukimankembali adalah masih tidak berkelanjutan ke-giatan yang dilakukan sehingga pengembangankapasitas masyarakat yang diharapkan bisa dica-pai, belum sepenuhnya bisa dilaksanakan.

Daftar Pustaka

Bollin, Anna. 2011. Fenomena Global PerampasanTanah. DTE 89-90. November 2011.

Drydyk, Jay. 2009. “Development-Induced Dis-placement and John Rawls’s General Concep-tion” of Justice. Shastri Indo-Candaian Insti-tute and Canadian International Develop-ment Agency CIDA-SICI. www3.carleton.ca/cove. Diakses September 2014.

Fauzi Rahman, Noer dan Dian Yanuardy. 2014.MP3EI–Master Plan Percepatan dan Perlu-asan Krisis Sosial-ekologis Indonesia. Yogya-

Page 16: PENGADAAN TANAH DAN PROBLEM PERMUKIMAN …

648 Bhumi No. 40 Tahun 13, Oktober 2014

karta: STPN Press dan Sajogyo Institute.Harvey, Bruce. 2011. Rio Tinto Resettlement

Guidance.www.riotinto.com. Diakses 5Oktober 2014.

Hes. 2014. “Selain Dipermukiman kembali, KorbanButuh Dukungan Usaha.” www.radarjogja.co.id. Diakses tanggal 10 Oktober 2014.

Human Right Watch. 2006. “Masyarakat yangTergusur: Pengusiran Paksa di Jakarta”. Ring-kasan Laporan. Human Right Watch Volume18, No. 10 (c).

Huu Ty, Pam dkk. 2013. “Compensation and Re-settlement Policies After Compulsory LandAcquisition for Hydropower Development inVietnam: Policy and Practice. Land 2013, 2.www.mdpi.com/journal/land.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 2014. KajianMP3EI Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.Jakarta: Komnasham.

Konsorsium Pembaruan Agraria. 2014. “WarisanBuruk Masalah Agraria di Bawah KekuasaanSBY”. Laporan Akhir Tahun 2013. Jakarta:KPA.

Kurniati, dkk. 2013. “Land Acquisition and Re-settlement Action Plan (LARAP) of DamProject Using Analytical Hierarchical process(AHP): A Case Study in Mujur Dam, LombokTengah District-West Nusa Tenggara, Indo-nesia. Procedia Enviromental Sciences, 17(2013). www.sciencedirect.com.

Mustianto Sepriyansyah. “Permukiman kembaliPemukiman Penduduk Bantaran SungaiKarang Mumus di Kota Samarinda.”eJournalIlmu Pemerintahan, Volume 2 Nomor 2, 2014.

Rakhma Mary, Siti. 2014. Kumpulan Aturantentang Pengelolaan Agraria. Jakarta: Huma.

Rina Kemala Sari. 2006. Sistem Penentuan DaerahRelokasi Pemukiman Masyarakat di KotaBanda Aceh Berbasis Sistem InformasiGeograf is. www.gunadarma.ac.id. DiaksesSeptember, 2014.

Sakti, Trie. 2007.”Permasalahan Pengadaan TanahBagi Pelaksanaan Pembangunan untukKepentingan Umum”. Jurnal Ilmiah Hasil-Hasil Penelitian dan Kajian Pertanahan.Pusat Penelitian dan Pengembangan. BadanPertanahan Nasional.

Sitorus, Oloan, dkk, (1995). Pelepasan atau Penye-rahan Hak sebagai Cara Pengadaan Tanah.Jakarta: CV Dasamedia Utama.

Sitorus, oloan dan Dayat Limbong. 2004. Penga-daan Tanah untuk Kepentingan Umum.Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indone-sia.

Sumardjono, Maria. 2001. Kebijakan Pertanahan:Antara Regulasi dan Implementasi. Jakarta:Kompas.

Supriyono. 2012. “kajian atas Pelaksanaan Penga-daan Tanah untuk Kepentingan Umum:Studi Pembangunan Pembangkit TenagaListrik PLTA Upper Cisokan Pump Storage1040 MW. Jurnal Supremasi Hukum Vol. 1,No 2, Desember 2012.

Terminski, Bogumil. 2013. Development-InducedDisplacement and Resettlement: TheoriticalFrameworks and Current Challenges.Geneva. https://dlc.dlib.indiana.edu. DiaksesOktober 2014.

Waskito, Luthf i. 2012. Proses Pengadaan Tanahuntuk Keperluan Pembangunan Jalan diKabupaten Semarang. Jurnal Pandecta, Vol-ume 7, Nomor 1 Januari 2012.