II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

17
II.A.t.b.3/4 Jurnal Nasional tak terakreditasi II.A.1.b.3/5 Jurnal Nasional tak terakreditasi Holomon 77 - 136 Denposor ohtober 201r ISSN 2086-5783 Widyo Biologi

Transcript of II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Page 1: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

II.A.t.b.3/4Jurnal Nasional takterakreditasi

II.A.1.b.3/5Jurnal Nasional takterakreditasi

Holomon77 - 136

Denposor

ohtober 201r

ISSN

2086-5783Widyo Biologi

Page 2: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Vol. 02 No.02 Oktober 2011

IIII:fEDITA EBIOI.OGLI

DEWAN REDAKSI

KetuaI Nyoman Arsana

SekretarisI Putu Sudiarta*an

AnggotaEuis Dewi Yuliana, Ni Ketut Ayu Juliasih, Ni Luh Gede Sudary ati- I \\ ar a'r Suarda Israil Sitepu

Redaktur Ahli (Peer Rn.r'rir.)

Prof. Dr. I Dewa Made Tantera Keramas-iUSc (?rogram Pasca Sarjana LINHI)Dr. I Gede Ketut Adipurra fprogram Studi Biologi [NHI)

Dr. I Wayan Suana, S.Si.,M.Si ( pro_eram Studi Biologi UNRAM)

Jurnal Widya Biologi, (ISSN No. 2086-5783) diterbitkan oleh Program Studi Biologi FakultasMatematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Hindu Indonesia Denpasar, s6bagai wadahinfor"rnasi ilmiah bidang biologi baik yang berupa hasil penelitian ataupun kajian pustaka

Jurnal Widya Biologi menerima naskah dari dosen, peneliti, mahasiswa mauprrn praktisi yang belumpernah diterbitkan dalam publikasi lain dengan ketentuan seperti tercantum pada bagian belakangjumalini.

Langganan

Jurnal Widya Biologi terbit dua nomor dalam satu tahun (Maret dan Oktober). Langganan untuk satutahun (termasuk ongkos kirim) sebagai berikut:

1. Lembaga.Institusi : Rp. 150.000,-(seratuslimapuluhriburupiah)2. Individu/Pribadi

3. Mahasiswa: Rp. 75.000,- (tujuh pLrluh Lima riLru rLrpiah r

: Rp. 30.000.- (ti_ua puluh ribu rupiah r

Pembayaran dapat dilakukan dengan cara: a) Pembayaran langsun_e- b) uesel pos. Salinan buktipembayaran (b) harap dikirimkan ke redaksi.

-{lanrrt Re.l.rL.rp\

I r -.-l

.l

Page 3: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Vo1. 02 No 02 Oktober 2011 ISSN No.2086-5783

WIDYABIOLOGI

INDUKSI AUXIN TERHADAP AKTIVITAS AUTOTROFIKBIBIT ANGGREK B OTOL PADA LTNGKLINGAN EX-VITROI Gede KetutAdiputra ........... 77 -9A

INVENTARISASI JENIS \4OLUSCADI DANAU TAMBLINGAN, BALINiMade Suartini ..,......91-96

PENGARUH S UP L ElVlEN TA S I S O } 1.{T O TROPN TERHADAP PERUBAHANBOBOT BADAN TIKUS BETNA USIA EN.T\I BULAN D,A.N SATU TAHLINNi Wayan Sudatri 97-101

EFEKTIVITAS TANAMAN HIAS Sanseyieria lorenrii DALA\IMENYERAP POLUTAN TIMBAL (Pb)

NiLuhSuriani 102-105

EFEKTIVITAS HASILFRAKSINASI EKSTRAK DALTN SEMBLNG DELAN(Sphaer anrus indicus L. ) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHANAlternaria sp. dan Phytopthora sp.

Ida Bagus Gede Dannayasa 1A6-n2

PENGARUH PAPARAN ASAP ROKOK TERHADAP I'A.DAR KLOROFILPADA DALrN TANAMAN CAM, Sansevieria trfosciataIGustiAyuMadeDwiLestari,IGedeKetutAdiputra.............. 113-120

KEANEKARAGAMAN JENI S B URTIN G AI R DI HU]AN MANGROVESUWT]NG KAUH DENPASAR

I Gusti Ngurah BagusAry Eka Putra, Ni KefutAyu Juliasih, I NyomanArsana .......... .... 121-131

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum)

DAN KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii Bl.) SEBAGAI SUPLEMEN RAGIDALAM PROSES FERMENTASI TAPE

NiMade SusunParwanayoni 132-136

DAFTAR ISI

Page 4: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

INDUKSI AUXIN TERHADAP AKTIVTTAS AUTOTROFIK BIBITANGGREK BOTOL PADA LINGKUNGAI\ EX.VITRO

I Gede KetutAdiputraProgram Studi Biologi, FMIPA, Universitas Hindu Indonesia,

Jl. Sangalangit, Tembau, Penatih. Denpasar.

ABSTRAKAuxin adalah zat pengatur tumbuh yang ditemukan pertama kali dan memegang peran

kunci dalam pefturnbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan. pemberian

senyawa ini telah diketahui dapat meningkatkan perkembangan eksplant rnenjadi tanaman

baru yang utuh. Auxin ditambahkan secara eksogen kedalam media yang mengandung

sukrosa, mikro dan makro nutrien. vitamin dan mioinositol. Bagi explant, senyawa organikdigunakan sebagai substrat untuk biosintesis molekul pertLrmbuhan, Akan tetapi, pada tanaman

yang utuh, senyawa organik tersebut adalah produk dari aktivitas autotrofiknya. Oleh karena

itu pertumbuhan explant meniadi callus dan akhirnya menjadi plantlet dapat dikatakanmerupakan pertumbuhan heterotrofik. terutama pada fase awal morfogenesis. Dalam teknikkultur jaringan, sukrosa dan aurin tetap diberikan selama tanaman berada dalam botol kultursehingga aktivitas heterotrofik dapat tetap berlanqsuns sampai tanaman ditransplantasi ke

lingkungan ex-t,itro. Kegiatan heterotrofik berkepanjansan tersebut dapat menjadi penyebab

rendahnl'a aktivitas autotrofik plantlet setelah transplantasi ke lingkungan ex-vitro. Untukmengembalikan perlumbuhan autotrofik. beberapa perlakuan perlu diberikan agar tanaman

cukup kuat menghadapi lingkungan baru ex-r,itro. Paper ini membahas beberapa perlakuan

terutama kemungkinan perlunya pemberian auxin setelah plantlet drpindahkan ke lingkungan

baru ex-vitro.

Kata kunci: Auxin, autotrofik, anggrek, ex-vitro.

ABSTRACTSAuxin is firstly invented growth regulator and plays a central role during plant

growth and development. Addition of this growth regulator in cell and tissues culture

has been known to enhance cell developntent. In this cultttre, the auxin is added

exogenously into media containing sucrose, micro ctnd macro ruutrient, vitamin andmyo-inositol. For the growth of explants, organic compounds added into the growthmedium are used as nutrient. So, it is synthesizetl to produce macromolecules required

during morphogenesis. In theory, an autotrophic organism synthesizes organiccompounds from inorganic nutrient taken up via the root or leaves system. So,

development of explants into callus ctnd eventually plantlet is therefore can be yiewed

as heterotrophic activiQ, since it takes up sucrose as nutrient for grov,th rather than

inorganic. In tissues or cell culture, media contirutausly contain organic contpound,

even after plantlet has produced chlorophyll. This media enable the plantlet to rnaintainit heterotrophic activity. However after ftansplantation, the prolonged heterotrophicactivity can make the plants to hove a low autotrophic activifii. So, in order to resume

autotrophic activily and enhanced viability, some treatments ctre required. This paperdiscuss some o/ the treatments particularly the possibility of auxin addition aftertransplantation of plantlet into G new ex-vitro enyironment.

Key word; Auxin, autotrophic, orchid, ex-yitro

77

Page 5: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011

PENDAIIULUANTumbuhan yang bemilai ekonomi tinggt tetapi

sulit berkembang biak secara alami biasanya

dikembangkan dengan-teknik kultur j aringan.

Anggrek adalah salah satujenis tanamanyang

sulitberkembangbiak secaraalami tetapi memiliki

nilai ekonomi tinggi. Pengembangantanaman ini

menj adi bibit melalui tehnik kultur jaringan telah

banyak berhasil, tetapi menumbuhkan bibit botol

pada lingkungan ex-vitro menjadi tanaman

dewasa masih menemukan banYak

permasalahan. Bibityang dikembangkan dengan

teknik kultur jaringan ini biasanya memiiiki

kemampuan autotrofik yang rendah (Daisy dan

Wijayani, 1994). Rendahnya kemampuan

autoffofik menyebabkan tanaman tidak memiliki

bahan organik yang cukup untuk perhrmbuhan

karena laju sintesis senyawaini dari senyawa

anorganik sangat rendah,

Disamping kelemahan autotrofik, kondisi

kftusus yang digunakan untuk mengembangkan

bibit dengan teknik kultur jaringan ini dapat

menghasilkan tanaman yang abnormal, baik

morfologi, anatomi maupun f, siologi. Kondisi-

kondisi khusus tersebut antara lauq penggunaan

botol yang tertuttlp rapa! pemb eian zatpetryaflx

tumbuh dan pemberian karbohidrat (Mineo,

l99A,Deasy dan Wijayani, 1994). Menurut

Pospisilova ( 1 999), tanamanyang twnbuh dalam

botol yang tertutup rapat mengakibatkan daun

tidak memiliki lapisan pelindtrng yang cukup

tebal. Apabilatanamanini kemudiandipindahkan

ke lingkungan ex-vitro maka penguapan yang

berlebih tidak dapat ditahan. Selanjutnya

dikatakan bahwa pemberian hormon untuk

menumbuhkan bibit secara invitro dapat

menghasilkan tanaman yang abnormal. Tanaman

ini akan mudah rusak pada lingkungan ex-vito.

Disamping pemberian hormon, pemberian

karbohidrat pada bibit botol juga dapat

mengfrasilkantanaman yang mudah rusak karena

serangan bakteri. Kelemahan-kelemahan

tanaman yang dikembangkan dengan teknik

kultur jaringan, seperti yang dikemukakan oleh

Pospisilova tersebut, menunjukkan bahwa

ISSN :2086-5783

penelitian lanjutan perlu dilakukan agar hasil

pengembangan bibit secara invitro dapat

ditumbuhkan menjadi tanaman dervasa yang

produktif. Hal ini terutama karena regenerasi

sebuah sel atau jaringan tanaman menjadi

tanaman utuh yang baru hampir tidak mungkin

dilakukan tanpa pemberian kondrsi-kondisi

khusus.

Teknik kultur jaringan merupakan upaya

melakukantransformasi sisten, i ang ada pada

tanarnan sehingga sel atatijarngar i arg terisolasi

dapat tumbuh menj adi tanaman ) ang iruh ihttp //rwwv, oup. com/uk/orc,'b in 9 I 8 t-) 1 9 9 282 6 | 6 I

ch02.pdf). Karena sel atau i:ringan tersebut

terisolasi maka segala kebutuhan untr'rk

pertumbuhannl'a mesti disediakan dalam media,

termasuk karbohidrat. h o trn.' n. as em ami no dan

unsur hara anorganik. Paca pro ses tral"sfonrrasi

ini te4adi pengubahan sel r egetatif sedemikian

rupa sehingsa terbentuk sel baru 1-ang dapat

berkernbang rl-renladi tanalnan utuh'

Perbanl'akarL tumbuhan im meniru mekanistne

pembennrkan embno ciari tubuh rnduk tanaman.

P en gu"\ ahar-i s el',itah sel r.'e getatif menj adi

k;npular se1 1 ang terorganlsir sebagai individu

bam memerlukan adanya zat pengatur tumbuh

l ang berfungsi untuk mengubah jalur

r-norfo gene s is p ada tanaman' Misalnya, sel yang

ti d ak I ag i melakukan differensiasi dirangsang

untuk melakukan differensiasi kembali dengan

pemberian sitokinin atau auksin. Sitokinin

berfungsi untukmerangsang sintesis DNA dan

mempercepat pembelahan sel, sedangkan auksin

diperlukan untuk merangsang pemanjangan sel

(Mineo, 1990). Pemberian gula juga perlu

dilakukan karena sel yang terisoiasi dan

ditempatkan dalam botol belum mampu

mensinte sa karbohi drat karena b eberapa faktor

seperti tidak adanya penlrsdiasn CO, ataupun

perangkat fotosintesis. Kondisi-kondisi khusus

yang harus disediakan ini mengakibatkan

tanaman memiliki variasi morfologi, anatomi

maupun fisiologi (Papisilova 1999). Paper ini

membahas beberapa perlakuan invitro untuk

menumbuhkan bibit tanaman dan perlunya

Page 6: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek

pemberian perlakuan khusus pada lingkungan ex-

vitro agar bibit tersebut dapat tumbuh menjadi

tanamanyangproduktif

PEMBAHASAN

Peran auxin dalam pertumhuhan danperkembangan tanaman

Auxin adalah hormon tumbuhan yang

ditemukan pertamakali. Senyawa ini memegang

peran kunci dalam pertumbuhan, perkembangan

dan respon tumbuhan terhadap perubahan

lingkungan (Tromas & Perrot-Rechenmann,

2010). Menurut Vieten at al. (20A7), pada

proses morfogenesis, auxin melakukanpengaturan baik pada fase embryogenesis,

organogenesis, differensiasi jaringanpengangkutan, pemeliharaafl meristem akar

maupun pertumbuhan trofik. Selanjutnya

dikatakan bahwa peran yang dimiliki oleh auxin

ini dij alankan dengan cara memicu perubahao

program pembangunan melalui pemberian

informasi vektorial pada jaringan. Secara lebih

rinci, mekanisme yang dilakrftan olehauxin untuk

mengubah program pembangunan diuraikan oleh

Robert & Friml (2009). Menurut peneliti ini,

auxin diproduksi pada bagian pucuk tanaman

yaitu pada daun muda dan kuncup bunga.

Senyawa ini selanjutnya ditransportasikan ke

akar atau bagian lain tanaman melalui beberapa

jalur translokasi, terutama sistem pembuluh dan

jalur transport interselluler. Pada sel tujuan,

akumulasi auxin differential kemudian terj adi dan

diterima serta diinterpretasi oleh inti yang

mengatur ekspresi gen dan perencanaan kembali

nasib sel (Robert& Friml, 2009). Kemampuan

auksin untuk melalnrkan perubahan ekspresi gen

mengakibatkan senyawa ini menjadi sangat

penting dalam upaya mengaktifkan kembali sel

yang telah menghentikan proses differensiasi.

Dalam teknik kulhr j aringan, sel tanaman

yang dikembangkan menjadi tanaman baru

umumnya telah menghentikanproses diffe,rensiasi.

Pada kondisi media yang sesuai, sel eksplant

berkembang melalui beb aapatalap. Pada tahap

I Gede Ketut Adiputra

awal, sel eksplant tumbuh menjadi sel kalus

setelah diinduksi oleh hormon pertumbuhan

terutama auxin (Siwach e t al. 2011). Kumpulan

sel ini kemudian berkembang menj adi plantlet

setelah pembentukan plb {protocorm like body).

Plb ini memiliki tingkat perkembangan seperti

embrio, sehingga disebut juga embrio somatik

@ianawati et al. 2009). Berbeda dengan embrio

pada brji yang terbentuk melalui fusi sel telur dan

sperma dan dirancang untuk berkernbang

menjadi embrio, embrio somatik ini berkembang

dari sel somatik yang memperoleh kompetensi

untuk dapat merespon signal embriogenik dan

memulai pembangunan ernbrio (Pastemak er a/.

2002). Pada teknik kulturjaringan, pertumbuhan

embrio somatik diinduksi dengan penambahan

auxin sintetik NAA (Utami et al. 2007). Dengan

prumbenan zatpengatur tumbuh BAP (sitokinin)

dan2,4-D (arxin), plb ini kemudian dapattumbuh

menjadi plantlet (Rianawati et aI.2009).Morphogenesis dalarn kulturjaringan ini disebut

juga dengan proses 3 langkah (Komal, 20 1 1 ).

Walaupun individu baru yang terbentuk

(pl antlet) telah meniiliki organ yang lengkap,

tetapi tanaman kecil ini masih memiliki aktivitas

autotropik yang rendah (Daisy & Ari Mjayani,

1994) dan jaringan pengangkutan lemah

@obinscn et al. 2009). Kelemahan sistem yang

tedadi pada tanaman ini merupakan akibat

samping dari kondisi yang digunakan untuk

menumbuhkan tanaman secara invitro. Kondisi

khusus ini sesungguhnyatidak sesuai dengan

sistem yang autotof yang mengubah senyawa

anorganik menjadi senyawa organik. Secara

skematis, sumber nutrisi untuk pertumbuhan

embrio padabiji danpertumbuhan sel somatik

pada kultur jaringan digambarkan pada Gambar

1. Pada gambar ini nampakbahwa perturnbuhan

invito menggunakan sumber organik yang tidak

dibuat sendiri (exo genous), sedangkan tanarnan

yang dikembangkan dari biji menggunakan

senyawa organik yang dibuat sendiri(endogenous) untuk pertumbuhan. Sumber

nutisi yang berbeda ini dapat berpengaruh pada

jalur metabolisme yang bekerja melalui

na

Page 7: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Widya Biologi Vol. 02 No' 02 Oktober 2011

mekanisme keseimbangan substrat dan produk.

Apabila pemberian substrat terlalu banyak maka

tanaman utuh yang dihasilkan akan memiliki

variasi dari tanaman normal baik anatomi,

morfologimaupun fisiologi. Oleh karena itu, bibit

tanamanhasil kulturjaringan masihmemerlukan

penyempurnilm, terutama setelah tansplantasi

ke lingkungan ex-vitro. Jadi, sebelum tanaman

dapat dibudidayakan dalam Iingkungan alami ex-

vitro, hasil kulturjaringan masih memerlukan

perlakuan yang memungkinkan proses fi siologis

berjalan normal dalam kondisi yang sangat

berbeda dengan linglulgan invito.

ISSN : 2086-5783

Fisiologi dan morfologi bibit hasil kulturjaringan

Pada fase alval pertumbuhan ex-vitro,

tanaman hasil kultru j aringan nampaknya masih

trcrsifat heteroffofig yaitu lebih men)'ukai senyawa

organik exogenous dari pada memproduksi

sendiri secara autokof. Sifat heterotrofit ini dapat

terjadi karena kondisi pefiumbuhan,vang ada

ketika masih berada dalam lingkungan kultur

jaringan. Mulai dari menabru eksplant sampai

terbentuknya plantlet, media tanam selalu

mengandung senya\ /a organik r-ang seharusnya

diproduksi oleh tumbuhan itu sendiri secara

autotrofik(Gambar 1).

Perbanyakan tanaman

se ca ra generatif Ex -vitroSumber nutrisi dan

hormon

Perbanyakan tanaman

secara vegetatif in vitro

Sel scmat,kHeterotrofikSel Telu r

Auxin, organ ik, An organik

eksogenous (Siwach et al.

2A!q

(aius

NAA 2 mgll, organik,

Ano rga ni k eko8en ous

(utami et al. 2007)

P tb/em br io

BAP + 2.4-D, organik,

Anorganik ekogenous(Rianawati et al. 2009i

Gibb,erelic acid, organik,

endoge nousftanpa auxin dan

anorgan ik ekso genou s {Tho rPe

1984i

Tanaman kecil

(Plantlet)Tanaman kecil

(plantlet)

An organ ik

eksoge n ou s

An orga n ik

eksogenous

Autot rofik

Tanaman

de wasaTanaman

de wasa

Gambar 1 . perbedaan sumber nufiisi dan hormon untuk pertumbuhan tanaman yang berasal dari

biji dan tanaman yang dikembangkan dari sel somatik kulturjaringan

St-r

Page 8: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek

Senyawa organik tersebut antara lain; vitamin,hormon, mioinositol dan sukrosa (Daisy &, AiWrj ayani I99 4). Pemberian senyawa organikeksogenous ini kemungkinan ikut berperan

sebagai sinyal untuk mengarahkan kegiatan

morfogenesis dan mengakibatkan terjadinyaperurunan kemampuan daerah meristematik

untuk menumbuhkan j aringan yang berfungsi

untukmengimporhasil fotosintesis dari perangkat

fotosintesis seperti kloroplas. Peaurunan

pertumbuhan jaringan ini selanjutnyamempengaruhi aktivitas enzim yang terdapat

dalam perangkat fotosintesis. Secara teori,apabila produk suatu enzim melebihi titikkesetimbangaq maka aktivitx enzim tersebut

akan mengalami hambatan umpan-balik.Mekanisme hambatan inilah yang kemungkinan

terjadi pada tanaman ketika masih berada didalam botol kultur. Oleh karena itu, setelah

ditransplantasi ke lingkungan yang alami di luar

botol, bibit ini memiliki kemampuanyang sangat

rendah untuk menghasilkan senyawa organiksecara autotrof.

Masaiahnya adalah bagaimana menginduksi

tanaman ini agar perangkat fotosintesis danj aringan pengangkutan cukup banyak tersedia

agar biosintesis autotrofik menj adi meningkat.

Mengingat pengaturan pertumbuhan ditentukan

oleh auxin, yang memiliki peran kunci dalampsrtumbuhan dan perkembanganterutama akibat

perubahan lingkungan (Tromas & Perrot-

Rechenmann, }Al}),maka perbaikan aktivitas

autotrofik bibit anggrek botol ini nampaknya

masih memerlukan auxin eksogenous trntukmenyempumakan pertumbuhan autotofiknya.Namrur demikian, pemberian auxin juga bukan

tanpa masalah. Senyawa ini diperlukan dalamjurnlah yang sangat rendah dan harus memilikiproporsi yang sesuai dengan senyawa lain agar

pertumbuhan autotrofik dapat berlangsung(Albet aral.1983).

Perbanyakan tanaman anggrek

Tanaman angrek dapat dikembangkan baiksecara tradisional (ex-vitro) maupun secara

I Gede Ketut Adiputra

modern (in-vitro). Pengembangan bibit secara

tradisional umumnya tidak menggunakansenyawa organik eksogenous sebagai sumber

nutrisi. Sebaliknya, penyediaan nutrisi baikorganik, anorganik bahkanhormon pertumbuhan

sangat pentingjika ingin memperbanyak tanaman

menggunakan teknik modern kultur jaringan

@aisy & Wijayani, 1994; Rianawati et a1.2009).

Untuk perbanyakan tanaman anggrek dengan

teknik kultur jaringan, bahan tanaman dapat

berupa biji atau berupa bagian vegetatiftanaman.

Biji dan bagian vegetatif sebagai bahan tanaman

yang dikembangkan dengan,cara modern inimemiliki perbedaanjalw morfogenesis. Biji telah

memiliki embrio sedangkan bagian vegetatiftanaman tidak memiliki embrio. Oleh karena ihr,jika bahan tanaman diambil dari bagian sel

somatik maka pekerj aan yang diperlukan adalah

mulai dari menurnbuhkan kalus, embrio somatik

danalftimyamenurnbuhkanplantlet (Gambar 1).

Walaupun dapat menghasilkan bmyak tanaman

baru, setiap sel dapat menjadi tanaman baru,

tetapi persyaratan teknis yang harus dipenuhi

sangat tinggi. Keberhasilan teknik modem initergantung tidak hanya dari alat dan bahan

laboratoriurrU tetapijuga ketampilanteknisi yang

menangani.

Biji adalah alat reproduksi, memiliki embrio

yang dihasilkan dari fusi sel telur dan spema.

Oleh karena sel gamet, telur dan sperma, iniberasal dari dua organisme yang berbed4 maka

tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang

merupakan gabungan dari sifat induknya. Pada

teknik kulturjaringan dikatakan batrwatanaman

yang dihasifl<andari biji ini biasanyatidak seragarn

(Rianawati et al. 2009). Untuk mendapatkan

tanaman yang seragam maka pemakaian sel

somat'rklebih disukai dari padamenggunakanb!ji.

Akan tetapi, untuk dapat menjadi tanaman utuh,

sel somatik hanrs melalalkan perubatran program

pembangunan dari sel vegetatif, kalus, embrio

somatilg plantlet hingga menjadi tanaman dewasa

(Gambar 1). Dari segi praktis di lapangan,

perubahan program memerlukan penanganan

yang j auh lebih rumit, memerlukan pemberian

81

Page 9: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011

auxin, senyawa organik, anorganik dan kondisi

yangaseptik. .

Kemampuan awal y angharus dimiliki sel

somatik ekplant untuk dapat tumbuh menjadi

kahrs adalah kemampuan menggunakan nutient

yang disediakan dalam media kultur. Untuk

tujuan ini, sel somatik tersebut kemungkinan

mengarahkan differensiasi untuk pengembangan

jaringan yang berfungsi untuk menyerap surnber

nutisi organik eksogenous. Thnpa kemampuan

ini, sel tidak dapat turnbuhkarena sumber karbon

hanya berasal dari lingkungan yaitumediakultur.

Akan tetapi, setelah terbentuk kloroplas, yaitu

pada fase plb (Utami et al.2A0T,Rianawati e/

al. Z}A9),morfogenesis mungkin masih tetap

diarahkan untuk pengembangan jaringan yang

memiliki fi.urgsi sam4 disamping karenajumlah

kloroplast masih sedikit, senyawa organik

eksogenous masihtersedia dan tidak ada lapisan

yang menutup import senyawa organik

eksogenous. Hal ini berbeda dengan bij i (dikotil)

yang dikernbangkan secara ex-vitro, embrio

berkembang dalam 2 kutub secaraberimbang.

Senyawa organik yafig tersedia secara

endogenous disiapkan untuk daPat

mengembangkan perhrmbuhannya ke kedua

kutub tersebut dan ketikapersediaan ini habis,

tanaman telah memiliki jaringan yang berfirngsi

untuk menyerap senyawa anorganikdanjaringan

yang berfungsi untuk menyalurkan hasil

fotosintesis. Sebalikny a, padatarraman yang

dikembanglon secara invito, kutubperh:rnbulnn

dapat sangat bervariasi (Rao dan

Narayanaswami 2006). Menurut peneliti ini,

potensi pertumbuhan bervariasi menurut nutisi

yang diberikan, dapatmembentuk akar, daun,

embrio bipolar dan planfl et. Pada tanaman yang

dikembangkan dengan medium MR yang diberi

BAP 0.4 mglldanZ. -D0.2mg11, sel-sel dapat

diinduksi untuk menumbuhkan kotiledon,

primordia tunas dan akal GU anawati et al . 2009).

Induksi tunas j uga terj adi pada tanam aL y algdengan mediaNP ditamb ah2 m$

L NAA (Utami et a|.2007). Penelitian yang

dilakukan pada anggrek terrestrial Bletio

ISSN :2086-5783

pur pur e a menemukan bahwa perkec ambahan

biji tidak tergantung pada nutrient, tetapi

perkembangan larlutan hanya dapat terjadi pada

media Vacint-Went (Dutra et al 2008). Variasi

peftumbuhan tanaman invitro ini kemudian

menyebabkan bibit botol memiliki variasi

kesiapan jaringan pengangkutan. Hal ini tidak

terj adi pada pengembangan bibit se c ara ex-vitoo

karena sumber nutrisi organik telah disiapkan

pada kotiledon dan redistribusinl'a diatu secara

terprogram dalam DNA. Program ini sangat

spesifik memrut spesies dan c alon j aringan yal1g

berfi.mgsi untuk menyalwkan nutrisi organik telah

terbentuk bahkan ketika masih dalarn biji'

Secara teori, jika persediaan makanan

cadangantelah habis, tanaman telah memiliki akar

yang cukup untuk memperoleh nutrient

anorganik. Sebalikn-va, perkembangan j aringan

pengangkutan pada tanaman -vang

dikembangkan dengan kultur jaringan,

nampaknya jauh lebih lambat dan sangat

tergantung pada komposisi nutrient dan posisi

explant terhadap nutrient. N lekarisme adaptasi

stmktr den-ean demiklan sangat diperlukan oleh

bibittanaman rm itro karenapembentukan daun

dan akar tidak diimbangi oleh peningkatan

j aringan pengan gkutan sehing ga pengambilan

nutrient anorganik untuk disintesa menjadi

senya\^'a organik endogenous menjadi sangat

sulit. Kesulitan adaptasi juga dapat terjadi

karena pemanfaatan nutrient organik eksogenous

tetap berlangsung walauprur akar dan dauntelah

terbentuk (Gambar 2). Akibatnya adalah akar

menj adi tidak memiliki sink strength yang cukup

tinggi bagi produks fotosintesis yang dibuat

didaun. Produk fotosintesis kemudian tidak

dapat mengalami floem loading dan menjadi

penghambat umpan-balik bagi enzim fotosintesis.

Kesulitan iain adalah bahr.va tanaman yang

dikembangkan secam inviko biasanya memiliki

daun yang lemah secara anatomi (Robinson er

al.2009). Mentirut peneliti ini, daun dari tanaman

yang dikembangkan secara invitro memiliki

jaringan floem yang sangat sedikit. Besar

kemungkinan bahwa I ambatnya perlumbuhan

82

1

Page 10: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik BibitAnggrek

jaringan floem ini disebabkan oleh lemahnya

induksi jalr pertumbuhan jaringan floem dari

daunkarena sukrosa didapat sebagian besar dari

nutrient secara eksogenous (Gambar 2).

Iambatryapengernbanganjaringan floem inidapat menjadi penyebab lemahnya aktivitasautotrofik pada bibit anggrek botol. Strukturfloem yang sedikit tidak memungkinkanterj adinya pengangkutan yang banyak sehing ga

organ fotosintesis tidak memproduksi hasil

fotosintesis dalam jumlah yar,g besar. Produk

fotosintesis yang rendah tidak cukup kuat untukmembantu induksi pertumbuhan floem yang

ekstensif. Walaupun faktor yang menjadipenyebab atau menj adi akibat tidakjelas, upaya

perbaikan aktivitas autotropik tanaman invitrosetelah berad a padalingkungan ex-vitro dapat

diupayakan melalui peningkatan aktivitas enzim

fotosintesis dan peningkatan pertumbuhanj aringan pengangkutan.

Hubungan Kerja Auxin, Sukrosa dan UnsurHara Mineral Pada Perfumbuhan Tanaman

Tumbuhan uffi adalah organisme autotrofbekerja sebagai pengubah senyawa anorganikmenjadi senyawa organik. Berbeda dengan

eksplant yang harus ditumbuhkan denganpemberian berbagai senyawa organik,perhrmbuhan tanaman utuh hanya memerlukan

unsur hara anorganik. Padatanaman utuh inisumber energi berasal darimatahari, bukan dari

nutient yang diserap dari lingkungan Unsur hma

anorganik ini, akan diserap melalui akar dan

I Gede Ketut Adiputra

disintesa menjadi senyawa organik sesuai dengan

kebuhrhan pertumbuhan. Masalah penting pada

pemberian senyawa anorganik ini adalah bahwa

akumulasi mineral pada jaringan dapat

menyebabkan hambatan fisiologis dan pada

tingkat tertentu dapat mengakibatkan keracunan.

Sebaliknya, apabila unsur hara ini tidak tersedia

dalam jurnlahyang cukup maka senyawa organik

yang dibutuhkan tidak dapat disintesa.

Unsurharamineraltelahlamadikenalmampu

mempengaruhi aktivitas autotrofik yaitumenyusun senyawa organik dari senyawa

anorganik (Gardner, Pearce dan Mitchell 1 99 1 ) .

Penelitian yang dilakukan pada beberapa

tanaman (yang dikembangkan secara ex-vitro)menunjukkan bahwa unsur hara sangatmenentukan laju fotosinthesis maupunpertumbuhan. Misalnya, defisiensi unsur hara

fosfor pada tanaman menyebabkan terjadinyapenurunan aktivitas fotosintesis (Sawada et al.

1982, Terry dan Ulrich 1973). Kekurangan

unsur hara N mengakibatkan terjadinyaperuilurum assimilasi carbon (Gastal dan Lemaire

2002). Pada tanaman toma! Karirai et al. Q007)menemukan bahwa pengurangan ketersediaan

unsur hara pottasium menyebabkan aktivitasfotosintesis menun m. Sedangkan pada tanaman

barley ditemukan bahwa kekurangan unsur hara

sulfir menyebabkan laju pertumbuhan menurun

(Adiputa dan Anderson 1 995). Hasil penelitian

tersebutjelas membuktikan bahwa unsur hara

anorganik menentukan aktivitas autotofik pada

tanaman. Permasalahanhya adalah apakah

Nutrient eksogenous

Gambar 2. Hatbatan pembenhrkan j aringan pernbuluh

karena inport nutrient organk eksogenorsyang berkepanjangan.

83

Page 11: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 2011

tanaman utuh yang dikembangkan secara kultur

jaringan dan memiliki variasi perkembangan

jaringan pengangkutan, memberi respon yang

sama terhadap unsur hara anorganik yang

diberikan.

Berbeda dengan tanaman Yar.g

dikembangkan secara ex-vitro, bibit tanaman

yang dikembangkan secara invitro ditemukan

memiliki jaringan floem yang sedikit (Robinson

et at}}O9)dan aktivitas autotooflkyang rendah

(Daisy dan ffi ayani 1994). Kedua kelemahan

yaitu struktur dan fisiologi ini kemungkinan

memiliki hubungan sebab-akibat' Pada kondisi

invito, tanslokasi produk fotosintesis dari daun

tidak banyak terjadi karena sumber karbon

tersedia secara eksogenous. Sedikitrya ekspor

hasil fotosintesis dari daun ini mengakibatkan

pertumbuhan jaringan pengangkutan dari daun

ke bagian tanaman lainnya tidak perlu memiliki

daya angkut yang tinggl. Akibatrya adalah hasil

fotosintesis yang diproduksi di daun sulit

didistibusikan dan dapat menjadi penghambat

umpan-balikbagi enzim fotosintesis. Harnbataru

yang berlangsung lama dan mqiadi represorbagi

gen yang mengkode penghasilan enzim

fotosintesis, akan mengubah prilaku

morfogenesis. Perubahan prilaku ini terutama

terjadi pada sistem ponyerapan unsur hara-

Misalnya akar pada tanaman invitro yang

seharusnya berfi.r:rgsi untuk menyerap nutrient

anorganik, tetapi karena tidak memperoleh

penyediaan hasil fotosintesis dari darur maka akan

mengubah morfogenesis untuk dapat berfungsi

sebagai jaringan penyerap nutrient organik

eksogenous. Sumber organik eksogenous ini

kemudian disintesa menj adi molekul struktural

dan fungsional pada tumbuhan tersebut dan

digunakanunhrk . SebaliknY4daun

yang seharusnya menjadi sumber senyawa

organik bagi perhrmbuhan akar akan berubah

fungsi menjadi tempat penyerapan unstr hara

karena akar tidak menyediakan unsur hara ini

untrk disintesa meqiadi senyawa organik di dalam

darm- Kemungkinan ini, walaupun kecil, dapat

terjadi terutama karena pada media tersedia

sukrosa dan hormon auxin yang bekerja sama

sebagai signal morfogenesis (Harnmond and

White 2008).

Pada brji anggrek, pertumbuhan embrio

menjadi tanaman dewasa tergantLlng dari sukrosa

eksogenous, yang terdapat pada media, karena

biji anggrektidak memiliki sediaan makanan

cadangan. Pada proses penumbuhan bij i anggek

ini menjadi tanaman utuh, senyawa organik

eksogenous menjadi sinyal untuk mengarahkan

pertumbuhan jaringan transport. Pada

praktekny a, po si si bij i ang grek terhadap media

dapat sangat bervariasi dan hampir tidak mungkin

untuk mengatw bahrva calon akar harus berada

didalam media dan calon daun berada diluar

media. Oleh karena itu. baik calon akar maupun

calon daun memiltki peluang yang samauntuk

bersentr-riran dengan media dan menverap nukient

eksogenous, r ang diperlukan. baik organik

maupun anorganik untuk pertumbuhan. Pada

tmgkat :rr teq adi pentrasalahan 1'artu bagian mana

can einbno ) arg menYerap rursru hara anorganik

dan bagian mana yang menyerap senyawa

organik. Hal ini sangat berbeda dengan biji

tanaman yang memiliki bahan makanan

cadangan. Sebelum embrio mengambil unsur

hara dari luar, bahan makanan disalurkan dari

tempat penyimpanan untuk pertumbuhan akar,

datm maupun j aringan pengangkutan. Topografi

dari saluran penyedia makanan cadangan ini

terletak antara calon akar dan calon daun.

Walaupun berada didalam media (persemaian)

calon akar maupun calon daun tidak pernah

bersentuhan dengan sukrosa atau auxin

eksogenous yang dapat mengubah program

pembangunan jaringan apakah akar maupun

daun. Jadi padabiji yang memiliki persediaan

makanan cadangan, program pembangunan

jaringarurya tidak pernah terganggu oleh auxin

ataupun sukrosa eksogenous. Hal yang

sebaliknya terjadi pada tanaman yang

dikembangkan menggunakan teknik kultur

jaringan. Sukrosa dan arxin eksogenous mefirang

sengaja diberikan untuk mengubah program

pembangunan agar terj adi proses redifferensiasi.

ISSN:2086-5783

84

Page 12: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek ....

Tanpaproses ini, sel somatik dari explanttidak

akan pemah tumbuh mer{adi tanaman baru yang

utuh. Secara skematis, perbedaan sumber nutisiyang digunakan unhrk perfumbuhan embrio bijidan embrio somatik (plb) dapat dilihat pada

gambar3.

Garnbar 3. A. Pemberian arxin dan sukrosa

eksogenous akan mengubah programpembangunan jaringan dari sel somatis ke

individu baru. B. Embrio yang tumbuh hanya

dari sediaan makanan cadarigan tidak mengalami

perubahan program pembangunan yang telah

dirancang secara genetis melalui firsi sel telur dan

sperma.

Persoalanny a adalah bagaimana sukrosa

dan auxin eksogenous tersebut memberi signal

agar akar dan daun yang terbentuk memilikijaringanpenghubung (xylem dan floem) yang

kuat. Jikahal ini dapat dilakukan, maka akar

dengan mudah menyalurkan unsur hara dan darxr

juga tidak kesulitan menyalurkan hasilfotosintesis. Akan tetapi, penyediaan auxin dan

sukrosa pada media tidak terjadi melalui

mekanisme pengattran produksi dan redistibusi

yang terprogram secara genetik sehingga tidak

tersedia aturan sampai tahap mana redifferensiasi

harus dilakukan. Padateknik invitro ini, jumlah

auxin dan sulcosa yang tersedia hanya tergantung

pada formula yang digunakan. Sebagai

pembanding dapat dilihat mekanisme produksi

dan distribusi auxin pada tanaman autotrof.

I Gede Ketut Adiputra

Dalam tubuhtanaman ini auxin diproduksi melalui

mekanisme genetik dalam pucuk daun atau

kuncup bunga sehingga sesuai dengan rencana

perhrnbuhan danperkembangan tanaman. Alndn

ini selanjutnya didistribusikan ke sel tujuan,

diterima dan diinterpretasi untuk memproduksi

enzimjuga melalui mekanisme genetik sehingga

sesuai dengan rencana pertumbuhan dan

perkembangan sel tujuan. Pada teknik kulturjaringan mekanisme genetik ini tidak adaterutama

pada jumlah yang harus disediakan sebelum

distribmi. Hampir tidak mungkin menyediakan

auxin dan sukrosa pada media menggunakan

mekanisme yang sama seperti pucuktanaman

menyediakan auxin atau sukrosa. Pengaturan

produksi melalui mekanisme genetikini dapat

digambarkan sbb: Fase pucuk atau kuncup

berlangsung pada periode tertentu sebelum

memasuki fase dewasa- Dua fase ini memiliki

mekanisme fisiologi yang berbeda yaitu mula-

mula menjadi pengimport sukrosa ketika masih

dalam fase ktmcup tetapi kemudian memproduksi

sendiri setelah menjadi daun dewasa. Apabila

daun memproduksi arxin harryapadafase pucuk

(Robert and Friml 2AA9), maka berarti bahwa

produksi auxin hanya terjadi ketika daun

mengimport sukrosa dan tidak terjadi setelah

dar-rn memproduksi sukrosa. Perubahan fisiologi

daun dari produsen auxin ke produsen sukosa

tentu melalui mekanisme genetis karena enzim

yang terlibat dalam proses fisiologi itu tidak dapat

Gambar 3. A. Pemberian auxin dan sukrosa eksogenous akan mengubah program

pembangunan jaringan dari sel somatis ke individu baru. B. Embrioyang tumbuh hanya dari sediaan makanan cadangan tidak mengalami

perubahan program pembangunan yang telah dirancang secara

genetis melalui fusi seltelur dan sperrna.

85

w

Page 13: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

7-

Widya Biologi Vol, 02 No. 02 Oktober 2011

dihasilkan tanpa melibatkan gen. Periode

peralihan produksi auxin dan sukosa pada pucuk

ini akan berakibat pada perubahan waktu

penyediaan auxin untuk pertumbuhan akar'

Periode ini nampaknya cukup signifikan untuk

mempengaruhi arah pembangunan j aringan dan

dikenal sebagai apikal dominan (Suyitno 2006)'

Pada teknik lolturjaringarl mekanisme dominansi

pucuk ini narnPaknYa belum banYak

diperhatikan. Sukrosa dan auxin disediakan

secara bersamaan sehingga ketika sel menjadi

importir auxin diajuga importir sukrosa. Tanpa

mekanisme genetik ini, morfogenesis dapat

berlangsung tetapi banyak yang tidak sesuai

dengan rencana dasar pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Mekanisme

penyediaan sukrosa untuk pertumbuhan plb

rnenjadi plantlet juga dapat berpengaruh pada

rendahnya kapasitas jaringan ffansport pada bibit

hasil kultur jaringan ini. Pada tanaman 1'ang

dikembangkan dengan bij i, nutrient organik urruk

perhrmbuhan embrio diimport atas permintaan

embrio itu sendiri. Embrio mengeiuarkan hcrmon

gibberelin untuk menginduksi enzim 1 ang dapat

memecah bahan makanan cadangan Setelah

menjadi molekul sederhana. bahan makanan

diserap untuk pertumbuhan akar atau daun'

Tanaman ini baru akan memproduksi auxin

setelah pucuk tanaman terbentuk. Bersama sama

hasil fotosintesis, auxin disalurkan untuk

pengembangan sistem perakaran' Jadi sistem

perakaran dikembangkan oleh auxin melalui

saluran floem yang telahterbentuk dan fungsional'

Jadi pada tanaman ini, tidak terjadi

pengembangan akar tanpa saluran pengangkutan

dari daun. Pada teknik kultur jaringan,

perencanaan pembangunan jaringan ini menj adi

agak kacau. Pada komposisi hormon yang

diberikan, sel kalus hanyatumbuh menjadi akar

dan pada komposisi lain hanya tumbuh menj adi

daun (Albert et al. 1983). Sangat besar

kemungkinan padakomposisi lailrny4 kalus akan

membentuk akar dan daun tetapi tidak memiliki

j aringan pengangkutan yang menghubungkan

akar dan datur secara fungsional. Keadaan ini

telah ditemukan oleh Robinson (2009) bahwa

jaringan pengakutan pada tanaman yang

dikembangkan dengan kultur jaringan sangat

lemah. Hal ini diperkuat oleh temuan sebelumnya

bahwa orientasi pertumbuhan jaringan dalam

kultur sangat ditentukan olehjenis nutrient (Rao

dan Narayanasrvami 2 00 6).

Jika auxin dan sukrosa eksogenous secara

kontinu mengarahkan pembangunan j aringan

(Hammond and u'hite 2008) untuk dapat

menyerap senva\\'a organik eksogenous,

misalnya sampai melelvati fase pembentukan

organ fotosintetik. rnaka fi-urgsi organ fotosintetik

sebagai produsen sen\-a\\'a organik akan menjadi

sangat lemah Penvebab utatnanya adalahkarena

senya\\-a orsar-I1k 1.ang digunakan untuk

perlrunbuhan drse:ap dari media kultur dan tidak

dari organ li-tt-.srntetk. Hal inilah 1'ang menjadi

persoalui ketr-l'a p1 antlet kemudian dipindahkan

ke hn gkn g an es-r'itro, Pada I ingktur gan ex-vitro

mi. tempat pen)-erapar senya\\'a organik sukrosa

sesera tertutup sementara penyerapan dan

pengangkutan senya\\ra anorganik melalui

j arrngan x1 lem sangat sedikit. Walaupun tanaman

dapat memproduksi senyawa organik untuk

mengganti senyawa organik yang sebelumnya

diimport, tetapi karena j unlahny a tidak banyak

dan jaringan penyalurannyapun masih lemah,

maka bibit tanaman hasil kultur jaringan ini

memerlukan penanganan khusus untuk dapat

tumbuh menj adi tanaman dewasa' Penanganan

ini terutama untuk memperbaiki jaringan

pengangkutan agar hasil fotosintesis maupun

unsur hara dapat tersalur sesuai dengan

perencanaan pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Pemberian unsur hara yang sesuai

kebutuhan sangat diperlukan. karena nutrient

dapat mempengaruhi pertumbuhan j aringan (Rao

dan Narayanaswami 197 2).Pemberian auxinpun

dapat dipeftimbaligkan karena senyawa ini dapat

menginduksi enzim untuk mengarahkan

pertumbuhan morfogenesis (Robert dan Friml

20oe).

Variasi pemberian unsur hara dan auxin pada

lingkungan ex-vitro untuk memperbaiki

ISSN : 2086-5783

86

Page 14: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik BibitAnggrek

pertumbuhan jaringan pengangkutan adalah

sangat mungkin karena kedua senyawa initermasuk molekul kecil dan dapat melalcukan

transport intercelluler. Dengan tidak tersedianya

sukrosa eksogenous, perlakuan ini sangat

mungkin dapat meningkatkan aktivitasfotosintesis yang diikuti oleh pengembangan

jaringan floem dan diikuti oleh pengembangan

jaringan )cylem yang mengangkut unsur hara dari

akar.

Tergantung padajenis tanaman dan kondisi

lingkungan, perbaikan j aringan penghubung

antara akar dan daun atau sebaliknya, perlu

dilakukanuntukmeningkatkanaktivitas autotofikbibit dad kultur jaringan. Kaj ian tentang variasi

pemberian senyawa anorganik (tanpa senyawa

organik eksogenous) mungkin sangat

bermanfaat, demikian juga modifikasi faktorlingkungan lainnya. Pada anggrek epifit,modifikasi fimgsi dapat terjadi apabila tanaman

menghadapi kondisi kekeringan. Pada tanaman

ini terj adi mobilisasi senyawa gluconrannan urtrkmempertahankan metahtsme sehingga balraya

kekeringan dapat dikurangi (Stancato et al.

2001). Pada tanaman Arabidopsis thaliana,

kekeringan diatasi dengan meningkatkanproduksi aquaporin (Sade et al. 20lA). Pada

kondisi kekurangan unsw har4 tanaman biasanya

merespon dengan peningkatan pertumbuhan akar

baru (Cooper and Clarkson 1989, Hammond

and White 2008). Padamekanisme adaptasi ini,

tanaman nampaknya meningkatkan perturnbuhan

suatu st'uktur untuk mengatasi kekurangan baik

air maupun unsur hma. Adaptasi stnrktur sangat

mungkinjuga terjadi pada daun apabila tanaman

kekurangan produksi hasil fotosintesis. Tanaman

akan meningkatkan pertumbuhan perangkat

fotosintesis apabila keperluan akan sukrosa unhrk

pertumbuhan naik. Akan tetapi, untuk dapat

terj adinya mekanisme adaptasi struktur ini, bahan

bangunamya harus tersedia dalam jumlah yang

cukup. Misalnya, untuk perbanyakan akar

ketika unsur hara kurang maka pasokan sukrosa

untukpernimbuhan ini harus cukup. Sebaliknya

I Gede l(etut Adiputra

apabila perangkat foto sintesi s sep erti klorofi I

irarus diperbanyak karena keperluan hasil

fotosintesis meningkat maka bahan penyusun

klorofil seperti nitrogen harus tersedia dalamjumlah yang cukup. Faktor mana yang pertama

harus diperbaiki agar masalah aktivitas autotoof,k

bibit kultur jaringan dapat diatasi. Apakah

meningkatkan produksi sukrosa untukmeningkatkan perturnbuhan akar atau

rneningkatkan penyediaan unsur hara untuk

perbaikan perangkat fotosintesis. Penulis

menduga bahwa kedua hal ini dapat dilakukan

secara bersamaan. Peningkatan produksi

sukrosa rmnrk perlLunbuhan akar dapat dilakukan

melalui peningkatan supply air dan COr. Pada

anggrek yang tergolong tanaman CAM,produksi hasil fotosintesis ditemukan naik apabila

tanaman ditumbuhkan dengan kadar CO, yang

dinaikkan dan dapat meningkatkan pertumbuhan

terutama pertumbuhan akar (Sok Siam Gouk e/

al . 1999). Kenaikan aktivitas fotosintesis oleh

pemberian CO. yang tinggi padaanggrekCAM

ini hampir sama dengan kenaikan fotosintesis

yang terjadi pada tanaman Triticum aestivum

yang ditumbuhkan secara ex-vitro (Mulholland

et al.1997). Apabila penyediaan unsur hara

dinaikkan maka biosintesis perangkat fotosintesis

akan naik. Akan tetapi hal ini baru akan terjadi

apabila unsur hara tersebut bisa mencapai daun.

Walaupun tidak sesuai dengan fungsi strukturpada organ tanarnan, pemberian unsur hara lewat

darxr adalah altematif karena j aringan pembuluh

dari akar ke daun belum kuat. Pemberian unsur

hara pada lbse awal pertumbuhan diluar botol

tentu harus dilakukan dengan sangat hati-hati

karena akumulasi ion yang terlalu tinggi dapat

menjadi toksik bagi tanaman (Flou,er dan Yeo

1 9 8 6), atau dapat te{ adinya induksi absci sc acid

yang mengakibatkan tanaman menghentikan

pertumbuhan (Bensen et a1.1988). Upaya

perbaikan pertumbuhan j aringan pengangkutan

dapat dilakukan melaui mekanisme seperti pada

gartbar 4.

87

Page 15: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

7

Widya Biologi Vot. 02 No, 02 Oktober 2011

KESIMPULA\Bibit tanaman 1'ang ditiasil-karr melalur kulnr

j aringan memrlilii vari as i anatomi. mo rtol o gi dan

fi sio lo gi. \\ralaupun variasi ini ti dak s e luruhny a

berakibat pada rendahny a viabilitas bibit,

penyempurnaan perlu dilakukan baik anatomi

maupr.ur fisiologi. Penyempurnaan morfogenesis,

sama seperti pertumbuhan invitro, dapat

dilakukan melalui pemberian zat pengatur tumbuh

auxiru sedangkan penyempumaan fi siologis dapat

dilakukan melalui pengaturan pemberian kondisi

linglangan.

Dengan membaiknya struktur anatomi

tanaman maka penyerapan unsur hara dan

redistribusi hasil fotosintesis akan makin tinggi

yang akhirnya akan memperlinggi aktivitas

autoftofik pada tanarnan. Hasil fotosintesis

tenedia dalamjunrlah yang lebih tinggi selanjutiya

sangat penting untuk pertumbuhan tanaman

sampai fase reproduksi. Akan tetapi karena

kondisi lurglourgan yang diperlukan untuk suatu

Gambar 4. Pemberian auxin eksogenous melalui daun akan menginduksi pertumbuhan

daun yang berakibai pada peningkatan permintaan akan unsur hara

alorganik. Auxin yang oiueatan melalui akar akar menginduksi

pertu-mbuhan akar dan m-eningkatkan permintaan akan hasil fotosintesis'

Denganpemberianauxindanunsurharaeksogenousmakaproduksisukrosa

akanmeningkatdarrterjadiperbaikanjaringarrpengangkutarrunsurharaanorqanik.

ISSN :2086-5783

spesie s arlalah sp e sifi}<. maka perbaikan kondisi

lingkungzur hanya berlaku pada spesies tertentu

saja.

DAFTARPUSTAKAAdiputra IGK and Anderson JW. 1 995. EfTect

of sulphur nutrition on redistribution of

sulphur in vegetative barley. Physiol'

Plant.95: 643-650.

Albert B, Bray D, Lewis L, Raff M, Robert K,

Watson JD. 1983' Lfolecular Biology of

the cell. Garland Publishing,lnc' Neu'

YorkandLondon.

Bensen RJ, Boyer JS and Mullet JE' 1988'

Water deficit-induced changes inAbscisic

acid Groq'th, Polysomes, and Translatable

RNA in SoYbean hYPocotYls. Plant

Physiol 88,289-294.

Cooper HD and Clarkson DT 1 989. Cycling of

amino-nitrogen and other nutrients

betw'een shoots and roots in cereals-a

possible mechanism integrating shoot and

Auxin ekso genous

Induksi pertumbuhan daun

Peningkatan

permintaan senyawa

ariorganik

Auxin eksogenous

Induksi pertumbuhar.i akar

Peni ngkata.n permintaail

hasil fotosintesis

88

Page 16: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Flower TJ dan Yeo AR. 1 986. Ion Relations of Pastemak TP, Prinsen E, Ayaydin F, Miskolczi

Induksi Auxin Terhadap Aktivitas Autotrofik Bibit Anggrek ....

root in the regulation of nutrient uptake.

J. Exp. Bot 4A:753-762.

Daisy P. Sriyanti Hendaryono danAd Wijayani

1994. Teknik kultur jaringan,pengenalan dan petunj uk perb anyakan

. tanaman secorc vegetotif- modern.

PenerbitKanisius.

Dutra D, Johnson TR, Kauth PJ, Stewart SL,

Kane ME and Richardson L. 2008.

Asymbiotic seed germination, in vitroseedling development, and greenhouse

acclimatization of the threatened terrestrial

orchid Bletia purpurea. Plant Cell, Tis sue

and OrganCulture Volume 94,Number

l, ll-21, DOI: 10. 1007/s1 1240-008-

9382-0

Plants Under Drought and Salinity.Austr al i an Jo ur nal af P I ant P hy s io I o gt13(1) 75. doi: I 0. 10711PP9860075

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991.

Fis io lo gi Tanqman Budidaya. Penerbit

Universitaslndonesia

Gastal F and Lemaire G.2002.N uptake and

distribution in crops: an agronomical and

ecophysiological perspective. J. Exp.

Bot. 53,No. 370: 789-799.

Hammond JP and White PJ. 2008. Sucrose

transport in the phloem: integrating root

responses to phosphorus starvation.

Journal af Experimental Botany, vol.59, No.1, pp. 93-109.

Kanai S, Ohkura I( Adu-Gyamfi JJ, Mohapat4PK, Nguyen NT, Saneoka H and Fujita

K. 2007. Depression of sink activityprecedes the inhibition of biomassproduction in tomato plants subjected to

potassium deficiency stress. Journal afExperimental Botany 58(1 1):291 7-

2928

Komal R 2011. One step method of plantlet

regeneration in Trichosanthes dioicaRoxb.: An approach towards cost effective

and shorter protocol. African Journalof Biotechnologt Vol 10 (1), pp. 9-12).

I Gede Ketut Adiputra

Mineo L. 1990. Plant Tisssue culturetechniques. Department of Biology,Lafa_vette Colle ge, Easton, Pennsylvania

I 8042.

Mulholland BJ, Craigon J, Black CR" Colls JJ,

Atherton J, Landon G.1997. Impact ofelevated atrnospheric CO2 and O3 on gas

exchange and chlorophyll content in spring

wheat (Triticum aestirum L). Jottrnal ofexperimental Botany, r,o1. 48, No. 315,

pp.1853-1863.

Pospisilova J, Ticha I, Kadlecek P, Haisel D and

Plzakova S. 1999. Acclimatization ofmicropropagated plants to ex-vitrocondition, Biologia Plantarum 42 (4): 481 -

497.

P, Potters G, Asard H, Onckelen HA,Dudits D, and Feher42002. Therole ofauxin, pH. and stress in the activation ofembn ogenic cell division in leafprotoplast

derived ce1ls of alfalfa. P lant P hys iol,Yol.

lZ9, pp. 1807-1819.

Rao, P. S. and Narayanaswami, S. 1972.

Morphogenetic Investigations in callus

culhnes of Tyl ophor a indi c a. P Lry s io lo gia

Plantarum,2T : 27 L-27 6. doi 1 0. 1 1 1 1/

j.13 99-3 0s 4.1972.tb03 61 3.x

Rianawati S, PurwitoA, Marwoto B, Kumiati R

dan Suryanah. 20A9. Embriogenesis

Somatik dari Eksplan Daun Anggrek

Phalaenopsis sp L. J. Agron. Indonesia

31 (3) :24a -248.Robert HS & Friml J 2009. Nature Chemical

Biology 5,325 - 332. doi:10.1038/nchembio.170

Robinson JP, Britto SJ and Senthilkumar S.

2009. Comparative Anatomical Studies

on Emilia zeylantcaC. B. Clarke with invitro Regenerated Plants. Middle-East

Journal of Scientific Research a Q):t40-143

Sade N, Gebresadiks M, Seligmann R,

Schi.vartzA, Wallach R andn Moshelion

M. 20 1 0. The role of tobacco aquaporin 1

ao

Page 17: II.A.t.b.3/4 II.A.1.b.3/5 Nasional tak terakreditasi

Widya Biologi Vol. 02 No. 02 Oktober 20 t 1

in rmproving water use efficiencl', hydraulic

conductivity, and yield production under

salt stress. Plant Physiology, Vol. 152,

pp.245-254,

Sawada S, Igarashi T and Miyachi S. 1982.

Eflect of nutritional level ofphosphate on

photosynthesis and growth studied with

single, rooted leaf of dwarf bean. Plant

and Cell Physiolo gY 23 : 27 -33.

Siwach P, Grower K and Gill AR 2011. The

influence ofplant grou'th regulator, explant

nature and sucrose concentration on in

vitro callus grorn'th of Thevetia peruviana.

Asian Journal of Biotechnology 3 (3):

28A-292. DOI: 10.3923

ajbkr.2011 .280292.

Sok Siam Gouk, Jie He and Cho-v Sir Heri 1 999'

Changes in photos.vnthetic capabi[n and

carbohydrate production in an epiphr tic

CAM orchid piantlet exposed io super-

elevated CO2. Ettt'ironntental and

experi nt e nt ctl B otcutl 11 "

219 -230,

Stancato GC. It'lazzafera P, Buckeridge MS.

2001. Effect of a droght period on the

mobolisation of non-structural

carbohydrates, photosynthetic effi ciency

ISSN :2086-5783

and water status in an epiphytic orchid.

Plant Physiology and Biochemistry

39:1009-1016. Doi: 10.1016/S0981-

9428(01)0132),-3.

Suyitno AL2006. Petunjttk Praktikum

Fisiologi Ttunbtthon Lanjut' Program

Studi Biologi-Jurdik Biologi, FMIPA,

Universitas Negen \bg1 akarta.

Terry N and Ulrich A. l973.Effict ofphosphortts deficiencY on the

photostnthesis and respiratiott of leaves

of sugar heer.

TromasA. Pen"ot-Recherunann C 2010. Recent

progress Ln au,iin biology. C'P.. Biologies

331 l9--306. Elsevier Masson SAS

doi: ir,r 1 016 j cn i.2010.01.005

Utami ES\\-. Sumardt I. Tan'ono, Semiarti E

1007. Pengaruh d-naphtaleneacetic acid

iN$) terhadap embrio genesis somatik

anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (1.)

bl. Biodiv-ersllas.r'o1ume 8, nomor4 :295-

299

Vieten A, Sauer M, Brewer PB, Friml J.2047 .

Molecular and cellular aspects of auxin-

transport-mediated development. Tre nds

Plant Sci.12(4):160-8

90